Share

Bab 58 - Gadis kecil dari Orleans, Part 8: Teriakan Jeanne d’Arc.

Jeanne d'Arc sekarang sedang berdiri dengan tegap. Dia berdiri sambil memperhatikan ratusan prajurit yang dibawa oleh Remulta. 

Entah berapa prajurit yang Remulta bawa sekarang. Dari yang dilihat ada sekitar 30.000 pasukan lebih. Terdiri dari prajurit, pemanah, pasukan berkuda dan 15 Ksatria Kudus bersamanya. 

Jeanne d'Arc sendiri hanya bersama 30 Ksatria Kudus yang terhitung bersamanya. Meskipun Ksatria Kudus memang prajurit yang kuat dan bisa bernilai 1000 prajurit tiap 1 Ksatria Kudus. Tapi tetap saja, tanpa memiliki prajurit, bukan berarti dia bisa membalikkan keadaan. Dia butuh pasukan sesegera mungkin untuk membantunya. Rak Maja mulai turun tangan untuk mencarikan dia pasukan. 

Meskipun Rak Maja berjanji kepada Ratu Anastasia untuk tidak menggunakan pasukan utamanya. Hal tersebut bukanlah masalah. Rak Maja justru berhasil mengumpulkan pasukan yang dia dapat dari Kota Wisia dan sekitarnya sendirian. Sekitar 15000 prajurit lebih berhasil dia kumpulan. Meskipun disebut prajurit, mereka itu prajurit "terpaksa", abal-abal bisa dibilang. 

Prajurit yang dibawa Rak Maja bukanlah prajurit sesungguhnya, karena mereka terdiri dari tahanan, pengangguran, sampah masyarakat, hingga budak. Mereka bukan prajurit kerajaan yang sekarang sedang bersiaga di dekat gerbang Kota Wisia. Dengan Ratu Anastasia yang memimpin langsung pasukan utama tersebut. 

Jeanne d’Arc hanya bisa menerima apapun yang dia bisa dapatkan sekarang. Dia akan berusaha menggunakan pasukan yang berhasil dikumpulkan oleh Rak Maja ini dengan baik.

Sebelum perang dimulai. Sesuai tradisi, tiap pemimpin dari yang berperang akan saling bertemu untuk "berunding". 

Jeanne d'Arc bersama Ratu Anastasia maju ke depan dengan Jeanne menaiki kuda putih dan Ratu Anastasia menaiki seeokor beruang. Mereka ditemani oleh para penjaga Ratu. Sedangkan di pihak Templar, yang maju adalah Remulta dengan kuda hitam bersama 5 Ksatria Kudus bersamanya. 

"Ternyata benar kau adalah pengkhianat Templar, Jeanne d'Arc. Kau bahkan beraliansi dengan makhluk kotor seperti mereka. Tuhan tidak akan mengampunimu selamanya." ucap Remulta. 

Jeanne bisa melihat wajah Remulta yang terlihat memerah karena marah. Bahkan kedutan-kedutan di wajahnya juga terlihat jelas seperti mau pecah.

"Ya, aku rasa kau benar jika aku mengkhianati Templar. Tapi aku tidak akan mengkhianati Andreana, Remulta."

"Kau juga telah mengkhianati Andreana dengan berteman bersama makhluk kotor seperti mereka. Kau dan Ksatria Kudus lainnya akan langsung aku adili atas nama Templar dan senjata suciku yang dianugerahi Grand Master Andreana, Keping Eden."

"Sebuah ramah tamah yang baik dari Templar. Kau seharusnya tahu kalau aku di sini." ucap Ratu Anastasia. 

"Makhluk kotor tidak punya tempat untuk mengajak Templar bicara." balas Remulta sambil terus menatap Jeanne d'Arc, "Untungnya kelancanganmu tidak membuat Keping Eden milikku menebas kepalamu. Lihat tempatmu Makhluk kotor! Anggaplah ini ampunan dariku."

Jeanne d'Arc kaget Remulta bisa berkata seberani itu kepada Ratu Anastasia. Dia menoleh sedikit kepada Ratu Anastasia dan melihat wajah Sang Ratu yang terlihat menahan amarah. Aura hitam juga ikut mewarnai sekitarnya. 

Tapi tiba-tiba ekspresi Ratu Anastasia berubah. Dia tersenyum dengan sangat manis—yang justru membuat Jeanne tambah ketakutan.

