“Jangan bercanda, Kek.”
“Memulai sesuatu itu harus dari awal dan dasar. Kau harus belajar merangkak dulu baru bisa berjalan. Paham?”
Zhang Yuan mengangguk pelan meski sebenarnya dia sedikit tak paham dengan cara pelatihan kakek Wang seperti apa.
“Jadi aku hanya perlu menarik-narik tali ini?”
“Benar.”
“Eh, apa yang kau lakukan?!” sela Wang Yi menghentikan tangan Zhang Yuan yang menarik tali berulang kali dengan kedua tangannya.
“Tadi Kakek bilang aku hanya perlu menariknya.”
“Kapan aku bilang kau boleh memulai?”
“Lalu untuk apa Kakek memanggilku kemari dan memberitahukan barang aneh ini?”
“Hanya pengenalan saja. Nanti setelah kau berla
Mata Zhang Yuan menyipit mencoba mengingat wajah yang tak asing itu, tapi sayang dia tak bisa mengingatnya. “Suruh mereka menyingkir. Aku tak mau tikus jalanan menghambat perjalananku.” Zhang Yuan merasa tak terima dengan perkataannya, tapi tangan Wang Yi dengan kuat mencengkeram untuk memperingatkannya agar tetap bersabar. Ternyata seperti inilah menjadi orang yang tak berdaya melawan kekuasaan. Apakah hal itu dirasakan juga oleh orang-orang yang pernah dia perlakukan di saat nama ayahnya berjaya di kerajaan Song. Kereta juga telah pergi dari hadapan mereka meninggalkan kegeraman yang tertahan di hati Zhang Yuan. Kalau saja tidak ada Wang Yi, mungkin dia telah berseteru dengan pria angkuh itu. “Cih! Sombong sekali!” umpat Zhang Yuan melepaskan tangan Wang Yi yang masih memegangnya. “Zhang Yuan, kau harus t
“Oh astaga, apa otakmu kemasukan arak?” “Aku ingin membersihkan nama baik ayahku. Dia bukan pengkhianat, Kek!” Perkataan itu murni timbul dari dalam hati Zhang Yuan. Meski peluang untuk mencapai keinginannya sangat kecil, tapi dia yakin jika kemampuan diri ditingkatkan lagi maka dia bisa membersihkan nama baik ayahnya. “Dengan apa? Memangnya suara rakyat kecil sepertimu akan didengarkan oleh orang lain?” Wang Yi menarik napas panjang dan menyodorkan mangkuk ke arah Zhang Yuan, “cepat minum dan segarkan dulu pikiranmu itu. Jangan menambah masalah yang akan membuatmu dipenjara lagi.” Zhang Yuan meneguk habis sup penghilang mabuk dengan cepat, “aku ingin bergabung dengan prajurit Song!” “Berhentilah berangan-angan, dengan kemampuanmu seperti ini hanya akan menjadi daging cincang di medan perang,” sambung Wang Yi, sengaja meremehkannya
Bukan hanya pelatihan fisik saja yang ditekuni oleh Zhang Yuan, tetapi buku taktik perang yang ditinggalkan ayahnya juga dia pelajari. Dia sendiri tak menyangka kalau semakin membacanya maka semakin ada ketertarikan dari dalam diri untuk mendorongnya membaca semua yang tertulis di dalam sana. Namun begitu sampai pada lembaran terakhir, dia merasa ada yang kurang sebab masih ada satu inti taktik perang yang terakhir tak tertulis di sana. “Kakek Wang, apa kau merobek bagian akhir dari buku ini?” “Jangan menuduh sembarangan. Mana berani aku melakukan hal itu. Mungkin saja jenderal Zhang Jin belum selesai menulisnya dan memberikannya padamu.” “Lalu apa taktik yang terakhir?” “Mana aku tahu? Lagi pula meski kau membacanya tak mungkin secepat itu kau akan mengerti,” ucap Wang Yi tertawa remeh. H
