Share

Mimpi Buruk Setiap Malam

RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM

Part 8

Mimpi Buruk Setiap Malam

Pov Ashrafil Ambiya'

---

"Mbok! Sakit, Mbok! Sakit! Perutku sakit! Kepalaku sakit banget, Mbok!"

Di tengah obrolan antara aku, dan Si Mbok. Tiba-tiba Daniella berteriak histeris.

Kuteguk ludah, tak tahu harus berbuat apa. Apa mungkin gadis ini sedang mengalami nyeri datang bulan? Aku sungguh tak paham. Apa yang harus kulakukan.

"Buk ... Buk, Daniella kenapa, Buk?!"

"Non! Sebentar Non, Non minun obat dulu ya! Mbok ambilin. Ayo ke kamar, Non!"

"Aaaaa!!! Sakit Mbok!" Dia masih terus berteriak tanpa henti, mengaduh dan memohon-mohon. Sepertinya dia menahan nyeri teramat sangat.

Si Mbok berusaha memapahnya menuju kamar. Namun, dia menggeleng, isyarat sudah tak sanggup lagi berdiri apalagi melangkah.

Dia berbaring di sofa dengan posisi lutut sedikit tertekuk karena panjang sofa lebih pendek dari tubuhnya.

"Mbok, masih sakit, Mbok! Perutku sakit! Kepalaku sakit!" Dia menghentak-hentakkan kakinya di sofa.

Si Mbok membawakan botol putih berisi kapsul, serta wadah tube berisi salep. Salep berwarna putih susu itu, dioleskan rata ke wajah, tangan, juga kaki Daniella yang hampir sekujurnya terdapat luka seperti gatal-gatal alergi parah.

"Aku nggak mau minum obat Skizo, Mbok! Aku nggak gil*! Aku nggak mau kecanduan!"

"Non! Ini bisa meredam kecemasan Non, biar Non bisa istirahat lelap. Minum ya, Non!"

Daniella seperti terpaksa meminum beberapa butir kapsul dan tablet ukuran besar itu.

"Buk! Dia kenapa sebenarnya Buk! Apa yang bisa saya bantu buat dia!?" tanyaku yang kian panik.

"Pak Ustadz, tenang dulu Pak Ustadz! Bentar lagi, Non Daniella bakal tidur lelap. Nanti saya ceritakan ke Pak Ustadz."

***

Menit hingga jam berlalu. Aku tak tega melihat teriakannya, sementara aku tak mampu berbuat apa-apa. Aku pun tak diperbolehkan menyentuhnya. Jadi aku seperti orang bodoh tak berdaya melihat wanita kesakitan sejadi-jadinya. Ingin sekali meninggalkan tempat ini agar tak melihat deritanya. Namun, niat itu kuurungkan. Hatiku ingin sekali membantunya untuk sembuh dari luka itu.

Mungkin obat itu telah bereaksi. Kini, Daniella sudah terlelap dan tak terdengar lagi pekikan menyedihkan itu.

Ya Allah, sebenarnya sakit apa dia? Hingga sampai seperti itu?

"Buk, dia sudah tidur."

Si Mbok hanya menganggukkan kepala.

"Pak Ustadz, boleh saya minta tolong. Angkatin Non Daniella masuk ke kamarnya. Kasihan tidur di sini, Pak Ustadz. Kakinya nekuk."

Apa?

Membopong wanita yang bukan mahramku. Astaghfirullah. Bagaimana ini? Haruskah aku menolak? Ini darurat. Kasihan dia, sungguh.

"Ba ... baik, Buk."

Terpaksa aku mengiyakan ucapan si Mbok. Ini darurat, aku melakukannya bukan karena hal lain, melainkan alasan kemanusiaan.

Kubopong tubuh Daniella, dari sofa menuju kamarnya.

Mataku membelalak sempurna begitu memasukki ruang kamar gadis ini. Kamarnya benar-benar lain, dengan ruangan lainnya. Tampak bagai bumi dengan langit perbandingannya.

Ruangan mewah bagai kamar hotel berada di dalam rumah sederhana ini. Ditambah lagi, ada laptop bergambar simbol apel tergigit seperti ponselnya.