"Baiklah Templar yang terhormat. Kalau begitu kami tunggu keramahtamahanmu di kota kami. Kami akan menyambutmu dengan tangan terbuka. Itupun jika mayatmu masih menyisakan kaki untuk menyentuh tanah kami." balas Ratu Anastasia sambil berjalan mendekati Jeanne d'Arc, "Bunuh dia atau aku bunuh kau." bisiknya dengan nada dingin. 

Setelah itu Ratu Anastasia bersama pengawalnya mundur dari posisinya dan kembali ke pasukannya. 

ÄKu akan membunuhmu dan mengembalikan Keping Eden yang telah dia berikan kepadamu, Jeanne d’Arc.”ucap Remulta yang kemudion sama-sama kembali ke pasukannya.

Jeanne dÁrc juga mulai kembali ke pasukannya setelah Remulta pergi. Sambil kembali, dia melihat sejenak pasukannya. Pasukan yang dia miliki benar-benar pasukan aneh. Meskipun mereka bermacam-macam rasnya, tapi sudah cukup untuk membuat 1 batalion sendiri untuk tiap ras tanpa tercampur. Hanya saja, mereka bukan prajurit, mereka hanya budak dan campuran warga biasa yang melanggar hukum. Mereka bukan orang yang mau mati demi kerajaan ini. 

Saat Jeanne d'arc sampai di pasukannya, dia bolak-balik sebentar di depan pasukannya untuk melihat wajah mereka. Kebanyakan wajah yang mereka tunjukkan adalah wajah melas dan tidak bersemangat. Bahkan ada beberapa dari mereka terlihat gemetaran dan ada yang tidak kuat untuk membawa senjata yang mereka bawa.

Sempat Jeanne d’Arc ingat dengan pesan Rak Maja. Rak Maja berkata bahwa kebanyakan makhluk ciptaan Dewi Narrum itu, meskipun sebenarnya tidak terlalu pintar, mereka itu makhluk yang pikirannya terlalu sederhana, mudah dipengaruhi, dan tidak terlalu suka berpikir repot. 

Kata-kata motivasilah yang mereka butuhkan dan Inilah juga yang menjadi salah satu senjata utama bagi Ratu Anastasia kenapa pasukan dan rakyatnya mau mendengarkan dia. Rak Maja berharap Jeanne bisa memberikan kalimat yang bagus kepada pasukan abal-abal ini agar mereka mau mati untuknya. 

Rak Maja juga berpesan lagi kepada Jeanne d’Arc, untuk jangan menggunakan nama Dewi Narrum sebagai tujuan mereka, karena memuja-Nya dilarang oleh Dewi Narrum. Mereka bisa langsung dibunuh oleh Dewi Narrum jika melakukannya. Sempat Jeanne dÁrc bingung kenapa tidak boleh tapi bagi Sionnya malah boleh. Apalagi, Dewi Narrum kan pencipta mereka, apa salahnya dipuja? Tapi tidak ada waktu untuk menjawab pertanyaan tersebut. Jeanne harus melakukan apapun yang dikatakan Rak Maja agar dia bisa mencapai tujuannya.

Anehnya, ketika dia sedang mengamati pasukannya ini, waktu rasanya seakan-akan melambat seakan-akan pertempuran di depannya ini akan dilaksanakan tahun depan. Tapi Saat Montmorency menghampirinya dengan kuda, waktu itu mulai kembali berjalan normal.

“Jeanne, mereka ini tidak ada harapan sama sekali. Apa kamu pikir bisa memenangkan pertempuran ini?”

“Kita akan menang.” jawab Jeanne d’Arc, “Kau tidak perlu khawatir, Montmorency. Kembali ke posisimu.”

Montmorency mengangguk dan dia kembali ke tengah pasukannya.

Jeanne d’Arc lalu menyuruh kudanya menghampiri gundukan tinggi yang ada di depan pasukkannya. Dia lalu turun dan menusukkan tongkat benderanya di tanah. Setelah itu dia mulai berteriak.

