Share

Membuat Pelakor Jantungan

Riyanti tersenyum melihat ekpresi wajah Sinta, jangan pernah meremehkan seorang wanita. Diam bukan berarti lemah, karena cara berpikir akan berbeda dengan wanita yang mengandalkan emosinya. 

"Muka tembok mana punya malu," sindirnya. Riyanti menatap tak suka pada Sinta. 

"Sudah, Sayang. Kamu tidak perlu memikirkan wanita tidak tahu diri ini. Lebih baik sekarang kita pergi." Riyanti merangkul pundak menantunya lalu membawanya masuk ke dalam mobil. 

Sementara itu, Sinta mendengus kesal, usahanya untuk membuat Alda jatuh telah gagal. Namun, Sinta tidak akan tinggal diam, ia akan mencari cara untuk memisahkan Alda dan Faris. Setelah itu Sinta memutuskan untuk pulang. 

"Mungkin saat ini aku gagal, tapi untuk selanjutnya pasti akan berhasil," gumamnya. Saat ini Sinta dalam perjalanan pulang. 

"Mas Faris, kamu akan menjadi milikku seutuhnya," gumamnya lagi. 

Tidak butuh waktu lama, kini Sinta tiba di rumah, setelah memarkirkan mobilnya. Sinta bergegas turun, lalu masuk ke dalam. Setibanya di dalam Sinta terkejut saat melihat Rian sudah duduk di sofa ruang tengah. Seperti hantu yang tiba-tiba datang lalu pergi begitu saja. 

"Kamu, untuk apa lagi datang ke sini?" tanya Sinta. 

"Aku kangen sama kamu, itu sebabnya aku ke sini," jawab Rian. 

Sinta berdecih. "Lebih baik sekarang kamu pulang, aku malas untuk meladeni kamu."

Rian tersenyum lalu mendekati Sinta. "Kamu sekarang tambah cantik saja, aku semakin gemas melihatmu."

"Rayuanmu tidak lagi mempan, lebih baik sekarang kamu pergi dari sini." Sinta mengusir Rian untuk pergi dari rumahnya. 

"Kalau aku tidak mau pergi bagaimana, hem." Rian semakin mendekat.

Sinta hendak mengangkat tangannya, tetapi dengan cepat Rian menahannya. "Ststs, jangan kasar seperti itu. Lebih baik sekarang kita lakukan .... "

"Aku tidak mau." Sinta memotong ucapan Rian. 

"Yakin kamu tidak mau, ikut aku sekarang." Rian menarik tangan Sinta menuju lantai atas. 

"Rian, lepas. Kamu mau ngapain, hah." Sinta berusaha memberontak, tetapi tenaga Rian jauh lebih kuat. 

Di lain tempat, saat ini Alda serta Riyanti berada di butik, kedua wanita itu sedang mencari baju. Namun, pikiran Alda tidak bisa tenang, wanita berjilbab itu terus kepikiran tentang perselingkuhan antara Faris serta Sinta. 

"Mama belum tahu tentang pernikahan mereka," batin Alda. Orangnya ada di butik, tetapi otaknya entah ke mana. 

"Sayang kamu kenapa?" tanya Riyanti dengan raut wajah khawatir. 

"Enggak apa-apa kok, Ma. Aku hanya .... " Alda menghentikan ucapannya, saat merasakan ada cairan yang mengalir dari hidungnya. 

"Sayang kamu kenapa, hidung kamu." Riyanti nampak panik saat melihat hidung menantunya mengeluarkan darah. 

"Aku nggak apa-apa kok, Ma." Alda berlari menuju toilet seraya menutup hidungnya dengan telapak tangannya. 

Riyanti yang merasa khawatir, ikut barlari mengikuti menantunya itu. Riyanti berharap semoga Alda baik-baik saja. 

***

Pukul sembilan malam Faris baru saja sampai di rumah, pria berkemeja putih itu melangkah kakinya menuju ruang tengah. Saat hendak naik ke lantai atas tiba-tiba suara Riyanti menghentikannya. Seketika Faris menghentikan langkahnya. 

"Ada apa, Ma?" tanya Faris, lalu berjalan menghampiri ibunya. 

"Lihat ini." Riyanti menyerahkan surat kehamilan milik Sinta, yang mungkin dengan sengaja ditinggal. 

"Apa ini, Ma." Faris menerima kertas tersebut, lalu langsung membacanya. 

"Apa benar kamu sudah menghamilinya?" tanya Riyanti dengan tatapan mata tajam. 

Seketika Faris terdiam, mereka memang sering melakukan hubungan suami istri. Namun, selama ini Sinta tidak menunjukkan tanda-tanda jika sedang hamil. Faris nampak bingung harus menjawab apa. 

