Masih di hari yang sama, tapi dengan jam yang berbeda. Di sore ini Rafa dan Rasen masih berada di rumah Eleena, mereka kini sedang menonton tv di ruang keluarga.
Saat sedang asyik menonton, tiba-tiba Rafa terperanjat ketika merasa ada yang menyentuh kakinya membuat kedua temannya ikut terkejut.
"Apa sih, lo? Heboh banget," ujar Eleena melotot.
"Ada yang nyentuh kaki gue," ujar Rafa seketika membuat mereka bertiga melirik ke arah kaki Rafa yang ternyata ada satu makhluk bertaring menatap mereka.
"Sialan, ini kucing lo, Len? Ngagetin gue aja!" seru Rafa.
"Gembul! Tumben kamu ke sini? Sini-sini, aku gendong." Eleena mengabaikan pertanyaan Rafa dan mencoba menggendong kucing gendutnya tersebut. Tapi kucing itu menghindar dan pergi ke arah Rasen.
"Lucu banget," ujar Rasen ketika Gembul naik kepangkuannya.
"Lah? Kok dia mau sama lo? Sama gue dia gak pernah mau kaya gitu." Protes Eleena membuat Rafa tertawa.
"Kucing aja gak ma
Rasen mengembuskan napasnya, merilekskan dirinya di pinggir danau yang airnya berwarna hijau. Udara yang sejuk membuat Rasen sangat merasa nyaman."Kamu lagi!" seru Rasen kesal karena kini tiba-tiba di hadapannya berdiri seorang gadis dengan dress berwarna kuning cerah namun di hiasi oleh bercak darah."Tolooong ...," lirih gadis itu terdengar menyedihkan."Jangan ganggu saya," tegas Rasen merasa kesal karena diganggu terus oleh gadis itu."Rasen ...," lirih gadis itu lagi membuat Rasen seketika diam. "Aku sosok yang kamu cari selama ini ...," lirihnya lagi membuat Rasen berpikir keras apa maksud dari ucapannya."Saya gak pernah nyari sosok nyeremin kaya kamu," tegas Rasen lagi."Aku Acha," gumam pelan sosok gadis itu membuat Rasen mematung. "Panggil aku kalau kamu udah percaya, karena aku orang yang selama ini kamu cari. Aku Acha sahabat kamu," lanjut sosok gadis itu pergi membias meninggalkan Rasen yang masih terdiam."Acha ...," gu
Arsha yang sedang merebus mie instan di dapur seketika terkejut karena mendengar suara sesuatu terjatuh dari arah tangga. Dengan keadaan yang gelap, Arsha takut-takut berjalan ke arah suara.Dengan mengendap-endap Arsha di buat terkejut lagi ketika dalam keadaan yang gelap melihat ada seseorang yang tergeletak di tengah-tengah anak tangga. Arsha langsung berlari menyalakan lampu dan kembali melihat seseorang itu di tangga. Ternyata kakaknya lah yang tengah tergeletak tidak sadarkan diri. Arsha menepuk-nepuk pelan pipinya mencoba menyadarkannya, namun ia panik karena melihat ada sedikit darah di kepala kakaknya. Arsha berteriak memanggil papanya."Papah! Kak Abim, Pah!" teriak Arsha memanggil papanya."Pah! Tolong, Kak Abim jatuh, Pah!" teriaknya lagi yang akhirnya membuahkan hasil. Papanya keluar dari kamarnya dan segera melihat kondisi Rasen."Kenapa bisa kaya gini, Sha? Kamu cepet telepon ambulans!" seru papanya ikut panik melihat keadaan Rasen.
Eleena mengetuk pintu berwarna putih dengan kaca persegi panjang di bagian atasnya. "Lo gak salah kamar 'kan?" tanya Rafa tidak yakin karena belum ada yang membukakan pintu di hadapannya. "Bener kok in–" Belum sempat menjawab pertanyaan Rafa, Eleena menghentikan ucapannya ketika seorang gadis membuka pintu di hadapannya. Arsha menggesek-gesek matanya yang terasa kantuk. Ia terbangun dari tidur sorenya karena mendengar ketukan pintu beberapa kali. "Eh, Dek. Apa bener ini kamarnya Rasen?" tanya Eleena merasa tidak enak karena merasa sepertinya ia mengganggu tidur gadis itu. Arsha mengangguk, "Kakak ini siapa, ya?" tanyanya. "Ini aku Eleena yang nelpon Rasen tadi, kalo ini Rafa sahabatnya Rasen juga," terang Eleena ramah. "Oh iya, silahkan masuk, Kak. Papah lagi keluar dulu tadi, jadi di sini Arsha jaga Kak Abim nya sendiri dulu," terang Arsha mempersilahkan Eleena dan Rafa masuk. "Abim?" ulang Eleena bingung siapa Abim. "Iya Kak
Hari ini sudah hari kedua Rasen dirawat di rumah sakit. Eleena dan Rafa kembali ke kamar inap Rasen sore ini, "Gimana tadi ngampusnya?" tanya papanya Rasen pada Eleena dan Rafa yang sama-sama sedang duduk memakan cemilan di sofa kamar inap Rasen. "Ya gitu deh, Om, seperti biasa kalo si Eleena mah diem-diem gak ngerti," canda Rafa yang langsung mendapat pukulan pelan dari Eleena."Ngerti kok, Om. Dikit," jawab Eleena membuat mereka tertawa pelan karena Rasen sedang tertidur. "Adiknya Rasen kemana, Om?" tanya Rafa yang tidak melihat keberadaan Arsha adiknya Rasen. "Lagi les bahasa inggris, ini bentar lagi Om mau jemput. Gak apa-apa Om tinggal nanti?" ucap papanya Rasen melirik jam di tangannya, "Kalian masih lama 'kan di sini?" tanya papanya Rasen. "Masih kok, Om. Om tenang aja, Rasen biar kita yang jagain," jawab Eleena girang.Papanya Rasen tersenyum tenang, " Om percaya sama kalian. Karena sebelumnya Rasen gak punya temen deket selain Rizki. Tapi liat kalian bisa sede
