Share

Bab 3

“Ya, memang bukan obat tapi bisa membantu.” Mimik wajah Drogo membaik, Sanchia senang melihatnya. Setidaknya wajah datar lebih baik dari pada raut wajah kesal yang kentara.

“Apa yang kamu inginkan?” Perempuan itu tersenyum tipis, Drogo tidak pernah salah membaca motif seseorang. Itu yang membuat Sanchia menyukainya.

“Tidak banyak, hanya segelintir informasi.”

Ya, segelintir, dia hanya perlu sebuah petunjuk yang berharga. Yang sama berharganya dengan rahasia yang dia miliki.

Jika tidak untuk mendapatkan keuntungan dan mendesak Sanchia akan berpikir ribuan kali untuk melakukan hal berbahaya semacam ini. Dia harus membayar mahal untuk bantuan yang tidak seberapa pada lelaki itu.

“Informasi? Kasus beberapa hari yang lalu?” tanyanya menimbang-nimbang. Di lihat dari sudut mana pun lelaki dewasa itu tengah bimbang. Akan sangat aneh jika dia tidak bimbang karena informasi yang Sanchia inginkan adalah hal sensitif yang bisa menjadi bom waktu.

“Benar sekali, jadi informasi apa yang Paman tahu?” Sanchia tersenyum tipis, berusaha setenang mungkin. Dia sudah memprovokasi Jenderal Hantu hingga sejauh ini. Dia hanya berharap lelaki itu tidak mematahkan lehernya karena bersikap sembarangan.

Bagaimana pun juga di masa lalu, Drogo adalah lelaki yang bertindak tanpa menggunakan perasaan. Terkecuali untuk saudara perempuannya, Leffeda.

Drogo tersudut, tidak bisa menemukan jalan tengah, otaknya terasa buntu. Dia iba namun, terasa sulit mengiyakan tawaran Sanchia. Sesekali dia melirik kenalannya itu dari ekor matanya, raut wajah pucat disertai rintihan kecil dengan tubuh yang menggigil.

Lelaki asing itu benar-benar mempengaruhi Drogo, Sanchia tersenyum tipis melihat hal tersebut.

“Bantu dia dan Paman akan memberitahu beberapa informasi padamu,” ucap Drogo menghembuskan napasnya pelan. Sedikit informasi, dia bisa merelakannya meskipun enggan.

Sanchia menggelengkan kepalanya, dia tidak menginginkan beberapa informasi, tapi semua. Beberapa informasi tidak akan cukup membayar pengorbanannya. Bilang saja dia serakah, Sanchia tidak peduli. Semuanya setimpal.

Drogo terlalu banyak pertimbangan, lelaki itu tidak akan membiarkannya bertindak sendiri dalam membalas dendam. Akan ada banyak pihak yang terlibat dan tentunya akan sangat berbahaya.

Bahkan negara pun bisa terlibat di dalamnya dan kemungkinan terburuknya adalah perpecahan antar wilayah. Pemberontakan tidak akan terelakkan.

“Semua atau tidak sama sekali, kita memang cukup dekat tapi semuanya memiliki bayaran yang sepadan. Iya atau tidak, itu keputusan Paman. Waktunya dua jam atau tawaran saya tidak ada artinya lagi.”

Sanchia pergi, meninggalkan Drogo yang terdiam sembari mengepalkan tangannya. Dia kembali terpojok, nyawa atau kesetiaan?

“Apakah bantuan sudah tiba?” tanya Sanchia pada Orella yang tengah mengawasi para prajurit yang tengah mengemas pangan yang sudah mulai menipis.

Sisa pangan hanya seperdelapan dari jumlah ruang kesediaan empat bulan ke depan. Sama sekali tidak akan cukup bahkan untuk tiga minggu ke depan. Selain prajurit mereka juga harus membagikan beberapa makanan untuk warga desa.

Mereka tidak bisa membiarkan saudara mereka mati kelaparan.

