Beranda / Semua / NILAM (PELACUR IBU KOTA) / Di Balik Ruang Ganti Pakaian

Share

Di Balik Ruang Ganti Pakaian

Penulis: minipau
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-10 11:07:37

“Nik!” Nilam spontan langsung mendorong tubuh Nik menjauh begitu Rara mendekat, perempuan itu menundukan kepala untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah.

              “Eh, kalian kenapa? Nilam, Nik gangguin lo ya?”

              “Eh, enggak, enggak kok. Eng saya ke bu Darmi dulu deh.” Nilam pergi begitu saja, sama sekali tidak mau tau apa yang Rara bicarakan dengan Nik. Dari tempatnya berdiri, Nilam hanya sekilas melihat dua sejoli itu seperti sedang berdebat.

              Nilam masih terus merasa Nik memperhatikannya, hal itu membuat perempuan itu salah tingkah. Akibatnya Nilam tidak bisa dengan jelas menyimak obrolannya dengan bu Darmi.

              “Nilam.”

              “Hah? Kenapa bu?”

              “Ck, kamu ini dengerin saya enggak sih dari tadi.” Perempuan tua itu menggerutu.

              “Maaf bu, tadi ibu bilang apa ya?”

              “Duh kamu ini.” Bu Darmi membuka kipas di tangannya dan kembali mengulang ucapannya tadi.

              “Kamu sebentar lagi ulang tahun kan? Nah, kali ini saya mau bikin perayaan besar untuk kamu.”

              “Eh, jangan bu. Enggak usah, saya enggak mau semakin merepotkan.” Nilam sedang tidak berbasa basi, ia memang tidak ingin merepotkan bu Darmi lebih banyak lagi.

              “Enggak apa-apa, kita akan tetep rayain ulang tahun kamu. Di hotel ya, nanti kamu juga beli gaun, ajak Rara.” Bu Dari masih sibuk mengipasi wajahnya dengan kipas besar di tangannya.

              “Lagian ini kesempatan bagus untuk ngenalin kamu ke klien saya Nilam, di pesta nanti mereka semua akan lihat kalau kamu jauh lebih cantik aslinya di bandingkan di foto portofolio kamu itu.” Nilam sedikit tersipu, ia senang di katakana cantik.

              “Tapi apa enggak terlalu merepotkan bu? Biaya hidup saya aja sampe sekarang masih ibu tanggung. Ngerayain pesta ulang tahun di hotel itu pasti butuh biaya banyak.”

              “Enggak masalah, atau kalau kamu merasa terbebani kamu bisa menganggap itu semua sebagai hutang.” Nilam terlalu polos untuk bisa melihat sebaris senyum licik di bibir Darmi.

              “Kamu bisa melunasinya setelah mulai bekerja nanti.”

              “Iya bu, saya pasti akan ngeganti semua kalau udah mulai bekerja nanti.”

              “Yah, saya harap kamu enggak akan pura-pura lupa nanti.” Nilam menggelengkan kepala kuat, perempuan itu meyakinkan Darmi kalau ia bukan manusia tidak tau diri seperti itu.

***

              “Coba yang ini.” Nilam mengambil gaun yang pilihkan Rara, mereka sedang berada di pusat perbelanjaan sekarang.

              “Eng, enggak ada model yang lain Ra?”

              “Loh, kenapa. Enggak suka sama gaun yang ini?”

              “Eng, terlalu terbuka enggak sih?”

              “Hahahaha, astaga Nilam. Enggak, percaya gue. Lo pasti cantik banget pake gaun ini.” Nilam mengamati lagu gaun pilihan Rara, gaun itu tidak berlengan dan hanya memiliki satu tali tipis di pundak. Panjangnya memang sampai mata kaki, tapi belahannya nyaris setengah paha.

              “Di coba Nilam.”

              “Haah, oke.” Nilam masih terus mengamati gaun pilihan Rara, gaun di tangannya benar-benar sangat terbuka. Perempuan itu sama sekali tidak mengerti kenapa orang kota yang memiliki banyak uang suka sekali mengenakan pakaian seperti ini.

              “Ck, susah lagi.” Ritsleting gaunnya menyangkut.

              “Haah, Ra! Rara, kamu di luar kan? Bisa tolong bantu saya?” Tidak ada jawaban.

              “Ra!”

