Cinta
untuk bisa menyadarinya memang hanya butuh waktu sepersekian detik. Namun untuk melupakan butuh waktu yang tak bisa di pastikan kapan rasa itu akan hilang.Semilir angin berhembus membuat sepasang manusia yang sedang duduk di bibir pantai sejenak melupakan beban yang selama ini mereka rasakan. Meninggalkan kewajiban untuk menikmati waktu singkat untuk memanjakan jiwa raga atas kepenatan yang dirasakan selama ini.
Tak terasa matahari sudah mulai tergelincir di ufuk barat. Kebersamaan singkat yang membuat waktu berjalan begitu cepat."Ngomong ngomong lo nggak ngabarin ayah lo kalau sekarang kita jalan? Gue takut ayah lo nanti nyariin?". Tanya valdo. Lelaki itu ingat jika saat mereka berangkat, amara belum mengabarkan kepergiannya kepada ayahnya."Nggak. Dia juga lagi nggak di rumah"."Kalau gue perhatiin kayaknya ayah lo nggak pernah ada di rumah ya?".Glek...Oh iya. Amara melupakan kenyataan bahwa bisa saja ada yang curiga kenapa ayahn"pagi ben. Kemarin kamu ke rumah ya? Maaf ponsel saya kehabisan daya. Jadi nggak tahu kalau kamu datang". Amara baru datang di kelas sedangkan ruben sudah terlebih dulu sudah duduk di bangkunya."Iya, nggak apa apa". Jawab ruben dengan wajah datar.Amara mengernyitkan alisnya, ruben terlihat cuek pagi ini. Biasanya anak itu tidak pernah terlihat datar jika di depan amara."Kamu marah?". Tanya amara langsung ke intinya."Nggak kok. Lo tenang aja".Amara tidak melanjutkan lagi kata katanya. Ia hanya memajukan sedikit bibirnya sehingga terlihat seperti mulut bebek.Dari awal masuk sampai jam istirahat, amara merasakan jika sikap ruben hari ini sungguh berbeda. Tidak biasanya lelaki itu begitu cuek terhadapnya.Sedangkan saat amara melihat valdo, lelaki itu terlihat sering tersenyum. Entah apa yang membuatnya senang. Apa mungkin ia mengira jika saingan cintanya telah menyerah sehingga ia dapat dengan leluasa mendekati amara.Mengingat hal itu, ama
sebuah mobil sedang melaju melintas di tengah teriknya matahari. Siang ini maya lagi lagi dijemput oleh andri kakak satu satunya. Jika ingin jujur, maya tidak ingin dirinya di antar jemput begini. Seperti anak manja yang tidak berani untuk melakukan perjalanan sendirian.Melihat ke arah luar jendela mobil, ia memikirkan penyebab kakaknya tiba tiba perhatian dengan sering mengantar jemput dirinya."Kak, sebenarnya kakak nggak perlu antar jemput aku gini"."Loh, kenapa?". Sesekali andri melihat cepat ke arah maya sambil tetap berkonsentrasi dengan kegiatannya mengendarai kendaraan roda empat itu."Nggak sih. Mm... emang kakak nggak capek?"."Nggak". Jawab singkat andri.Maya terus memikirkan cara agar kakaknya berhenti mengantar jemput dirinya. Bukannya apa, karena kakaknya yang terus datang ke sekolah maya jadi tidak bisa jalan dengan para gebetannya.Jika dulu memang maya ingin sekali diperhatikan oleh kakaknya, namun kenapa baru sekarang kakaknya
Setelah seharian berkutat dengan pekerjaannya, akhirnya andri telah terbebas dari kewajibannya. Nasib seorang karyawan memang begitu. Setinggi tingginya jabatan yang diduduki, tetap saja statusnya adalah karyawan.Entah kenapa saat ini lelaki itu ingin sekali makan makanan jepang. Ia ingat ada tempat yang terkenal dengan kelezatannya. Makan ebi katsu dan daging teriyaki sepertinya enak.Setelah meninggalkan kantornya, ia menyalahkan mobil dan bergegas pergi ke cafe ala jepang itu. Ia merasa saat ini isi perutnya sedang mengadakan demo besar besaran, minta untuk segera diisi dengan makanan.Setelah sampai, ia langsung bernapas lega melihat pengunjung hari itu tidak terlalu ramai. Pasalnya tempat itu terkenal dengan pengunjungnya yang selalu penuh sesak. Apalagi di jam makan seperti saat ini.Namun, ia merasa miris ketika melihat pengunjung malam itu rata rata adalah pasangan muda mudi yang pasti sedang berkencan. Ah, jomblo akut seperti dirinya memang bisa apa. Se