Perabotannya pun, mulai dari cermin rias, lemari, hingga meja set kerja. Tampak mewah dan elegan.

Interiornya sungguh memukau. Di atas dinding belakang ranjang. Terpampang  foto Seorang pria gagah dirangkul gadis jelita, secantik bidadari. Setelah membaringkan Daniella. Mataku masih terpaku melihat kecantikan gadis di foto itu.

Siapakah dia? Mengapa Daniella memajang foto gadis itu di kamarnya? Apakah itu foto salah satu idol korea favoritnya?

"Non Daniella kambuh lagi, Pak Ustadz. Kasihan. Si Mbok sebenarnya ndak tega lihat dia kayak gini." Si Mbok mengalirkan linangan air mata tak tertahan, lalu diusapnya pipi yang basah itu dengan kedua tangan.

"Memangnya Daniella sakit apa, Buk? Sampai seperti ini?"

"Kita ngobrol di luar, Pak Ustadz. Biar Non Daniella istirahat."

"Baik, Buk!"

Aku mengiyai. Kami pun keluar kamar, Si Mbok lantas menutup pintu kamar Daniella.

"Buk, sebenarnya apa yang terjadi sama Daniella?"

"Non Daniella sakitnya kambuh lagi, Pak Ustadz. Sudah berbulan-bulan Non menderita kayak gini. Kasihan Pak Ustadz. Dulu, Non Daniella ndak seperti ini!" ucapnya diikuti derai tangis terisak-isak yang seolah tak bisa mereda.

"Daniella sakit apa, Buk?!"

"Non Daniella itu, penyakitnya ndak jelas, Pak Ustadz. Sakitnya campur-campur. Di kulit badan, di wajah, di perut, di kepala. Kadang Non juga sering halusinasi, Pak Ustadz! Sampai Papahnya mau bawa Non ke rumah sakit jiwa. Tapi saya ndak tega. Akhirnya saya bawa Non ke sini."

"Ibuk tarik napas dulu ya, Buk. Rileks. Nanti ceritakan pelan-pelan, biar saya paham. Kalau cerita sambil nangis, saya jadi bingung dan kurang paham nangkap maksudnya."

Akhirnya, si Mbok mengikuti instruksiku. Dia mencoba rileks sejenak, kemudian meneguk teh yang dibuatnya tadi beberapa tegukan.

"Pak Ustadz lihat, foto yang ada di kamar Non?"

Kuanggukan kepala, "oh ... foto artis cantik itu ya, Buk?"

"Itu bukan foto artis, Pak Ustadz! Itu foto Non Daniella dulu, sama Papanya."

"Ha? Yang bener, Buk?!" sepasang mataku membulat sempurna tak percaya mendengar penuturan Si Mbok barusan.

Si Mbok mengangguk.

"Non Daniella itu, dulunya cantik, dan sempurna, Pak Ustadz. Tapi setelah kena penyakit itu. Non Daniella jadi kayak gini. Hidupnya tersiksa. Sepanjang hari teriak-teriak ndak jelas. Papahnya sudah berusaha berobat ke mana-mana. Ikhtiar ndak karu-karuan untuk kesembuhan Non! Setiap berobat ke dokter, penyakit Non ndak didiagnosa dengan jelas Pak Ustadz! Non kena ilmu hitam!"

"Astaghfirullah! Benarkah, Buk? Apa ada alasan yang melatarbelakangi, sampai Ibuk menduga seperti itu?"

"Non Daniella itu dulunya angkuh, Pak Ustadz. Non Daniella sering ngomong sembarangan sama orang. Padahal sebenarnya dia hatinya baik."

"Hmmm ... iya sih, Buk. Aku tahu dari gaya bicaranya tiap ngomong juga agak sedikit angkuh."

"Itu juga dugaan dari orang pintar, pas Non dibawa berobat Pak Ustadz."

"Orang pintar maksudnya, dukun?"

"Iya, Pak Ustadz. Non pernah dibawa ke tempat semacam itu. Tapi akhirnya Non marah-marah ndak mau. Malah si Dukunnya mau dicekik lehernya!"

"Tapi, obat dari dokter, cukup berimbas bagi kesehatannya kan, Buk?"