              “Kenapa Nilam?” Itu bukan suara Rara, Nilam yakin sekali kalau suara temannya itu tidak seberat itu.

              “Nilam?”

              “Eng, Nik?” Nilam hanya asal menebak, tapi seseorang di luar sana justru mengiyakan.

              “Kamu kok di sini, Rara mana?” 

              “Kebetulan lewat terus liat Rara, ternyata dia bareng sama lo.”

              “Iya, Raranya mana sekarang?”

              “Ke kamar mandi sebentar.” Nilam menggigit bibirnya, ritsleting gaunnya masih menyangkut.

              “Nik, boleh minta tolong panggilin mba penjaganya?”

              “Kenapa, lo butuh sesuatu?” Nilam ragu, tapi akhirnya ia mengatakan masalahnya.

              “Iya, ritsleting gaunnya nyangkut.”

              “Ah, sini biar gue bantu.”

              “Eh, jangan!” Nilam menahan tirai yang menutupi ruang ganti saat Nik berusaha membukanya, bisa di bilang saat ini perempuan itu sedang dalam keadaan setengah telanjang. Nilam tidak akan membiarkan Nik melihatnya dalam kondisi seperti itu.

              “Mereka semua sibuk Nilam, bukan cuma lo yang harus mereka layanin.”

              “Kalau gitu nunggu Rara aja.”

              “Lama, bu Darmi bisa marah kalau kalian kelamaan di sini.” Nilam menggigit bibir bingung, karena perkataan Nik memang benar.

              “Oke, tapi kamu tutup mata.”

              “Gimana caranya gue bantu lo kalau sambil tutup mata?”

              “Pokoknya tutup mata!” Nilam keras kepala, setelah Nik menyetujui syaratnya barulah perempuan itu melepaskan tangannya dari tirai dan membiarkan laki-laki itu masuk ke bilik ruang ganti.

              “Gue udah tutup mata Nilam.”

              “Saya cuma mau mastiin kalau kamu enggak bohong.” Setelah memastikan Nik benar-benar menutup matanya Nilam berbalik mengarahkan punggungnya tepat di hadapan Nik.

              Nilam menahan napas, ketika jari-jari Nik mulai menyusuri punggungnya. Mungkin karena matanya terpejam Nik kesulitan menemukan letak ritsleting gaunnya, jari-jari laki-laki itu justru menyusri punggung telanjangnya sejak tadi.

              “Di sini Nik.” Nilam yang jengah akhirnya menuntun tangan laki-laki itu.

              “Lumayan.” Nilam mengeryitkan dahi, tidak mengerti dengan ucapan Nik.

              “Dengan ukuran sebesar itu, lo pasti bakal bisa muasin klien lo nanti.”

              “Nik!” Nilam langsung berbalik badan meski gaunnya belum benar-benar terpasang perempuan itu terkejut karena ternyata sejak tadi Nik membohonginya. Laki-laki itu membuka matanya dan melihat seluruh tubuh bagian atasnya yang terbuka.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • NILAM (PELACUR IBU KOTA)   Prakata Dari Penulis Soal Perubahan Cerita

    Hai temen-temen, sebelumnya saya minta maaf atas ketidak nyamanannya. Tapi beberapa hari lalu saya memutuskan untuk merevisi bab cerita Nilam agar lebih menarik dan enak untuk di baca :) semoga kalian akan menyukai versi cerita yang baru sebagaimana kalian menyukai versi sebelumnya :)Ada beberapa sedikit perubahan, dan sekarang sedang di tinjau oleh editor. Kemungkinan perubahan bisa di liat hari senin atau hari selasa, semoga kalian bisa tetep menikmati ceritanya :)SalamminipauHai temen-temen, sebelumnya saya minta maaf atas ketidak nyamanannya. Tapi beberapa hari lalu saya memutuskan untuk merevisi bab cerita Nilam agar lebih menarik dan enak untuk di baca :) semoga kalian akan menyukai versi cerita yang baru sebagaimana kalian menyukai versi sebelumnya :)Ada beberapa sedikit perubahan, dan semoga kalian bisa tetep menikmati ceritanya :)Salamminipau

