“Begini Ajeng. Kalau kamu mau mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi, maka kamu harus tenang dulu, Nak. Baru akik akan memberitahumu semua apa yang akik tahu.”
Aku pun kemudian mengangguk mendengar penuturan Ki Joko, dan pria yang sudah sangat berumur itu kemudian menceritakan kepadaku kebenaran yang selama ini tidak aku ketahui dan bagaimana aku bisa menjadi pengantin Pangeran Dayu.
“Jadi bapak selama ini kaya raya karena pe –pesugihan, Ki?” tanyaku terkejut dengan apa yang baru saja aku dengar, dan aku tidak bisa mempercayai semua ini.
“Iya Ajeng, dan itu sudah bapakmu lakukan sejak lama, dan akiklah orang yang memberitahu bapakmu tentang Pangeran Dayu.”
“Terus ibu? Apa ibu juga tahu dan mengikut apa yang bapak lakukan, Ki?”
“Apakah pada saat pernikahanmu malam itu dengan Pangeran Dayu ibumu tidak hadir, Ajeng?”
“Ibu, ibu … hiks hiks hiks.
Aku benar-benar tidak bisa meneruskan kata-kataku bila mengingat wanita yang melahirkanku itu, dan aku pun akhirnya menghapus air mataku dan mengatakan kepada Ki Joko bahwa ibu ada dalam acara itu.
“Jadi ibumu juga hadir, Ajeng?” tanya Ki Joko terkejut.
“Iya Ki, ibu hadir dalam acara itu. Tapi yang membuat Ajeng heran, ibu awalnya menangis melihat Ajeng akan menikah dengan Pangeran Dayu, tapi setelah itu ibu terlihat bahagia. Bahkan, ibu juga tersenyum melihat Ajeng menikah dengan Pangeran Dayu,” jelasku.
“Itu karena ibumu dalam pengaruh Pangeran Dayu, Ajeng. Kamu pun juga begitu.”
“Maksud Kakek?” tanyaku binggung.
“Selama acara utama pernikahanmu dengan Pangeran Dayu, dia membuatmu tidak sadarkan diri, Ajeng. Sehingga kamu menurut kepadanya dan tidak akan ingat dengan apa yang dia lakukan selama acara itu.”
“Me –memangnya apa yang dia lakukan kepadaku, Ki?”
Ada kengerian di dalam hatiku ketika aku menanyakan hal itu kepada Ki Joko, dan pria tua yang ada di hadapanku saat ini kemudian menatap istrinya, dan istrinya kemudian mengangguk.
“Dalam acara utama itu, kalian di mandikan air kembang dari aliran air yang ada di goa itu, kemudian dia—,” jelas Ki Joko terlihat ragu untuk melanjutkan apa yang dia katakan. Bahkan Ki Joko juga sempat menatap istrinya lagi.
“Dia apa, Ki?” tanyaku penasaran.
“Dia menunjukkan wujud aslinya dan menikahi kamu dengan cara bangsanya, Ajeng.”
Aku yang tidak mengerti maksud ucapan dari Ki Joko kemudian bertanya secara detail proses pernikahan itu dan betapa terkejutnya aku ketika akik menjelaskan semuanya kepadaku, dan wujud Pangeran Dayu sebenarnya.
Karena seingatku pada saat acara pernikahan itu setelah menatap mata dari Pangeran Dayu, dia terlihat sebagai sosok pria yang sangat tampan dan sempurna. Bahkan wujud ular seperti yang akik katakan tidak ada, dan dia sama seperti manusia pada umumnya.
“Nak Ajeng, selain acara utama itu. Apakah kamu dan Pangeran Dayu sudah melakukan berhubungan suami istri?” tanya kakek tiba-tiba, dan itu mengejutkanku.
“Ma –maksud, Akik?”
“Maksud akik, apakah kalian sudah melakukan hubungan layaknya suami istri di kamar pengantin setelah acara utama pernikahan itu?,” jelas Ki Joko mengulangi pertayaannya.