Eleena keluar dari kamar inap Rasen, berjalan menuju kamar mandi yang berada di ujung lorong. Berjalan dengan perlahan, entah kenapa suasananya terasa sepi, mungkin karena Eleena berada di lantai dua yang kebanyakan berisi ruangan VIP atau diatasnya jadi tidak begitu banyak bahkan tidak terlihat pengunjung atau penunggu pasien diam di luar.Lorong yang Eleena lewati terlihat sedikit gelap, hanya disinari oleh matahari dari arah jendela yang berada di ujung lorong. Eleena merasa ada seseorang yang berjalan di belakangnya. Terdengar ada langkah kaki yang mengikutinya, tapi Eleena tidak berniat menghentikan langkahnya karena ia pikir mungkin ada seseorang juga yang mau ke kamar mandi. Dugaan Eleena salah, ada sesosok menyeramkan yang mengikutinya tanpa Eleena sadari.Eleena membuka pintu kamar mandi tapi sebelum masuk ia melihat ke arah lorong yang tadi ia lewati, tidak ada siapa-siapa di sana. Eleena berpikir mungkin orang yang berjalan di belakangnya tadi masuk ke salah
Rasen duduk diam bersandar di ranjang kamar inapnya, waktu sudah menunjukan tengah malam menuju dini hari. Rasen hanya sendirian di kamar inapnya, papanya dan Arsha tidak menginap menunggui Rasen hari ini karena Rasen sudah membaik dan nanti siang ia sudah bisa pulang.Rasen sedang berpikir, apa yang baru saja terjadi tadi sore dengan Eleena. Ia mengambil ponselnya, menyalakannya tapi hanya sebatas melihat-lihat menu. Pikiran Rasen kemana-mana, ia memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada Eleena tadi. Dari Eleena tertidur di dalam bilik kamar mandi, Eleena pingsan, Eleena tidak pergi ke toilet melainkan ke tempat lain, Eleena tersesat di lorong rumah sakit atau Eleena menemui seseorang hingga selama itu.Aneh, kenapa Eleena kembali dengan tergesa, terlihat sedikit ketakutan dan lelah, pikir Rasen. Apa terjadi sesuatu di kamar mandi atau bisa saja Eleena di ganggu hantu? Rasen sedikit tersentak ketika ponsel yang ia genggam berbunyi dengan tiba-tiba. Rasen me
Di tengah malam dengan cuaca yang terasa dingin menusuk kulit Eleena, Eleena sedang berbaring di kamar tidurnya dengan keadaan lampu yang padam, hanya layar ponsel dan sedikit cahaya rembulan yang memberikan pencahayaan padanya. Eleena sudah memadamkan lampu di kamarnya dari pukul sebelas malam karena ia merasa ngantuk dan ingin tidur, tapi anehnya sampai saat ini ia masih terjaga.Eleena memantau layar ponselnya, ia menunggu Rasen membalas pesannya. Tapi sudah tiga puluh menit waktu berjalan, Rasen belum juga membalas pesannya. Eleena berpikir Rasen tidak membalas pesannya mungkin karena Rasen ketiduran. Eleena tidak akan mengira kalau Rasen lupa membalas pesannya karena bermain game favoritnya.Eleena tiba-tiba merasa haus, tapi ia sangat malas bila harus beranjak ke dapur hanya untuk mengambil segelas air. Eleena merubah posisi berbaringnya, dari berbaring ke samping menjadi telentang. Eleena memejamkan matanya, ia bingung apa yang harus ia lakukan bila tidak
Mendengar ancaman Rasen, sosok itu membias lalu menghilang. Rasen berpikir sosok itu takut dan tidak akan mengganggunya lagi tapi pikiran Rasen tentu saja salah. Sosok itu berpikir lebih baik ia mencari waktu lagi untuk berbicara dengan Rasen dengan tenang.Rasen mengusap wajahnya dengan lelah. Ia tadi telah mengumpulkan segala keberaniannya untuk mengancam makhluk itu dan untungnya makhluk itu langsung pergi dari hadapannya. Sedikit lega perasaannya, tapi ada rasa menyesal juga karena ia sebelumnya berniat untuk mengobrol dengan sosok itu dan belum sempat mengobrol, Rasen malah mengancamnya. Kali ini Rasen memilih memejamkan matanya untuk tidur.***"Gimana? Aman, Bim?" tanya papanya yang siang ini baru datang menjemput Rasen untuk pulang kembali ke rumah ternyamannya. Rasen mengangguk, "Alhamdulillah, aman kok, Pah." Rasen menjinjing tas yang berisi beberapa potong pakaian dan perlengkapannya selama menginap di rumah sakit."Arsha mana, Pah?" tanya Rase