BERSAMBUNG
Mahyudin terus memantau sang pemimpin kelompok ini, dia lalu berbisik ke Inara. “Hati-hati Din..?” sahut Inara, yang tak habis pikir dengan kenekatan pemuda ini.Mahyudin kini mengikuti kemana sang pemimpin ini berjalan sambil menenteng sebuah senjata berat.Dia agaknya sedang memantau situasi dan Mahyudin yang nekat mulai dekati orang ini.Sang pemimpin kelompok ini mulai memisahkan diri dengan kelompoknya yang sedang beristirahat.Entah apa yang di cari sang pemimpin ini, dia terus berjalan dan setelah agak jauh, dia mengeluarkan sebuat alat. Senjata berat ini dia letakan tak jauh dari badannya.Mahyudin dengan perlahan mendekati orang ini dan memandang apa yang dilakukan orang tersebut.Alat itu sepertinya penunjuk digital dan setelah di setting perlahan seperti menuju ke sebuah tempat.“Jangan berteriak atau pistolku ini akan pecahkan kepala kamu.” Cetus Mahyudin dingin dan dia melirik alat itu yang kini sudah di matikan lagi.“Tenang saudaraku, jangan keburu nafsu,” kata orang in
“Siapa mereka yang datang itu Tuan Abois,” tanya Mahyudin hati-hati. Sambil menahan mulutnya agar tidak bertanya soal harta karun di pulau ini.“Orang-orang seperti kalian…mereka datang ke sini, untuk merampas pulau kami dan bilang ada harta karun yang tersembunyi di sini…!Degg…mendengar ini, Mahyudin paham ucapan ini terkaget-kaget, dia langsung berbisik ke Inara dan Abu Rawi, kedua orang ini sama terkejutnya.Abois lalu perintahkan warganya untuk siap berperang hidup atau mati. Terkumpul 45 orang laki-laki bertubuh kuat dengan senjata tombak dan parang.Mendengar warga di sini siap perang, Abu Rawi, Jamal dan Osa yang masih lemah memaksakan diri untuk ikut berjuang bersama warga pulau ini.Mahyudin sudah minta mereka istirahat saja, tapi ketiganya tetap ngotot, bahkan pistol mereka sudah Abois kembalikan lagi."Aku tidak bisa berdiam diri, perang sudah jadi bagian hidupku," ceplos Abu Rawi penuh semangat, termasuk Jamal dan Osa. Mahyudin hanya bisa mengangguk dan memuji semangat k
Mahyudin pun berbisik pada Inara, wanita ini langsung mengangguk, sebuah rencana sudah di susun. Rencana nekat dan bisa saja nyawa mereka taruhanya, tapi inilah satu-satunya jalan untuk selamatkan Abu Rawi dan dua anak buahnya, Jamal dan Osa.“Aku bisa obati anak kamu itu tuan kepala suku!” seru Mahyudin yang keluar dari tempatnya diiikuti Inara.Mendengar suara lantang Mahyudin yang keluar dari persembunyiannya bersama wanita bercadar ini. Sontak saja puluhan orang yang memegang tombak mengurung keduanya, lebih kaget lagi mereka, karena Mahyudin bisa bahasa mereka.“Siapa kamu, apakah kamu rekan 3 orang ini,” bentak kepala suku, yang masih terheran-heran, ada anak muda tampan dan wanita bercadar yang muncul tiba-tiba dan kini malah paham bahasa asli mereka.“Ya, aku teman mereka, tolong bebaskan mereka dan beri mereka obat luka, aku akan sembuh anakmu yang sakit itu bersama temanku ini,” kata Mahyudin tenang.Sama sekali tidak takut dengan jujung tombak tajam yang mengarah padanya, wa
Paginya…Mau tak mau Mahyudin Cs terpaksa mengail ikan, untuk makan, gara-gara persediaan makanan mereka habis semuanya terlempar ke laut.Untuk saja Mahyudin berpengalaman di lautan kalau makanan habis, dengan memotong ranting ulet sebagai joran dan tali nilon yang ada di kapal ini di manfaatkan sebagai tali pancing dan kawat untuk kaitkan umpan.Mahyudin pun bisa mengail ikan di teluk kecil pantai ini, di mana ratusan ikan besar kecil berenang.Tak sampai 1 jam, 10 ikan besar-besar sudah berada di api yang di buat Mahyudin, setelah ikan tadi di bersihkan Inara dan hanya di taburi garam, di tambah perut yang lapar membuat ikan bakar ini enak sekali.Abu Rawi pun ikut makan, juga dua orang anak buahnya yang mulai agak baikan setelah di obati Mahyudin, untung saja tidak ada peluru yang ngedon di tubuh keduanya.Tanpa mereka ketahui, asap membakar ikan tadi ternyata mengundang puluhan orang-orang asing di pulau ini, gerakan mereka sangat gesit dan cekatan.Mereka mengintip dari kejauhan