"Iya, alhamdulillah Pak Ustadz. Itu, kalau Non lagi teriak-teriak. Saya minumkan obat penenang, ada efek obat tidurnya juga. Biar Non lelep tidurnya. Trus ada salep dari dokter spesialis kulit, lumayan mengurangi rasa sakit Non yang biasa menggaruk-garuk kulitnya sekujur tubuh."

"Apa Daniella pernah diruqyah sebelumnya, Buk?!"

"Belum, Pak Ustadz. Sehabis Non baru pulang dari dukun itu. Non berontak tiap mau dibawa berobat ke pengobatan alternatif. Non teriak-teriak ndak karuan."

"Daniella harus diruqyah, Buk. Itu adalah ikhtiar setelah berobat medis. Semoga Allah memberi kesembuhan pada Daniella perantara pengobatan yang diridhai Allah, Buk!"

"Amin, Pak Ustadz. Ngomong-ngomong, apa Pak Ustadz kenal orang yang bisa meruqyah?"

"Nanti akan saya kenalkan para kawan saya di pesantren, Buk."

"Pak Ustadz, semoga pak Ustadz ini bisa menolong Non Daniella. Semoga perantara Pak Ustadz, dan kawan Pak Ustadz. Gusti Allah memberi kesembuhan buat Non. Mbok ndak tega terus-terusan lihat anak asuh Mbok sakit terus, kasihan, Pak Ustadz! Non Daniella itu udah Mbok rawat sejak masih bayi."

"Jadi, Daniella beneran bukan anak Ibuk?!"

Si Mbok menggeleng. "Bukan, Pak Ustadz. Non Daniella anak majikan Mbok dari kota. Dia udah kehilangan ibunya sejak dia masih bayi. Papahnya Non Daniella itu orang sibuk. Dia Sayang banget sama Non! Tapi, lama-lama, papahnya juga pusing lihat kondisi Non yang makin hari makin parah, sampai Non mau ditinggal di RSJ, Pak Ustadz!"

"Ya Allah!" Aku ikut menitikkan air mata terhanyut dalam kepedihan yang diceritakan si Mbok tentang Daniella.

Ternyata dia sudah sangat menderita selama ini, pantaslah dia sudah bersikap bodo amat dengan pandangan orang tentang dirinya. Sedangkan ayahnya saja sudah menyerah dengan penyakitnya.

Ya Allah, angkatlah segala penyakit yang menimpa gadis itu. Apapun penyebabnya, semoga Engkau membersihkan dia dari segala sakit yang menggerogoti tubuhnya.

"PERGI KAMU! Pergi dari sini! Jangan ganggu aku! Kumohon!" Terdengar pekikan lantang dari kamar Daniella.

Si Mbok lekas bangkit dan berlari menuju kamarnya. Begitu pun aku yang turut masuk kamar memastikan apa yang terjadi.

Ternyata Daniella tengah mengigau. Dia bermimpi buruk dalam tidurnya.

Dahinya kini sudah dipenuhi keringat dingin. Sementara matanya masih belum terbuka.

"Non! Bangun, Non! Non mimpi buruk!" si Mbok menepuk-nepuk pipi gadis itu. Namun dia masih belum membuka mata. Napasnya masih terengah-engah.

"Non!" si Mbok mengguncangkan bahu gadis itu hingga akhirnya dia terbangun.

"Non! Badan Non kenapa panas banget, Non!"

Setelah beberapa kali si mbok mencoba mengguncangkan bahunya. Akhirnya Daniella membuka mata.

"Mbok! Tadi Mbok. Ada orang pake jubah serba hitam. Wajahnya nggak jelas ta ... tapi badannya keker, gede! Dia ngejar-ngejar aku sambil bawa kapak, Mbok!" ucap Daniella sambil terengah-engah seperti habis lari jauh.

"Kamu sering mimpi buruk, Daniella?" tanyaku.

Gadis itu hanya mengangguk.

"Apa setiap hari?"

"Hampir setiap hari, Pak Ustadz."

"Sebelum tidur, apa kamu pernah berdoa?"

Dia menggeleng. "Nggak pernah."

"Kamu perlu diruqyah, Daniella!"

"Nggak! Aku nggak mau dibawa ke Paranormal apalagi pengobatan alternatif! Mereka semua cab*l! Enggak!"

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status