"Kenapa diam? Ayo jawab." Suara Riyanti mampu membuyarkan lamunan Faris. 

"Ma, aku nggak tahu." Faris menggelengkan kepalanya. 

Riyanti memperhatikan wajah putranya yang nampak gelisah. "Kamu tidak bohong, mama bisa lihat dari raut wajahmu itu sangat gelisah."

"Aku capek, Ma. Kita bicarakan masalah ini besok saja." Setelah mengatakan itu Faris memutuskan untuk naik ke lantai atas. 

Riyanti terus menatap punggung putranya yang kini menghilang dari pandangannya. Setelah itu Riyanti memutuskan untuk duduk di sofa. Sementara itu, di kamar Faris langsung melepas jasnya dan menaruhnya di sofa. Ia melihat jika istrinya sudah tertidur. 

"Tumben jam segini sudah tidur," gumamnya. Faris berjalan mendekati sang istri dan duduk di tepi ranjang. Ia memperhatikan wajah Alda yang sedikit pucat. 

"Sayang, maafkan aku." Faris mengusap wajah istrinya dengan lembut. Setelah itu ia memutuskan untuk masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. 

Dua puluh menit kemudian, Faris sudah selesai mandi dan berpakaian. Rasa letih dan kantuk membuat pria berkaos putih itu memutuskan untuk istirahat dan tidur. Faris merebahkan tubuhnya di sebelah sang istri. 

Malam kini telah berganti pagi, seperti biasa setelah shalat subuh Alda memilih untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Meski sejujurnya tubuhnya terasa sangat lelah, tetapi ia berusaha untuk tetap terlihat sehat. 

Tepat pukul tujuh mereka sudah berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama. Baru saja akan dimulai, tiba-tiba bi Ningsih datang dan mengatakan jika ada tamu. Riyanti mengernyitkan keningnya, lalu memilih bangkit dan beranjak menuju ruang tamu. 

"Tamu siapa pagi-pagi seperti ini," gumam Alda. Sementara itu, Faris memilih untuk menyantap sarapannya. 

Selang beberapa menit, Riyanti kembali dengan seorang wanita yang tak lain adalah Sinta. Faris nampak terkejut saat melihat istri mudanya datang. Berbagai pertanyaan melintas di benaknya. Sementara itu, Alda tetap bersikap tenang, justru Alda senang melihat Sinta datang. Karena ia ingin segera mengakhiri semua itu. 

"Mas kamu harus tanggung jawab." Sinta meletakkan alat tes kehamilan serta surat kehamilan tepat di hadapan Faris. 

Sontak Faris terkejut. "Maksud kamu apa, aku nggak ngerti."

"Jangan pura-pura bod*h kamu, Mas. Aku hamil anak kamu," ujar Sinta yang terlihat emosi. 

Faris bangkit dari duduknya. "Sinta kamu jangan bercanda, ini nggak lucu."

"Aku serius, Mas. Pokoknya kamu harus tanggung jawab!" tegasnya. 

"Ceraikan aku dan nikahi dia," ucap Alda. Sontak Faris menoleh istrinya yang sedari tadi diam. 

"Mama setuju, lepaskan Alda. Biarkan dia mencari kebahagiaannya sendiri. Kamu tidak pantas mendapatkan wanita sebaik Alda." Riyanti menimpali, dan hal itu membuat Faris semakin terkejut. 

Faris menggelengkan kepalanya. "Sampai kapanpun aku tidak akan melepaskan Alda."

"Jangan egois kamu, Mas. Udah ceraikan saja wanita tidak berguna itu. Lagi pula keinginan kamu untuk memiliki anak akan segera terwujud. Ceraikan Alda dan usir dia dari sini," ungkap Sinta. Seketika Faris menoleh. 

"Jika aku dan, Mas Faris bercerai bukan aku yang keluar dari rumah ini. Tapi kalian berdua, karena rumah ini milikku," ujar Alda. Seketika Sinta menggelengkan kepalanya, ia tidak percaya dengan apa yang Alda katakan. 

"Mas ini rumah kamu kan, kamu yang beli." Sinta mengguncang lengan kekar Faris. 

"Yang dikatakan Alda memang benar, memang aku yang membeli rumah ini, tapi sertifikat rumah dan tanah atas nama Alda. Bahkan mobil yang ada di garasi, serta perusahaan yang aku kelola juga atas nama Alda." Faris menjelaskan. 

Sinta menggelengkan kepalanya, ia tidak menyangka kalau rumah yang mereka tempati adalah milik Alda. Sinta pikir semua kekayaan yang Faris miliki adalah atas nama dirinya, tapi kenyataannya tidak, semuanya atas nama Alda. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status