Share

Bab 7

Deru napas yang teratur itu membuat Kakek Aren menghela napas lega. Bagaimana tidak, setelah setengah jam bergulat dengan maut akhirnya Sanchi bisa mendapatkan oksigen untuk dihirup. Seolah katup paru-parunya kembali terbuka setelah tertutup rapat beberapa saat.

Dadanya tidak lagi sesak, begitu pun suhu tubuhnya berangsur normal. Perjuangannya tidak berakhir sia-sia.

“Istirahatlah dulu, Kakek akan meracik obat untukmu.” Kakek Aren mulai beranjak. Kondisi Sanchia lebih parah dari yang dia duga. Persiapan yang telah disiapkan pun tidak cukup untuk memulihkan tenaga perempuan itu.

“Kakek, bagaimana dengan lelaki itu?” tanya Sanchia lirih. Setelah berjuang dengan keras, dia tidak mengharap kegagalan. Sudah sejauh ini, akan sangat menyesakkan jika terjadi kesalahan dan berakibat fatal.

“Setelah bertukar nasib denganmu, apa yang bisa terjadi dengan lelaki itu? Meskipun terlambat ditangani dia akan sembuh cepat atau lambat!” balas Kakek Aren dengan nada tidak suka di ujung kalimatnya.

“Kakek benar, biarkan saja dia menanggung rasa sakit itu sendiri. Jika bukan karena kesepakatan mana mungkin Sanchi menanggung sakit semacam ini.” Wajah Sanchia muram, dia tidak berharap rasa sakitnya hingga ke tulang.

“Kamu, anak bodoh! Bagaimana mungkin kamu melanggar batas wajar. Seharusnya kamu tahu untuk tidak menggunakan Darah Neraka lebih dari satu kali. Jika tidak ada aku, apakah kamu masih hidup hingga saat ini?” maki Kakek Aren. Lelaki tua itu benar-benar marah.

Dahi Sanchia berkerut. “Mana mungkin? Ini yang pertama,” bantah Sanchia tidak terima.

“Apakah kamu tidak tahu?”

Sanchia menggelengkan kepalanya, dia tidak tahu apa pun. Di masa lalu, ketika dia merasa buruk dengan luka melintang di telapak tangannya. Orang tuanya mengatakan jika darahnya berharga, karena itu dia memiliki tanda istimewa.

Tidak ada yang tahu pasti mengapa demikian namun, seiring dengan berjalannya waktu Sanchia tahu dia memiliki darah langka yang dinamakan Darah Neraka. Darah yang hanya dimiliki oleh garis keturunan sah yang terpilih.

“Seharusnya Kakek tahu, mereka tidak akan memberi tahu kebenarannya. Sehingga kamu melakukan hal bodoh.” Kakek Aren menghela napas sekali lagi. Dia benar-benar tidak habis pikir. Kebiasaan generasi tua menyembunyikan masalah benar-benar membuat generasi muda kehilangan arah.

Kakek Aren memberikan semangkuk obat kepada Sanchia, alu berkata, “Tanda di tanganmu itu, jangan pernah menganggapnya sebagai tanda lahir atau semacamnya.”

Sanchia menatap luka di telapak tangannya. Darah hitam itu telah mengering namun, tidak akan pernah menutup. Luka lebar itu memang terlihat menyeramkan namun, itu tidak berarti apa-apa karena Sanchia sudah terbiasa.

“Saat itu, kondisi kerajaan tengah genting. Setelah perang besar yang merenggut dua orang pangeran dan paman raja. Pangeran yang merupakan adik kandung raja menderita luka parah yang diakibatkan oleh panah beracun.”

“Pangeran kritis, di ambang kematian. Tidak ada yang bisa menyelamatkannya kecuali Darah Neraka.”

“Darah Neraka adalah alternatif pengobatan terlarang. Selain mengorbankan nyawa, pemiliknya juga tidak terprediksi. Namun, lain cerita ketika peramal agung berkunjung dan mencetus identitas pemilih darah Neraka yaitu kamu yang masih berusia lima bulan.”

“Bayi perempuan yang hanya tahu menangis itu dikorbankan setelah membanjiri kediaman Carloman dengan darah bawahan yang setia.”