“Ajeng tidak tahu, Ki. Karena seingat Ajeng setelah menatap Pengeran Dayu, Ajeng hanya ingat Ajeng menikahi pria tampan. Setelah itu tidak ingat apa- apa sampai Mas Budi menemui Ajeng di dalam kamar.”
“Budi menemuimu di dalam kamar? Kamar pengantin?” tanya Nek Imah tiba-tiba.
Aku hanya tercengang mendengar pertanyaan Nek Imah. Bagaimana bisa Nek Imah bilang itu kamar pengantin, tetapi setelah aku ingat-ingat lagi. Kamar yang aku tempati untuk ganti baju itu memang terlihat seperti kamar pengantin.
“Ni, cepat periksa tubuh Ajeng, akik akan tunggu di luar,” ucap Ki Joko tiba-tiba, dan itu membuatku binggung dan juga merasa aneh.
“Memeriksa tubuhku? Memangnya ada apa dengan tubuh Ajeng, Ki?” tanyaku sambil menatap Ni Imah dan Ki Joko.
“Ni, mengapa Ni Imah harus memeriksa tubuh Ajeng?” tanyaku penasaran ketika dua orang tua yang ada di hadapanku itu tidak langsung menjawab pertanyaanku, dan itu membuatku semakin binggung dan juga panik.
“Seperti apa yang saya katakan sebelumnya, Cempaka. Bila kamu melewati pintu itu, maka kamu harus memilih. Kamu atau masmu yang akan hidup?” jawab Tuan Wisesa mengulangi pertanyaannya.“Ayah—,” ucap Dimas. Namun ayahnya segera menghentikannya dengan memberi isyarat.“Apa saya harus melakukannya, Tuan?” tanyaku yang masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar.Pertanyaan yang Tuan Wisesa berikan benar-benar di luar dari perkiraanku. Bagaimana bisa dia bertanya seperti itu ketika Mas Budi atau Wirya tidak sadarkan diri. Apakah ini ada hubungannya dengan Pangeran Dayu?“Harus! Karena hanya itu saja yang bisa saya lakukan untuk meneruskan keturunan kalian,” tegas Tuan Wisesa membuatku tidak bisa berpikir.“Ma –maksud, Tuan?”“Ketika saya memutuskan untuk menyelamatkan kalian, ada hal yang harus digantikan untuk mengakhiri penjanjian terlarang itu, dan ayahmu s
“Cukup, Yah! Jangan—,” cegah ibu Dimas menghentikan suaminya. Namun Tuan Wisesa langsung menghentikan tindakan istrinya dengan memberi isyarat tangan.Ibu Dimas yang tadinya seperti menentang suaminya langsung terdiam begitu suaminya memberi tanda. Wanita itu seperti tidak berdaya bila suaminya seperti itu.“Jangan ada yang berani berbicara atau menyela apa yang saya katakan lagi. Bila tidak, jangan salahkan saya bila kalian tidak bisa berbicara lagi setelah itu!” ancam Tuan Wisesa.Mendengar ancaman Tuan Wisesa semua orang terlihat takut, termasuk aku. Tapi aku juga ragu apakah ancaman dari pemilik rumah ini benar-benar akan menjadi nyata atau tidak bila ada orang yang melanggarnya. Bila itu benar terjadi, itu artinya Tuan Wisesa bukan hanya kaya raya, tapi dia juga bukan orang biasa.“Cempaka, Wirya, saya tahu ini akan mengejutkan kalian berdua. Tapi ini adalah kebenarannya, dan kalian berhak tahu semua ini. Kalian be
