Share

Bab 9

Jason menyipitkan matanya dan menyadari kalau emosi Aluna ternyata semakin lama semakin buruk. Aluna yang dulu selalu berbicara dengan lemah lembut. Sekarang, dia akan marah hanya karena dibangunkan dari tidurnya.

Akan tetapi, lelaki itu tidak marah. Melainkan dia menatap Aluna dengan senyuman sinis. Dia tertawa dingin sambil berkata, “Akhirnya nggak pura-pura lemah lembut lagi?”

Aluna mengalihkan tatapannya dengan hati yang terasa sesak dan sakit. Dulu dia ingin menjaga hubungan pernikahannya dan ingin meluluhkan hati Jason. Oleh karena itu, dia bersikap seperti seorang istri impian dan bersikap lembut.

Namun, meski dia melakukannya dengan baik, Jason tidak akan pernah bisa berpaling padanya. Lelaki itu justru terus menyakitinya berulang kali. Sekarang dia sudah kecewa dan tentu saja sudah tidak ada kesabaran apa pun.

“Bilang saja kalau ada urusan, kalau nggak, silakan keluar!” ujar Aluna dengan dingin.

Jason diam dan menatap perempuan itu. Bola matanya yang gelap seakan ingin membaca seluruh pikiran Aluna. Dia menebak apa rencana perempuan itu selanjutnya.

“Jason ….”

“Tidur di kasur!” kata Jason sambil memalingkan tatapannya. Dengan nada bicara yang terdengar kesal dia berkata, “Aku nggak mau Mama tahu kita nggak tidur satu kasur.”

Setelah itu, dia membuka pintu secara perlahan dan pergi. Aluna mengelus dadanya dan menertawakan kepolosannya.

Setengah kalimat Jason di awal tadi membuatnya merasa lelaki itu perhatian padanya. Untung kalimat selanjutnya diucapkan lelaki itu dengan cepat. Jika tidak, kemungkinan dia tidak akan bisa mengendalikan ekspresinya. Sungguh memalukan!

Aluna bangun dengan perlahan. Dia melipat selimut yang digunakan Jason sebelumnya dan menyimpannya dalam lemari. Kemudian dia meletakkan selimut dan bantal miliknya ke kasur. Aluna berbaring telentang tanpa ada rasa kantuk lagi.

Sekitar pukul setengah tujuh, perempuan itu bangkit dan memutuskan untuk bersih-bersih. Setelah selesai menggosok gigi, dia melihat ada seseorang di kamarnya. Orang itu adalah Lili.

Dengan ramah perempuan itu bertanya, “Kenapa bangunnya pagi sekali?”

Awalnya Lili ingin masuk untuk melihat kedua pasangan itu ketika di kasur, tetapi dia hanya mendapati kasur yang sudah kosong. Aluna mencari sebuah alasan dan berkata, “Dua hari terakhir aku tidur terus sampai pegal. Hari ini ingin bangun lebih awal.”

Raut penuh kelelahan di wajah Aluna tidak bisa ditutupi sama sekali. Lili melihat itu dan hatinya terasa berat. Dia orang yang berpengalaman dan raut wajah Aluna cukup menggambarkan bahwa kemarin malam, mereka berdua tidak akur.

Dia mencoba menyembunyikan pertanyaan di benaknya dan menarik tangan Aluna sambil tersenyum dan berkata, “Jarang-jarang Mama bisa bangun pagi. Mau jalan-jalan di luar?”

Aluna selalu menyetujui permintaan orang-orang yang baik padanya, sehingga dia berkata, “Aku tukar baju dulu.”

Kedua mertua dan menantu itu mengelilingi danau yang ada di sekitar vila. Ketika kembali, Bi Asih sudah selesai menyiapkan sarapan. Setelah selesai menghabiskan sarapannya, Aluna melangkah ke ruang tengah.

Lili menarik Bi Asih ke dapur dan bertanya, “Bagaimana?”

“Kasur mereka bersih,” ujar Bi Asih dengan berat hati sambil menggelengkan kepala.

Lili menghela napas berat. Ternyata tebakannya tepat.

“Sifat Bu Aluna baik dan dia juga cantik. Den Jason yang sering pulang dan lambat laun pasti akan jatuh hati,” kata Bi Asih menenangkan.

Perempuan paruh baya itu menggelengkan kepalanya dalam diam. Kemungkinannya sangat kecil karena dia sangat mengerti Jason. Meski selama beberapa hari ini dia memaksa putranya untuk di rumah, begitu Lili pergi maka Jason akan memberontak semakin hebat,

“Jason nggak bisa melihat! Aluna itu cantik dan semuanya unggul. Yang paling penting Aluna sudah menyukainya dari kecil. Bisa-bisanya anak itu nggak jatuh hati. Nggak bisa dibiarkan! Saya harus cari cara lain!” kata Lili sambil berjalan bolak-balik dengan gusar.