“Dengarkanlah aku! Semua para pencuri dan pengemis, penyamun dan perampok, serta Ksatria Kudus yang mau berdiri dan berkumpul di tanah ini! Meskipun dulu kita adalah penjahat, sampah masyarakat, hingga pengkhianat, di sini kalian semua akan berjuang bersama dan bersatu. Namaku adalah Jeanne d’Arc, Santa Ksatria Kudus Sion. Dengan benderaku ini, aku akan membawa nama dan Tuhanku untuk berjuang bersama ciptaan Dewi Narrum. Dan dengan bendera ini juga, aku akan menjadi pedang dan tameng kalian.” Jeanne d’Arc lalu mengangkat kapak besar berwarna emasnya, “Meskipun pertempuran ini tidak akan mengubah diri kalian di masa lalu. Hanya saja, itu bukanlah hal yang harus kita sesali. Memangnya kenapa kalau kita penjahat? Memangnya kenapa kalau kita sampah masyarakat? Memangnya kenapa kalau kita adalah pengkhianat? Kita semua di sini, di tanah ini, semua sama! Sama-sama makhluk hidup! Meskipun tanah ini akan menjadi kuburan kita. Meskipun darah yang kita tumpahkan menjadi sungai baru kita. Meskipun ada musuh besar di depan yang sekarang menjadi tukang jagal kita. Bukan berarti mereka boleh menentukan takdir kita. Kita yang akan menentukan takdir kita sendiri. Kita akan hidup selamanya dan bangga dengan apa yang kita yakini. Jika kalian yakin dengan diri kalian, angkat senjata kalian dan teriakkan jeritan rasa juang kalian di sini.”

Sesaat semua hening sebentar saat Jeanne d’Arc selesai berpidato. Pasukan abal-abal yang di belakang Ksatria Kudus terlihat mematung dan terpaku sambil terus menatap Jeanne d’Arc. Montmorency dan Ksatria Kudus lainnya saling menengok ke kanan dan ke kiri karena mereka bingung kenapa pasukan yang ada di belakang mereka terdiam.

Montmorency sempat berpikir bahwa sudah tidak ada harapan bagi mereka dan pasti akan kalah. Pasukan yang ada di belakang mereka pasti akan kabur begitu saja atau bahkan hanya bisa berdiri tanpa bisa berlari. Hanya saja pemikiran negatif itu mulai dikejutkan dengan sebuah hentakan.

Hentakan itu berasal dari senjata yang dibawa oleh salah satu tentara. Hentakan satu kali itu kemudian dibalas oleh tentara lainnya. Satu persatu mulai mengikuti hentakan tersebut hingga semuanya mulai menghentakkan senjatanya berkali-kali. Suara hentakan mereka yang awalnya pelan mulai menjadi besar sehingga tanah disekitar mereka terasa seperti bergetar hebat.

Setelah itu pasukan yang ada di depan jeanne d’Arc mulai berteriak dengan keras. Saking kerasnya membuat Ksatria Kudus yang ada di depan mereka jadi terkejut. Terutama Montmorency yang sampai hampir jatuh dari kudanya sendiri. 

“A-apa?” 

Montmorency sampai terasa mau tuli mendengar teriakan dan hentakkan senjata mereka. Bahkan rasa semangat dan perjuangan ingin tetap hidup dari pasukan abal-abal bisa dia rasakan dengan sangat jelas.

Teriakan pasukan itu juga membuat salah satu pasukan Ksatria Kudus di sebelah Montmorency juga mulai berteriak dan ikut menghentakkan senjatanya. Satu persatu dari Ksatria Kudus lainnya juga mulai terpengaruh dan mulai ikut berteriak dan menghentakkan senjatanya. Montmorency juga ikut merasakan hal tersebut dan mulai ikut bersama dengan mereka.

Ratu Anastasia dan pasukannya yang melihatnya jauh dari belakang juga mulai merasakan efek dari teriakan mereka. Rasanya Dia dan pasukannya juga ingin ikut berteriak bersama Jeanne d’Arc dan pasukannya.

“Hebat juga dia.” puji Ratu Anastasia.

“Bagaimana Yang Mulia? Saranku untuk tidak membunuhnya adalah keputusan yang bagus kan?” tanya Rak Maja.

“Di luar ekpektasiku sih. Aku saja mungkin tidak bisa membuat pasukan yang diisi oleh orang-orang tidak jelas seperti itu, dengan instant begitu saja mau berteriak sampai tanah ini terasa bergetar. Jeanne d’Arc, aku akui kemampuanmu. Tapi ini baru permulaan.”

“Ya. Ini baru permulaan. Kita lihat apakah dia bisa mengalahkan pasukan besar itu sendirian atau tidak.”

Jeanne d’Arc lalu menepuk bokong kuda agar kudanya pergi meninggalkan dia. Setelah itu dia berteriak sekali lagi.

“Sekarang ikutlah denganku! Berjuanglah denganku! Angkat senjatamu dan teriaklah seakan-akan ini adalah teriakan terakhir kalian. Semuanya maju!" 

Saat Jeanne d'Arc mulai berlari berlari dengan membawa tongkat benderanya. Semua pasukan dibelakangnya juga ikut berlari bersamanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status