“Iya, bukti. Tanpa bukti kalian tidak bisa menuduh keponakankan melakukan hal yang kalian tuduhkan,” ujar ibu Dimas dengan lantang.Semua orang hanya diam ketika ibu Dimas berkata seperti itu. Namun ayah Nirmala tiba-tiba mendekati istri Tuan Wisesa itu, dan mengatakan kepadanya bahwa dia akan menunjukkan bukti yang dia minta.Tegang dan bertanya-tanya, mungkin itu yang ada dalam pikiran beberapa orang yang ada di sini, termasuk aku. Hal itu terlihat dari raut wajah mereka ketika melihat perdebatan antara kakak beradik itu.“Bukti itu ada di sini dan saya akan mengatakannya di depan kalian semua,” ujar ayah Nirmala tak kalah lantang dengan ibu Dimas.Ketegangan semakin terasa ketika ayah Nirmala mengatakan hal itu. Pria itu diam sejenak sambil menatap keluarganya, terutama kedua anaknya. Entah apa yang ada dalam benaknya saat ini, yang pasti itu bukan sesuatu yang mudah, dan itu terlihat sekali dari sorot matanya yang menampakkan k
Aku yang masih membeku kemudian berbalik dan menatap semua orang yang ada di dalam ruangan ini. Mereka semua menatapku dengan tatapan yang tidak bisa aku artikan, dan itu membuatku sangat tidak nyaman.“Mas Wisesa, apa maksud mas? Memangnya siapa Cempaka itu? Dan apa hubungannya dengan semua ini?” tanya ayah Nirmala memecah keheningan di antara kami semua.Tuan Wisesa bukannya menjawab pertanyaan adik iparnya, tapi dia malah menatapku dan mendekatiku. Ayah Dimas itu lalu mengajakku untuk kembali ke tempatku semula dan dia mengenalkanku kepada kedua orang tua Nirmala bukan sebagai pelayan rumah ini. Melainkan sebagai wanita yang seharusnya memang menikah dengan Dimas.Mendengar hal itu membuatku sangat terkejut. Bukan hanya aku, tapi semua orang yang ada di ruangan ini. Bahkan aku yang masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar berusaha untuk memahami itu semua, tapi aku tetap tidak mengerti.“Apa maksud Mas Wisesa?” tanya ayah Nirmala memecah keheningan di antara kami semua.“Apa
“Ayah, tidak usah membahas hal ini lagi. Nirmala sudah menerima keputusan Dimas. Jadi kita tidak perlu memperpanjang masalah ini,” ujar Nirmala masih sambil berdiri dan menatap kami semua secara bergantian.“Nirmala, apa maksudmu nak? Bagaimana bisa kamu berkata seperti itu? Bukankah kamu ingin menjadi istri Dimas?” tanya ibu Nirmala terlihat heran.Bukan ibu Nirmala saja yang dibuat heran dan binggung, tapi kami semua yang ada di sini. Bagaimana bisa dia mengatakan menerima keputusan Dimas dengan semudah itu. Mencurigakan!“Benar Nirmala ingin menjadi istri Dimas. Tapi …,” Nirmala menggantung jwabannya dan menatapku sesaat, “Dimas tidak mencintai Nirmala, Bu. Dimas mencintai Cempaka, wanita yang duduk di samping Dimas saat ini,” lanjut Nirmala.“A –apa? Maksudmu pelayan wanita itu, Nirmala?” ucap ibu Nirmala terlihat terkejut.“Bulek!” bentak Dimas tiba-tiba
“A –ayah,” ucap Birawa terlihat terkejut.Pria yang baru saja datang itu terlihat sama terkejutnya seperti Birawa. Wajahnya yang hampir mirip dengan istri Tuan Wisesa tampak dingin menatap putranya itu, dan tak lama seorang wanita tiba-tiba muncul di belakang pria yang masih berdiri di depan pintu menatap dingin Birawa.“Birawa, kamu di sini nak?” ucap wanita tua itu dengan wajah yang tidak bisa aku artikan.Tapi wanita itu tidak bersikap dingin seperti ayah Birawa yang masih saja membeku. Wanita itu kemudian melangkah untuk mendekati Birawa. Namun pria yang bergelar ayah Birawa segera menahannya.“Ingat tujuan kita datang kemari!” tegas ayah Birawa sambil melirik wanita yang sepertinya istrinya.“Itu orang tua Nirlama dan Birawa,” bisik Damar tanpa aku tanya.Aku yang sudah menduga hal itu hanya diam, dan tidak menanggapi apa yang adik Dimas itu katakan. Walaupun awalnya aku cukup terkej
