Share

MALAM PENENTUAN

      Empu Supa yang tidak menyangka bahwa Patih Benggala akan menghabisi nyawa Senopati Sangkar langsung mendekat.

"Seharusnya kita tidak langsung membunuhnya," ujar Empu Supa. Patih Benggala menarik napas panjang dan mengembuskannya lalu berlutut menghaturkan hormat.

"Ampun, Eyang guru. Murid terbawa emosi, jujur saja di antara yang lainya hamba paling percaya kepada Senopati Sangkar, karena dia sudah hamba rawat sejak kecil. Bahkan hamba sudah menganggap adik hamba sendiri."

      Empu Supa menepuk bahu Patih Benggala,ia melihat ada air mata yang menetes membasahi pipi patih yang biasanya selalu tegar itu.

"Kuburkanlah dia secara layak," kata Empu Supa.

"Laksanakan Eyang," jawab Patih Benggala.

       Dengan dibantu oleh beberapan orangb prajurit Patih Benggala menguburkan Senopati Sangkar. Ia merasa sangat sedih sekaligus juga merasa malu. Mengapa orang kepercayaannya bisa melakukan pengkhianatan tepat di depan matanya tanpa ia  sadari sama sekali.

     Patih Benggala secara tidak sengaja memergoki Senopati Sangkar mencuri dengar di ruangan semedi tempat Raden Kamandraka dan Empu Supa bicara. Saat ia mencoba mengikuti Senopati Sangkar ia kehilangan jejak. Ia yakin sekali bahwa tempat Senopati menemui tuannya itu pasti sudah dibentengi sehingga tidak ada seorangpun yang bisa masuk atau melihat tempat itu.

"Aku turut berduka cita, Paman," kata Kamandraka.

"Terima kasih, Raden. Maafkan anak buah saya."

"Sudahlah,yang paling penting adalah kita semua masih berada dalam lindungan para Dewa."

        ***

      Empu Supa membawa Raden Kamandraka masuk ke dalam guci. Malam nanti adalah malam bulan purnama yang akan menjadi penentuan bagi kehidupan umat manusia.

"Aku menikahkan kalian berdua. Meskipun tanpa upacara adat yang lengkap. Ingat Kamdraka, satu jam di dalam sini adalah satu hari di alam luar sana. Maka waktumu di dalam sini tidak lama. Segeralah keluar bersama Dewi Gayatri karena aku yakin dia akan segera datang malam ini."

      Empu Supa pun segera keluar dari dalam guci dan meninggalkan Kamandraka berdua bersama Dewi Gayatri yang kini resmi menjadi istrinya.

Perlahan, raden Kamandraka mendekati dewi Gayatri dan mencium dahi wanita cantik itu. 

"Apa kita akan melakukannya sekarang?" tanya Dewi Gayatri malu-malu. Kamadraka mengangguk dan membawa Dewi Gayatri untuk berbaring. Perlahan ia mengecup pipi Gayatri lalu pindah ke bibir merah yang selama ini selalu menggoda pandangan matanya. Kamandraka melumat bibir itu dengan lembut sementara Dewi Gayatri menikmati sentuhan demi sentuhan yang diberikan oleh Kamandraka. Hingga akhirnya tubuh keduanya sudah benar-benar polos, raden Kamandraka menatap kedua manik mata Dewi Gayatri , "Kau siap?" tanyanya di sela deru napas yang memburu.

"Ambillah apa yang sudah menjadi hakmu, Kakang," kata Dewi Gayatri lirih. Kamandraka pun langsung menyatukan tubuh mereka perlahan. Dilihatnya Dewi Gayatri mengigit bibirnya menahan sakit di bagian tubuhnya. 

      Kamandraka pun melakukannya, ia memacu di atas tubuh indah Dewi Gayatri hingga akhirnya wanita itu mengeluarkan desahan dari bibir indahnya. Ketika mereka sampai pada puncaknya, Kamandraka pun mengeluarkan semuanya dalam rahim sang istri membuat Gayatri memeluk tubuhnya dengan erat. 

"Kita harus segera keluar dari sini,dinda," kata Kamandraka sambil memakai kembali pakaiannya. Dewi Gayatri segera mengikuti perintah suaminya itu. Ia tersenyum malu saat melihat ada noda darah di atas ranjangnya menandakan bahwa kini ia sudah bukan gadis perawan lagi.

   

       Betapa terkejutnya Kamandraka saat melihat para prajurit Kahuripan sudah terbujur kaku. Ia dan Gayatri pun segera melangkah keluar dan mendapati Empu Supa dan Patih Benggala sedang bertarung dengan seorang pemuda gagah. Pemuda itu langsung melotot saat melihat Kamandraka dan Gayatri.

"Jahanam! Kau sudah membuat rencanaku hancur berantakan! Terimalah ini," pemuda itu yang tak lain adalah Fajar Kelana langsung menyerang dengan pukulan yang mematikan. Keduanya pun terlibat dalam pertarungan yang sengit. 

       Tenaga Fajar Kelana tidak sama dengan Kamandraka. Meskipun Kamandraka sudah memiliki tingkatan ilmu yang nyaris sempurna, namun Fajar Kelana adalah titisan iblis yang tentu saja tidak dapat disamakan dengan kemampuan manusia biasa.

       Melihat Kamandraka yang mulai terdesak patih Benggala pun turun tangan dan membantu. Saat itulah Kamandraka melepaskan ajian braja musti miliknya disatukan dengan kekuatan Empu Supa tepat ke dada Fajar Kelana yang langsung menjerit kesakitan.

"Setan!" makinya geram. Ia pun segera membalas pukulan Kamadraka , namun karena ia sudah terlukan maka pukulan-pukulan yang ia lancarkan tidak seganas sebelumnya. Dan pada saat ia lemah, Kamandraka pun mengeluarkan pedang saktinya dan langsung menghujamkan ke jantung Fajar Kelana. 

       Namun, aneh saat pedang itu menghujam tidak ada setetes darahpun yang mengalir, tubuh itu malah berasap seperti terbakar.

"Kalian bisa mengalahkan aku sekarang. Tapi, ingatlah 666 tahun lagi aku akan kembali datang ke dunia ini. Jiwaku akan reinkarnasi dan akan melakukan kembali apa yang  hari ini belum sempat aku capai. Persiapkan diri kalian, kita akan bertemu lagi."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status