“Prajurit yang dikirim ke markas belum kunjung tiba dari beberapa hari yang lalu, Nona,” balas Orella seadanya. Dia tidak bisa berbicara banyak meskipun ingin. Otoritasnya tidak sebesar itu. Seorang buronan sepertinya harus bersyukur diberikan kebebasan bergerak, meskipun terbatas.

“Kirim beberapa prajurit terlatih sebagai mata-mata ke markas, jika ada yang mencurigakan segera laporkan,” perintah Sanchia.

Prajurit utusan tanpa kabar hanya ada dua kemungkinan pertama terbunuh di perjalanan dan kedua tertahan karena beberapa keadaan.

“Prajurit terlatih tidak bisa pergi, Nona. sebagian dari mereka terluka dan sebagian lagi menjaga keamanan, jika dikurangi formasi akan kacau dan bisa membahayakan.”

Prajurit terlatih di markas hanya ada empat kelompok yang terdiri dari dua belas orang masing-masing. Mereka bertugas menjaga pertahanan di setiap bagian markas.Sebagai pertahanan pertama benteng, merekalah yang memiliki luka serius.

Sanchia tidak memikirkan hal itu, kali ini dia salah langkah.

“Kalau begitu bersiaplah Orella, kamu akan menjadi mata-mata desa Odo. Awasi markas dan berikan kabar secepatnya, jika ada cela kamu bisa memberitahukan keadaan desa Odo pada komandan sayap kiri, Hann. Beliau adalah salah satu kepercayaan desa Odo, dia akan membantu.”

Kali ini Sanchia telah memikirkannya. Sebelum mengabdi pada desa Odo, Orella bekerja sebagai mata-mata. Tentu saja mengintai bukan pekerjaan yang sulit untuknya yang sudah berpengalaman.

Selain itu kemampuan Orella tidak bisa dianggap remeh, oleh karena itu dia termasuk salah satu buronan kelas berat.

“Saya akan menjalankan perintah, Nona.” Badan Orella membungkuk, hormat pada cucu dari salah satu tetua desa Odo sekaligus bangsawan dari keluarga kemiliteran.

Dia sangat menghormati Sanchia karena kakek perempuan itu dia bisa menghirup udara dengan bebas, tanpa perlu tercekat udara pengap penjara bawah tanah.

“Jangan terlalu mempercayainya, Sanchi. Dia bisa saja membelot,” ucap Lothar memandang tubuh Orella yang kian menjauh. Sedari awal Lothar sudah tidak menyukai Orella yang mendapatkan pengampunan dengan mudah.

Sanchia menolehkan kepalanya, memandang Lothar dengan senyum tipis, “Mereka juga berhak memiliki kesempatan untuk membuktikan diri Kak.”

Kata ‘Mereka’ yang Sanchia ucapkan tentu saja mengacu pada buronan atau penjahat yang mengharapkan kesempatan kedua.

Setiap orang bisa berubah, Sanchia percaya hal tersebut.

“Di saat genting seperti ini? Akan sangat merepotkan jika dia membelot,” ungkap Lothar masih dengan nada tidak setuju.

Selain tidak menyukai Orella lelaki itu juga sangat hati-hati dalam bertindak. Dia tidak ingin melakukan hal yang tidak dia yakini.

“Kakak tenang saja, Sanchi sudah mengurusnya.” Ucapan Sanchia tidak bisa menghilangkan kegelisahan Lothar, bukannya tidak percaya namun keadaan yang memaksanya.

Jika kehidupan desa dan luar benteng tidak sekacau ini. Mungkin Lothar akan mendengarkan dan berusaha mengabaikan rasa tidak nyaman di hatinya. Tapi, apa yang bisa dia lakukan jika keadaannya pelik seperti ini?

Kamp medis diperluas mengingat banyaknya korban luka-luka. Menurut data bahkan ada beberapa puluh prajurit yang harus tinggal di kamp prajurit karena tidak cukup tempat. Prajurit yang terluka lebih parah diobati terlebih dahulu dan prajurit dengan luka sedang serta ringan akan menunggu giliran.

Mata Sanchia membelalak, “Apa yang terjadi?!” tanyanya sembari teriak keras.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status