Aku dan semua orang yang ada di tempat ini langsung menoleh ke arah sumber suara yang sudah mengejutkan kami. Nirmala berdiri dengan raut wajah sangat marah menatap Dimas hingga guratan otot di lehernya terlihat dengan jelas.“Kembali ke kursimu, Nirmala!” bentak Tuan Wisesa tak kalah nyaringnya dengan apa yang Nirmala lakukan. Bahkan aku saja sampai takut mendengarnya.Tapi wanita itu masih saja berdiri dan mengabaikan apa yang Tuan Wisesa katakan. Bahkan ibu Dimas yang duduk di sampingnya sampai berdiri untuk menenangkannya. Namun wanita itu masih saja tidak mau duduk sambil menatapku dan Dimas secara bergantian seperti akan menerkam kami.“Dengar, Dimas. Aku tidak menerima ini semua. Aku mencintaimu, dan hanya aku yang pantas menjadi istrimu!” tegas Nirmala.“Nirmala!” bentak Dimas yang kini berdiri dengan wajah memerah.Melihat perseteruan antara Dimas dan Nirmala membuat suasana ruangan ini mencekam. Hal ini
“Tenang saja Nirmala, semua akan baik-baik saja. Kamu akan menikah dengan Dimas, dan bude sendiri yang akan membuat hal itu terjadi,” ucap ibu Dimas sambil mengusap punggung Nirmala yang kini tengah menunjukkan wajah seperti teraniaya.Nirmala yang menunjukkan wajah sedih mengangguk menjawab apa yang ibu Dimas katakan. Mereka berdua kemudian melangkah mengikuti Tuan Wisesa. Sedangkan aku memilih untuk bersembunyi terlebih dahulu, daripada menampakkan batang hidungku di depan mereka. Karena mereka pasti tidak akan menyukainya.“Apa sudah bisa saya mulai?” ucap Tuan Wisesa sambil menatap sekitar.Semua orang yang ada di ruangan ini hanya mengangguk. Aku yang berdiri di pojokan hanya bisa menunduk, hingga Tuan Wisesa kemudian memintaku untuk bergabung bersama dengan mereka semua yang sedang duduk bersama, dan itu membuatku terkejut.“Kemarilah, Cempaka. Tidak perlu takut,” ucap Tuan Wisesa lagi.Semua mata memandangku tidak suka ketika pemilik rumah ini memintaku untuk mendekat, kecuali
Di dalam ruangan di mana aku berdiri saat ini sudah seperti ruang persidangan saja. Karena yang ada di dalam ruangan ini bukan hanya aku dengan Tuan Wisesa saja, tapi juga ada Dimas, Nirmala, Wirya dan beberapa orang lainnya yang tidak aku kenal.“Saya harap tidak ada yang berbicara ketika saya berbicara dengan Cempaka? Bila ada, maka silahkan keluar dari ruangan ini!” tegas Tuan Wisesa menggelegar ke seluruh ruangan.Semua orang yang ada di ruangan ini tidak ada yang menjawab atau membatah pemilik rumah ini. Mereka semua hanya menunduk sebagai tanda mengerti.Setelah itu Wirya dan beberapa orang pengawal yang ada di dalam ruangan ini kemudian keluar dan menutup pintu ruangan ini. Kini tinggal aku dan Keluarga Wisesa saja yang berada di dalam ruang tertutup ini.“Apa kamu tahu Cempaka mengapa saya memanggilmu ke sini?” tanya Tuan Wisesa.“Ti –tidak tahu, Tuan.” Jawabku dengan menunduk.“Kalau b