Setelah diberikan obat gosok Abu Rawi mulai membuka mata, Inara terlihat memperban dua orang yang ternyata terluka tembak, saat bentrok dengan kelompok Abud sebelumnya.Kondisi mereka sangat kepayahan, untuk bicara pun susah, karena menahan sakit.“Tuan Abu Rawi…8 anak buah tuan…terlempar saat badai laut tadi!” Mahyudin bicara agak pelan agar pria setengah tua ini tidak kaget.Abu Rawi yang kini sudah sadar sepenuhnya bangkit perlahan lalu hela nafas, sambil melihat Inara yang sedang mengobati dua anak buahnya yang tersisa.“Iyahh…mau apa lagi, inilah resikonya, kita bebas dari kelompok musuh, malah harus keok melawan dahsyatnya alam,” cetus Abu Rawi dan dan dia baru sadar, kakinya terluka, akibat terbentur besi lambung kapal.Kakinya sudah di perban Mahyudin, Inara yang kini sudah pakai cadar lagi mendekati keduanya.“Sekarang bagaimana Tuan Mahyudin?” Inara bertanya sambil menatap wajah pemuda ini.Mahyudin yang sudah tahu bagaimana cantiknya Inara sesaat mikir.“Satu-satunya jalan
Tembakan Mahyudin membuat 3 orang yang terlihat berdiri di atap kapal itu terjungkal ke laut, mereka rupanya tak menyangka, pihak yang di kejar ini akan lakukan perlawanan dan ada 'penembak' jitunya d atas atap kapal.Melihat aksi anak muda ini, Abu Rawi Cs termasuk Inara bangkit semangatnya, mereka lalu ikutan memberondong kedua kapal itu dan aksi tembak menembak pun tak terelakan lagi.Desingg…!Mahyudin hampir saja koit, satu peluru hanya lewat beberapa centi dari kepalanya, dia pun langsung menunduk dan tiarap di atas atap kapal ini, sambil membidik musuhnya.Dengan kemarahan meluap-luap Mahyudin tanpa ampun berondong kapal itu, tapi sasarannya bukan para penembaknya, namun menuju ke bagian mesin.Inilah taktik jitunya, Mahyudin yang hapal di mana bagian mesin itu berada, memberondong tempat tersebut tanpa ragu.Trattt…tratt..tratt…bummmm…bummm…bummm!3X ledakan dahsyat membuat kapal ini meledak hebat, 7 orang terlihat terlempar ke laut dan tenggelam.Satu kapal lainnya tiba-tiba p
“Tuan Mahyudin, aku sudah memutuskan, kita akan ke lokasi di mana harta itu di sembunyikan,” Abu Rawi langsung saja ke pokok pertemuan mereka saat ini.“Tapi…kita kan tak punya peta satunya! Bagaimana bisa kita temukan lokasinya?” kata Mahyudin kaget, sekaligus bertanya.“Tuan, aku baru ingat, beberapa tahun yang lalu, ada kelompok gangster yang di pimpin seorang wanita bernama Taffania yang pernah mencoba cari harta itu, tapi tak ketemu. Nah sekarang giliran kita yang coba peruntungan, sekalian akan kita rampas peta itu dari wanita itu, kebetulan aku ada perhitungan lama yang belum selesai dengan orang itu!” cetus Abu Rawi.“Hmm…ya itu satu-satunya jalan, akan sia-sia pencarian kita kalau peta itu tak di temukan dan di satukan dengan peta yang aku miliki ini,” sela Mahyudin, yang sama sekali tak tahu bagaimana rupa Taffania itu.Dia juga sengaja tak cerita, sebab kini Abu Rawi malah sudah tahu, peta itu di pegang wanita tersebut.Abu Rawi lalu bilang, mulai besok, dia dan beberapa ana
“Amazingggg…kamu cerdik dan tak berbohong anak muda, panggil namaku Abu Rawi!” kata si ketua ini, sambil terkekeh masih gunakan bahasa Latin, sikapnya kini berubah 180 derajat.“Tapi kita tak bisa temukan harta karun itu Tuan Abu Rawi, sebab separu petanya lagi masih hilang dan sampai kini tak tahu di mana bagian peta separu itu berada,” cetus Mahyudin.Lalu Mahyudin jelaskan di mana perkiraan letak harta karun tersebut. Abu Rawi kembali terdiam sambil menyimak penjelasan Mahyudin.Kemudian sambil isap cerutunya dia tersenyum.“Tenang Mahyudin, sebentar…hei kamu panggil si Inara ke sini cepat!” perintah Abu Rawi pada salah satu pengawalnya.“Minum dulu air ini, ini minuman khas kurma, ada dikit alkohol-nya biar badan hangat,” Abu Rawi sodorkan satu botol dan Mahyudin pun mengangguk lalu minum tanpa ragu. Tak sampai 10 menitan, seorang wanita yang kenakan cadar datang dan baju kurung agak lebar datang ke ruangan ini.“Ada apa paman Rawi?”“Inara, duduk dekat paman, ini kenalkan Mahyudi
Bukannya merasa aman lewat Teluk Aden, justru Mahyudin ingat pengalamanya sebagai pelaut, kalau di daerah ini sering terjadi pembajakan dan penculikan, yang kemudian minta tebusan dengan angka yang kadang tak masiiuk akal.Tanpa Mahyudin sadari, kelompok Semut Merah musuh sengit kelompok Tuan Abud, justru sering lakukan pembajakan di sini.Sudah hampir 6 jam dia menjalankan kapal motor ini dan apesnya BBM kapal ini tinggal satu garis lagi."Waduh, bisa mati mendadak di tengah laut kapal ini," keluh Mahyudin melihat bahan bakar yang mau habis.Sambil jalankan mode otomatis di kemudi kapal ini, Mahyudin lalu siasati menyembunyikan peta ini agar aman.Saat menatap sepatunya, senyum mengembang di bibirnya. Secara hati-hati dia melipat peta tadi, lalu menaruhnya di sepatu.Baru saja selesai, dia pun kini waspada tingkat tinggi…di depannya terlihat sebuah kapal, yang agaknya sengaja menghadangnya.Saat Mahyudin cek pistolnya, hanya terisi 3 peluru lagi. Mahyudin pun terpaksa menahan laju kap