“Semua yang berada di kediaman Carloman dibantai dengan sadis, menyisakan kamu dan orang tuamu serta kakek, nenekmu yang memang telah berada di desa ini untuk diasingkan.”

“Luka di tanganmu itu adalah bukti nyata kisah ini dan kekejaman mereka yang duduk di singgasana.”

Sanchia terdiam, tidak bisa berkata-kata. Fakta besar ini mengejutkannya. Tidak heran, jika seluruh penduduk desa kurang menyukai kerajaan apa lagi raja.

Meskipun sebagian besar dari mereka adalah prajurit dan kesatria. Mereka tidak benar-benar ingin melakukannya. Ada sebagian besar orang memang ingin mendapatkan posisi yang baik untuk kehidupan dan tujuan khusus.

Tapi, Sanchia berbeda. Dia bertarung di medan perang dengan tulus. Semata-mata hanya untuk mengabdi. Rasa kasih dan baktinya pada kerajaan yang telah memberikan banyak berkah untuk mereka.

“Apakah Sanchia salah langkah selama ini?”

“Tentu saja! Bagaimana mungkin kamu tidak salah langkah.” Kakek Aren benar-benar tahu bagaimana menjawab.

“Kakek, ada beberapa hal yang tidak Sanchi pahami. Mengapa kakek dan nenek diasingkan? Apakah semua warga desa juga sama, diasingkan?”

“Semua orang di desa ini adalah mereka yang diasingkan. Mereka disingkirkan dari kota karena rasa iri dan upaya dalam menyingkirkan orang-orang setia raja terdahulu. Kakek, nenek, ayah dan ibumu adalah orang-orang yang setia. Tidak meninggalkan raja terdahulu meskipun beliau sudah turun dari singgasananya.”

“Untuk mempertahankan posisinya, raja sekarang harus membangun simpati rakyat dan memainkan sedikit intrik.”

“Kakek, bagaimana dengan masalah yang menimpa desa kita, apakah murni karena imbas perang atau sengaja untuk mengambil keuntungan?”

Kakek Aren mengalihkan tatapannya pada langit hitam yang kelam. “Terlalu cepat untuk menyimpulkan semuanya, Sanchi. Ada banyak hal yang tidak diketahui, ada beberapa hal yang terlihat dan juga ada yang tidak. Akan sangat mungkin kesalahan terjadi jika hanya mengandalkan pandangan satu sisi.”

“Kakek, apa maksud kamu sebenarnya? Beberapa saat lalu kamu menarik Sanchi kembali untuk balas dendam. Sekarang kamu tidak membiarkan Sanchi menyimpulkan beberapa fakta. Apa niat Kakek sebenarnya?” Mata Sanchia menggelap.

Tidakkah Kakek Aren tahu jika dirinya memahami trik yang telah lelaki tua itu mainkan. Sebenarnya, apa tujuan Kakek Aren muncul? Bukankah selama ini dia bersembunyi dengan kematian palsu? Mengapa terjadi kebetulan semacam ini?

“Huh, apa yang bisa Kakek lakukan? Tubuh ini sudah tua, napas pun sudah lemah. Tidak banyak hal yang Kakek inginkan dalam hidup ini.”

“Tapi, Nak, generasi tua hanya sisa beberapa, generasi muda tidak tahu apa-apa. Kakek selaku salah satu Tetua yang tersisa tentu harus memberikan penjelasan atas kesuraman yang kalian terima. Akan rasa sakit dan kehilangan yang kalian rasakan.”

“Generasi tua adalah pintu dan generasi muda adalah kunci.”

“Nak, tanpa informasi yang bisa di percaya kalian tidak bisa bergerak. Mata-mata dan pengkhianat bersebaran di mana-mana. Mereka memiliki wujud namun, tidak bisa dilihat dengan pandangan biasa.”

“Maksud Kakek ....”

“Ya, mungkin kamu benar, bisa juga salah. Sanchi, kamu satu-satunya murid dari anakku karena itu aku membantu kamu. Rendri sangat kagum dan bangga pada kamu, Sanchi. Dia berharap banyak untukmu.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status