Seorang pemuda terlihat sangat mencurigakan. Ia berjalan sendirian ke arah taman sekolah yang kebetulan pagi itu dalam keadaan sepi. Tiap ia melewati tikungan, selalu saja ia melihat keadaan. Memastikan jika tidak ada yang mengikuti langkahnya.Hal itu menarik perhatian amara yang kebetulan sedang berjalan di koridor sekolah. Awalnya amara izin untuk pergi ke toilet di tengah jam pelajaran berlangsung. Namun, di tengah langkahnya amara melihat gerak gerik seseorang yang menurutnya sangat mencurigakan.Melihat tingkah laku pemuda itu, amara memicingkan matanya curiga. "Pemuda itu terlihat mencurigakan sekali". Lirih amara.Gadis itu memutuskan untuk mengikuti kemana tujuan pemuda itu. Apakah kali ini gadis itu bisa menangkap pelaku sebenarnya. Semoga saja begitu. Amara berusaha agar tidak menarik perhatian sekaligus tidak terlihat oleh pemuda itu.Amara sekilas memang pernah melihat sosok pemuda itu. Kalau tidak salah saat ini ia duduk di bangku kelas XI. Namun te
Setelah keluar dari ruang interogasi, wahyu segera memerintahkan anak buahnya untuk tetap menahan pemuda itu. Mungkin saja ia masih bisa menemukan petunjuk dengan menginterogasi ulang nanti.Ia tidak tenang mengetahui keadaan sahabatnya yang saat ini berada dalam bahaya, akhirnya wahyu memutuskan untuk segera menghubungi amara.Namun sial, nomor yang dituju tidak aktif. Jika wahyu langsung kesana khawatir justru akan memancing kecurigaan terhadap penyamaran amara."Apa nanti malam saja saya ke rumahnya ya". Wahyu berpikir semakin cepat amara mengetahui info ini makin baik. Agar sahabatnya semakin waspada.***"Sudah saya bilang, saya nggak apa apa". Amara cemberut setelah tangan valdo lagi lagi memegang dahinya."Tapi badan kamu agak demam"."Sudah saya bilang, cukup istirahat sebentar juga nanti sembuh"."Gue nggak mau tahu. Lo harus pulang sama gue"."Tapi...""Dan nggak ada bantahan". Entah kenapa tatapan tajam valdo membuat amara
Dua insan manusia kini tengah terhanyut dalam berbagai rasa yang semakin menenggelamkan jiwa liar mereka ke dalam kenikmatan. Tak terasa kini tangan valdo bergerak memegang tengkuk amara untuk memperdalam lumatan. Walau gerakannya masih kaku, namun semakin lama semakin membuatnya ingin terus menjelajahi obyek di depannya.Amara tidak membalasnya namun tidak juga menolak. Tangannya terus mengepal kencang di sisi kursi yang ia duduki saat ini. Menikmati tiap sentuhan yang diberikan valdo kepadanya. Ia sadar jika itu salah. Namun apa daya, otak dan tubuhnya saat ini tidak bekerja sama dengan baik.Valdo melepaskan sentuhannya dengan dahi yang masih saling menyatu, mencoba menetralkan rasa yang bercampur aduk saat ini. Wajah amara bersemu merah, salah tingkah bercampur malu. Hal itu justru menambah kadar kecantikan amara di mata valdo.Sebelah bibir valdo bergerak naik."Rasa udang. Habis ini gue coba rasa sup baksonya boleh?."Mata amara membola, valdo te
"Valdo... Kenapa kamu bisa disini?." Tatapan terkejut amara tidak bisa disembunyikan lagi setelah tiba tiba saja valdo telah berada tepat di belakangnya."Gue cuma menghawatirkan seseorang yang sedang sakit. Tapi ternyata saat ini orang itu malah disini bersama lelaki lain".Walau sambil tersenyum, namun amara bisa merasakan kemarahan dari lelaki itu."Maaf, memangnya kamu siapanya am....""Andri, maaf ya. Tiba tiba saja ada yang harus saya bicarakan dengan dia. Nanti kita teruskan yang tadi. Oke. Dadah."Tak membiarkan andri melanjutkan kalimatnya. Yang ada nanti identitas amara bakal ketahuan. Amara langsung menarik tangan valdo lalu bergegas meninggalkan cafe itu.Andri yang tidak tahu apa apa hanya diam tercengang dengan situasi aneh ini. Seperti seorang gadis yang terciduk sedang berselingkuh di belakang kekasihnya.'apa amara sudah punya kekasih ya?'.Melihat tatapan lelaki yang tiba tiba muncul terlihat sangat tidak suka melihat interak
"apa ada masalah mas?". Rangga, orang kepercayaan mendiang richard yang saat ini dipercaya untuk menjalankan usahanya. Menunggu valdo siap untuk menempati posisi yang seharusnya menjadi pemuda di depannya.Saat mengunjungi anak mendiang bosnya di rumah sewaan, ia melihat gelagat tak biasa yang valdo tunjukkan. Tak biasanya pemuda itu terlihat galau. Biasanya ia selalu tak peduli dengan lingkungan sekitar."Nggak ada"."Mas nggak bisa membohongi orangtua ini. Saya tahu pasti mas sedang ada pikiran kan?".Rangga memang telah menganggap valdo seperti keponakannya sendiri. Ia ingat bagaimana jasa richard sehingga rangga bisa menjadi seperti sekarang.Sepeninggal orangtua valdo, rangga bertekad untuk menjaga valdo seperti anak kandungnya sendiri. Ia akan menjaga amanah yang telah richard sampaikan kepadanya."Aku memang nggak bisa bohong dari om ya"."Heh, orangtua mau kamu bodohi? Tidak semudah itu anak muda. Kamu kira saya kenal mas valdo sudah berapa