  • NILAM (PELACUR IBU KOTA)   Akhir Si Pelacur Ibu Kota

    “Hati-hati sayang turunnya.” Seorang perempuan mengulurkan tangan, membantu balita berusia lima tahun turun dari mobil yang di tumpanginya. “Kita mau ngapain bu, kok ke sini lagi?” “Jenguk temen ibu dulu ya.” “Temen ibu masih sakit ya? belum sembuh-sembuh?” si anak bertanya dengan suara khasnya. “Iya, makanya masih kita tengok di sini. Ana udah bawa sup yang kita bikin di rumah kan?” “Udah dong, nih.” Si anak mengacungkan rantang mungil dengan motif bunga-bunga. “Pinter,

  • NILAM (PELACUR IBU KOTA)   Selamat Datang Kembali Nilam

    Nilam gemetaran, laki-laki di luar sana memang Dewa. Ia sudah memastikannya berkali-kali. Yang tidak Nilam ketahui adalah bagaimana bisa Dewa mengetahui tempat persembunyiannya. Di tengah kekalutannya itu ponsel Nilam berdering, nama Ru muncul di layarnya. “Gimana, suka kejutannya?” “Ru, brengsek! Penghiakat lo, gue udah kasih uang sesuai sama yang lo minta!” “Lo enggak akan ngerti Nilam, lo enggak akan ngerti. ini semua bukan soal uang, tapi dendam. Lo enggak bisa egois kan? Hidup bahagia sendirian sementara orang-orang yang udah ngebantu lo hidup menderita.” “Apa maksud lo?!” &n

  • NILAM (PELACUR IBU KOTA)   Hai Nilam, Kita Ketemu Lagi

    Dewa sedang sibuk menggoda bayinya yang sekarang sudah tumbuh dengan sangat sehat ketika kepala pelayan datang, laki-laki itu mendelik sebal karena waktu bermainnya dengan sang putri harus terganggu. “Saya udah bilangkan, saya enggak suka di intrupsi waktu lagi main sama Ghiana.” “Maaf pak, tapi di depan ada yang nyari bapak dan ngotot mau ketemu.” “Kamu enggak bisa ngusir dia? Harus saya yang turun tangan langsung ngurus beginian?!” Desis Dewa dengan sebal, jika tidak ada Ghiana di dekatnya laki-laki itu pasti sudah menghajar kepala pelayan yang menurutnya sudah sangat tidak kompeten itu. “Laki-laki itu bilang, dia bawa informasi yang selam

  • NILAM (PELACUR IBU KOTA)   Lo, Enggak Akan Bilang Kan?

    Setelah memastikan pintu dan pagar rumahnya terkunci sebelum berjalan menyusuri gang kecil menuju tempat kerjanya yang baru, warung kelontong milik bu Retno. “Mau berangkat kerja Nilam?” “Ah iya bu, mari.” Nilam malas berbasa basi, karena itu ia langsung melangkah pergi. Perempuan itu sama sekali tidak peduli pada segerombolan ibu-ibu kurang kerjaan yang sibuk menggosipkannya. Nilam sampai di toko kelontong dan terkejut mendapati bu Retno sudah berdiri depan pintu roling. Nilam sedikit curiga karena tidak biasanya perempuan itu datang sepagi ini. “Nilam, akhirnya

  • NILAM (PELACUR IBU KOTA)   Setelah Tragedy

    “Jangan lupa jadwal periksa kamu Nilam, Dewa udah wanti-wanti saya sejak jauh-jauh hari.” Bu Darmi langsung pergi setelah menyampaikan pesan tersebut, sejak malam itu Dewa memang tidak lagi pernah datang mengunjungi Nilam dan selalu menggunakan bu Darmi sebagai perantara komunikasi mereka. “Haah, alat ini bener-bener nyiksa!” Nilam melemparkan bantal-bantalan pemberian Ru ke atas ranjang setelah bu Darmi keluar dari kamarnya. Belakangan Nilam merasa tubuhnya tidak enak, ia sering merasa kembung dan juga begah. “Nih, obat lo.” Rara masuk dan kemudian langsung mengunci pintu begitu melihat Nilam tidak mengenakan bantal kehamilannya. “Nilam! lo nih kebiasaan, teledor. Kalau bu Darmi tiba-tiba masuk gimana?!” “Ck enggak akan, bu Darmi sekarang males banget ketemu gue. Kalau bukan untuk ngurusin urusan gue sama Dewa dia enggak akan dateng.” “Tapi tetep aja, lo harus lebih

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status