Share

PENGKHIANAT

     Dewi Gayatri hampir tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Awalnya dia berpikir bahwa di dalam guci akan gelap gulita. Namun, ternyata tidak. Ia berada di sebuah kamar tidur yang tidak terlalu besar namun sangat rapi dan bersih. Di atas meja terdapat buah-buahan yang dapat ia makan. 

      Dewi Gayatri membuka pintu,ia terbelalak melihat aliran air sungai yang begitu jernih. "Ini seperti di surga, bahkan di istana saja aku tidak dapat melihat yang seperti ini," gumam Gayatri.

Perlahan ia melangkah mendekati sungai dan membuka pakaiannya. Melihat air yang begitu jernih ia merasa ingin mandi. Putri Prabu Bratanaya itupun mulai mandi dan menikmati segarnya air sungai. 

      "Ah, seandainya saja kakang Kamandraka ada di sini bersamaku, tentu aku akan merasa senang sekali," katanya lagi.

Dewi Gayatri dan Raden Kamandraka sudah dijodohkan sejak kecil. Namun, keduanya tidak ada yang merasa terpaksa karena memang ketika mereka beranjak remaja mereka mulai merasakan jatuh cinta. 

       Gayatri melihat tanda di paha kanannya. Tanda itu sudah ada sejak ia kecil. Tanda berbentuk bulan sabit.Peramal istana pernah mengatakan bahwa tanda seperti itu tidak dimiliki oleh orang sembarangan. Dan tanda itulah yang dicari oleh Fajar Kelana. Gadis perawan yang lahir pada malam jumat legi dan memiliki tanda bulan sabit di paha kanannya. Gadis itulah yang akan menyempurnakan kekuatannya sehingga ia akan menguasai dunia ini. Tidak akan pernah mati untuk selamanya. 

        Dewi Gayatri menyudahi mandinya dan segera kembali masuk ke dalam kamarnya. Ia mengeringkan rambutnya yang panjang dan setelah mengganti pakaiannya ia pun langsung merebahkan diri di atas ranjang empuk yang ada di dalam kamar itu. Entah karena udara yang segar atau karena ia habis mandi, Gayatri pun lelap tertidur.

       ***

      Sementara itu Kamandraka pun kembali melakukan semedi seperti apa yang sudah diperintahkan oleh Empu Supa. 

       Tak terasa, waktu berlalu begitu cepat, dan lusa sudah malam purnama. Malam yang sudah ditunggu sekaligus juga malam yang akan menentukan apakah angkara murka akan menang melawan kebajikan atau sebaliknya.

      Empu Supa mendatangi Raden Kamandraka dan membangunkan pemuda itu dari semedinya.

"Eyang guru," Raden Kamandraka langsung memberikan hormat kepada Empu Supa. Wajah tua itu tampak cemas dan khawatir. Sebelumnya, Kamandraka belum pernah melihat gurunya seperti ini.Meskipun sikapnya masih tenang dan penuh wibawa, namun kecemasan itu tampak jelas di wajah keriputnya.

"Dia semakin kuat, Kamandraka. Dan kita harus bisa menghalangi niatnya untuk menjadikan Dewi Gayatri sebagai tumbal terakhir atau sebagai penyempurna kekuatan yang ia miliki.

      Kamandraka yang duduk bersila di hadapan gurunya itu tampak berpikir keras. 

"Eyang, bukankah persyaratannya adalah harus gadis yang masih perawan?" tanya Kamandraka. Empu Supa mengangguk sambil mengelus janggutnya yang berwarna putih itu.

"Kalau begitu, nikahkan saya dengan Dewi Gayatri. Supaya saya dapat mengambil kesucian Dewi Gayatri dan menggagalkan Fajar Kelana."

Empu Supa tersentak, kenapa hal itu tidak terpikirkan sebelumnya. 

"Malam purnama dua hari lagi. Beberapa jam sebelum purnama kau dan Gayatri akan menikah,dan kau bisa melakukan kewajibanmu sebagai suami untuk mengugurkan niat Fajar Kelana menyempurnakan ilmunya."

"Baik, Eyang."

      Tanpa mereka sadari ada seseorang yang mendengarkan percakapan mereka dan langsung bergegas menyampaikan kepada tuannya.

"Apa kau yakin bahwa mereka akan melakukan hal itu?"

"Yakin sekali tuanku. Hamba mendengarnya sendiri."

"Kalau begitu kita harus segera menculik Dewi Gayatri. Katakan kepadaku di mana dia di sembunyikan oleh orang tua jahanam itu!"

"Yang jelas Dewi Gayatri ada di ruangan pribadi Empu Supa, karena hanya beliau yang tidak pernah keluar dari dalam kamar itu dan juga kamar itu dijaga dengan sangat ketat. Bahkan Patih Benggala sendiri turun tangan menjaganya."

"Kau cari tau dan bawa putri itu ke hadapanku!Sekarang kau pergilah!"

***

"Kau dari mana Senopati?" tanya Patih Benggala pada Senopati Sangkar yang tampak mengendap- endap masuk ke halaman padepokan. Senopati Sangkar tersentak kaget dan langsung tampak pucat pasi saat melihat Patih Benggala dan Empu Supa tampak berdiri seperti sedang menunggunnya.

"Ampun yang mulia saya tadi hanya berjalan-jalan menikmati udara malam," jawab Senopati Sangkar sedikit gugup.

"Jalan-jalan atau melapor kepada tuanmu?" kata Patih Benggala dengan penuh emosi.

"Ampun yang mulia, saya tidak mengerti," elak Senopati Sangkar.

"Aku tidak menyangka orang yang selama ini aku percaya, aku anggap kerabatku, seperti adikku sendiri ternyata mampu melakukan hal seperti ini, dasar pengkhinat! Apa kau tau apa akibatnya bagi kita semua? Dia itu titisan iblis yang siap untuk mencelakakan dunia ini!" hardik Patih Benggala.

     Merasa terpojok, Senopati Sangkar pun melangkah dan dengan sikap menantang menatap Patih Benggala dengan tajam."

"Ya, akulah yang sudah membantu tuan Fajar Kelana untuk mencapai maksud dan tujuannya. Dengan begitu aku akan memperoleh kepercayaan dan juga kekuasaan sebagai abdi setianya."

"Bajingan!"

     Patih Benggala segera melancarkan serangan kepada Senopati Sangkar. Keduanya pun terlibat dalam perkelahian sengit. Patih Benggala yang sudah dikuasai amarah tidak segan lagi langsung mengeluarkan jurus brajamusti miliknya.

"Hiaaaat ...! Mati kau pengkhianat!" seru Patih Benggala. Pukulan brajamusti milik Patih Benggala meskipun belum sempurna tingkatannya ternyata mampu melumpuhkan Senopati Sangkar, sehingga lelaki bertubuh tinggi itu langsung jatuh dan muntah darah karena pukulan Patih Benggala yang tepat mengenai dadanya sehingga ia pun langsung terluka dalam.

"Hhhh ... Bunuh saja aku Patih Benggala ... hah, ji- jika kau tidak membunuhku maka aku tidak menjamin kalian a-akan ... aaaarght ...."

Ucapan Senopati Sangkar tidak selesai karena tendangan Patih Benggala pada akhirnya membuat Senopati itu mengembuskan napas terakhirnya.

  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status