“Bu, lebih baik dibiarkan saja jalan sebagaimana mestinya,” ujar Bi Asih agar tidak semakin memperdalam dendam mereka berdua. Lili merasa ragu karena jika dibiarkan saja, kemungkinan menantunya juga akan menghilang.

Sore harinya, Aluna menerima telepon dari Tina yang menyampaikan bahwa surat perceraian mereka sudah selesai disiapkan. Tina mengirimkannya pada email Aluna agar bisa dibaca oleh perempuan itu terlebih dahulu. Jika tidak masalah, maka dia akan mencetaknya dan menandatangani.

“Terima kasih, Tina. Setelah cerai, aku akan traktir kamu makan,” ujar Aluna dengan penuh lega.

“Kamu bereskan dulu proses perceraianmu dan menjauh dari lelaki itu. Aku jamin akan mencarikan lelaki yang jauh lebih baik dari Jason.”

“Tunggu selesai cerai baru dibahas.”

Aluna memutuskan sambungan telepon dan mulai membuka surat cerai yang baru dikirimkan sahabatnya itu. Dia tidak memperhatikan sosok Lili yang tidak jauh di belakangnya. Perempuan itu tampak terkejut dan sedih.

Ternyata Aluna sudah siap-siap untuk cerai?

Jason kembali cukup larut. Lili meminta Bi Asih mempersiapkan makan malam dan setelah itu menarik Jason ke arah balkon.

“Ada yang mau Mama tanyakan.”

“Katakan saja, Ma,” ujar Jason.

“Kamu bersedia cerai?” tanya Lili.

Kening Jason berkerut ketika mendengarnya. Apakah Aluna mengatakan sesuatu di hadapan ibunya? Atau mungkin dia sengaja mencari tahu dirinya?

Diamnya Jason membuat Lili sedikit panik dan berkata, “Bicara! Kamu bersedia cerai atau nggak?”

Ibu lelaki itu tampak menginginkan sebuah jawaban. Jason menghidupkan sebatang rokok dan menjawab, “Nggak mau.”

“Sungguh? Kamu nggak mau cerai?” tanya Lili dengan wajah cerah.

Aluna menyukai Jason, tetapi dia hanya kecewa dan terluka. Karena Jason juga tidak ingin cerai, maka sebagai ibu, Lili akan membantu putranya. Dia menepuk lengan Jason sambil berkata, “Mama tahu kalau kamu nggak akan bisa menyakiti Aluna yang begitu baik.”

Setelah itu dia berjalan masuk. Jason memutuskan untuk menghabiskan rokoknya di balkon. Dia sangat mengerti dengan sifat ibunya. Lili sangat menyukai Aluna dan sangat mengharapkan dia dan Aluna memiliki pernikahan yang bahagia. Jika dia mengatakan ingin bercerai, Lili pasti akan langsung mencari Julie.

Oleh karena itu, Jason memilih untuk memberikan jawaban yang berkebalikan. Setelah satu batang rokok sudah habis, makan malam juga sudah selesai disiapkan.

Setelah selesai makan malam, Lili memberikan satu gelas susu pada Jason dan berkata, “Habiskan susunya biar tidurnya nyenyak.”

Sekarang Jason hanya ingin mengikuti keinginan Lili agar ibunya bisa segera pulang untuk menemani ayahnya. Oleh karena itu, dia tidak menyadari senyuman penuh arti perempuan itu. Dalam satu kali tegukan, dia menghabiskan susu yang ibunya berikan.

“Berikan ini pada Aluna, biar dia cepat sembuh,” ujar Lili sambil memberikan satu gelas lagi pada Jason.

Lagi-lagi ibunya meminta dia mengantarkan sesuatu agar dia dan Aluna bisa berduaan. Dia sangat mengerti dengan rencana ibunya. Lelaki itu menerima gelas yang berisi susu dan melangkah naik.

Aluna sudah selesai membaca semua isi surat perceraiannya. Dia pastikan Jason akan langsung menyetujuinya setelah membaca isi surat tersebut. Pintu kamar dibuka oleh Jason dan dia mendapati sosok Aluna tengah duduk bermalasan di sofa.

Cahaya menerpa diri perempuan itu dan memberikan kesan lembut. Aluna mengenakan terusan panjang berwarna putih dengan rambut yang digerai. Penampilannya memberikan kesan damai. Detik itu juga, sebuah pemikiran aneh melintas di benak Jason.

Seakan sosok Aluna yang licik di ingatannya dihancurkan oleh perempuan itu. Mendadak Aluna terlihat begitu menyenangkan, cantik dan elegan. Perasaan tersebut membuat Jason mendekatinya secara perlahan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status