Share

GADIS ITU BERNAMA GISELE

  _Bandung 660 tahun kemudian_

   "Kalau kamu nggak mau juga nggak masalah, aku masih bisa kok minta anter sama cowok lain!" 

Gadis cantik itu tampak mengentakkan kakinya dengan kesal sambil menatap kekasihnya itu dengan sebal.

"Aku bukan nggak mau antar kamu, tapi, Papamu sendiri yang melarang kamu untuk pergi ke sana. Giselle!" tegas Genta.

"Kamu kan, bisa bohong sama Papa, Mas. Dari pada aku pergi sama cowok lain," rayu Giselle lagi. 

     Tapi, bukan Genta  namanya jika menurut begitu saja pada gadis labil di hadapannya ini. 

"Sekali tidak , ya tidak! Aku bisa mengatakan kepada Papamu semua jadwalmu dan dengan siapa kamu pergi. Jadi, jangan coba-coba kamu berbohong atau pergi dengan orang lain." 

"Jahat!" pekik Giselle nyaring. Namun, Genta tidak peduli. Ia bahkan dengan santai menarik tangan gadis itu untuk segera masuk ke dalam mobil. 

"Kita pulang sekarang!" 

     Giselle tidak berani membantah. Dia hanya bisa pasrah dan masuk ke dalam mobil sambil mengerucutkan bibirnya. Sebenarnya, ia dan Genta  berhubungan bukan karena saling mencintai. Konon kedua orangtua mereka sudah mengikat perjanjian untuk menjodohkan mereka sejak kecil.

     Giselle menerima perjodohan yang menurutnya konyol itu karena Genta adalah pewaris tunggal PT Segara Biru yang terkenal. Putra konglomerat yang hartanya tidak akan habis tujuh turunan. 

      Sebagai anak manja yang permintaannya selalu dituruti oleh kedua orangtuanya, Giselle tentu tidak mau sembarangan memilih calon suami. Dan, saat Papinya menyampaikan soal perjodohan dan siapa calon suaminya, gadis yang baru saja lulus SMA itu langsung menerima dengan senang hati. 

     "Jangan cemberut seperti itu, wajahmu itu cantik. Kalau kamu cemberut seperti itu jadi kelihatan sedikit menyebalkan," kata Genta.

"Habis, kau menyebalkan sekali, Mas." 

Genta tertawa kecil sambil mengacak rambut gadis manja itu dengan gemas. 

"Aku begini karena aku sayang kepadamu. Oya, dua hari lagi aku harus ke Bangkok mengurus bisnis di sana. Kamu mau aku bawakan oleh-oleh apa?" 

     Mata Giselle berbinar seketika saat mendengar kata oleh- oleh. Genta yang sudah terjun mengurus bisnis kedua orangtuanya memang sering bepergian ke luar negeri. Dan, biasanya ia akan membawakan oleh-oleh yang mahal untuk Giselle. 

"Aku maunya ikut," sahut gadis itu manja.

"Nggak bisa, lusa kamu harus mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Jadi, siapkan saja dirimu supaya bisa masuk perguruan tinggi yang bagus." 

     Gadis itu kembali mengerucutkan bibirnya. "Uang Papi nggak akan habis meski aku masuk perguruan tinggi swasta." 

"Tapi, akan lebih baik kalau kamu bisa masuk Universitas Indonesia atau Universitas Padjadjaran. Itu kan perguruan tinggi yang bagus. Kalau bisa negeri kenapa harus swasta?" 

"Aku maunya kuliah di luar negeri. Di Paris atau di Singapura." 

"Buat apa?" 

"Aku nggak mau jadi pengacara seperti apa mau Papi dan Mami. Aku mau sekolah mode. Aku suka membuat design dan pakaian yang cantik. Aku mau punya butik sendiri. Dan Paris adalah kota impianku sejak kecil," jawab Giselle. 

     Genta hanya menggelengkan kepalanya. Ia tetap fokus mengemudi hingga mereka pun sampai ke restoran favorit mereka.

"Kita makan siang dulu, kamu harus makan." 

     Giselle pun hanya menurut dan turun dari mobil mengikuti langkah Genta. Seperti biasa mereka mengambil tempat yang paling pojok dekat dengan kolam ikan. Entah mengapa Giselle paling suka duduk di sana. Dan seperti biasa juga mereka akan memesan makanan khas Sunda lengkap dengan sambal,lalapan dan sayur asem. 

      Meskipun keduanya anak orang kaya, tapi untuk urusan makan keduanya tidak pernah terlalu memilih. Mereka bahkan menyukai hidangan yang sederhana tapi nikmat seperti hidangan yang sudah tersaji di hadapan mereka ini. Gurame goreng, tahu tempe, pepes ayam, sayur asem, lalap dan sambal terasi. 

     "Kamu pasti lama di Bangkok, Mas?" tanya Giselle. Genta menggelengkan kepalanya. 

"Belum tau,jadwalnya hanya tiga hari. Tapi, jika seperti bulan lalu sampai seminggu, ya itu bukan kesalahanku." 

"Kamu mana pernah tepat waktu, sih. Janji dua hari pasti melar sampai lima hari. Janji seminggu, tau-tau dua Minggu." 

"Sabar, ini semua kan aku lakukan supaya perusahaan milik Papi maju pesat dan itu semua hasilnya untukmu juga. Kau kan calon nyonya besar keluarga Segara Sukma. Calon istri Genta Segara Sukma." 

     Pipi Giselle memerah seketika. Ia selalu suka jika Genta menyanjungnya seperti itu. 

"Sudah, cepat makan supaya kita bisa pulang. Setelah itu aku harus kembali ke kantor. Dan, ingat tidak boleh pergi ke gunung Ciremai. Apapun juga alasannya, dan dengan siapapun perginya. Ingat, dua hari lagi ujian masuk perguruan tinggi, dan itu jauh lebih penting dibandingkan pergi berkemah di gunung bersama teman-temanmu."

"Kamu terdengar mirip sekali dengan Papi, Mas," keluh Giselle. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status