Saat selesai mendaftarkan diri seluruh calon pelamar dikumpulkan untuk mengikuti tiga tes yang akan menentukan mereka lolos atau tidak. Dan tes yang pertama adalah tes tulisan. Zhang Yuan sedikit ragu jika dia bisa lolos di tes ini sebab dia sama sekali tidak pernah mengikuti pelajaran mana pun di masa lalu. Semua pelamar sudah duduk di meja masing-masing dengan berjarak agar mencegah mereka untuk saling mencontek jawaban. Lembar kosong telah dibagikan ke semua meja untuk mereka. Seorang pengawas juga membuka sebuah kertas besar dengan bertuliskan satu pertanyaan saja yang harus mereka jawab. Semua orang diizinkan mengerjakannya dalam waktu lima belas menit. Sementara yang lainnya sibuk menulis pertanyaan mereka dilembar jawaban, Zhang Yuan sendiri masih terdiam menatap ke lembar pertanyaan yang ada di depan. Bukannya tak tahu harus menjawab apa, tapi pertanyaan itu justru membuat dilema hatiny
Pedang, tombak, busur panah, dan tameng telah berbaris rapi untuk di coba oleh para pelamar. Satu persatu maju ke depan dan menggunakan semua alat itu dengan bantuan seorang prajurit yang menjadi objek lawan mereka untuk menggunakan pedang dan tombak. Sedangkan untuk busur panah ada objek yang menjadi target anak panah yang akan mereka tembak. Jika dari ketiga alat perang itu tak dikuasai oleh mereka satupun maka tameng adalah pilihan terakhir. Ternyata ada banyak juga pelamar yang terbagi dalam empat alat perang yang ada di depan, tapi yang terbanyak justru ada pada tameng, dan ketiga alat lainnya sangat sedikit. Tiba saat giliran Zhang Yuan, dia melewati pedang dan tombak hanya untuk memilih busur panah sebagai alat perangnya. Pandangan mata tertuju di kejauhan tepat di mana target menempel di tiang pohon. Zhang Yuan mengangkat busur panah dan meletakkan anak panahnya
Zhang Yuan hanya terdiam menengadah ke atas langit yang cerah. Di sana dia lepaskan harapan terhadap kedua orang tuanya agar bisa melihat semua jalannya hingga bisa menjadi prajurit tak terkalahkan. “Anak muda, bagaimana kau bisa menjawab jawaban seperti itu di ujian pertamamu? Kalau bukan karena penilaianku sendiri, kau mungkin tak akan lolos di tahap pertama.” Zhang Yuan terdiam. Dia menggaruk kepalanya, sebab hanya bisa menjawab sesuai dengan perkataan sang ayah yang dia ingat di masa lalu. Jika perang melibatkan rakyat maka lebih baik mundur, karena adanya prajurit untuk melindungi kerajaan, dan tanpa rakyat maka tak akan pernah ada kerajaan. Pemimpin tak pernah akan jadi seorang pemimpin jika tak ada yang dia pimpin. Yang ada hanya akan menjadi bangunan megah tanpa pemilik. “Itu sebabnya, aku memilihmu dan memberikan kesempatan padamu. Tidak menyangka, kalau piliha
Semangat para prajurit baru yang begitu besar membuat mereka segera berbalik dan berlari untuk mendapatkan token nama terlebih dahulu. Bagi prajurit baru seperti mereka hal ini sangat berguna untuk mendapatkan nama di medan peperangan. Dengan ambisi masing-masing mendorong mereka untuk menjadi kesepuluh orang yang mendapatkan kesempatan langka untuk bertarung di medan perang bersama dengan prajurit elit sang jenderal besar. Melihat betapa antusiasnya mereka, Zhang Yuan juga ikut berlari dan memanjat ke atas sana. Tapi sayangnya setiap orang memiliki ambisi mereka masing-masing dan ingin menjadi orang yang beruntung itu. Terjadi perkelahian di atas sana yang menyebabkan beberapa dari mereka harus terjatuh ke bawah. Zhang Yuan juga mendapatkan halangan pertamanya dengan seseorang yang mencoba untuk mendorongnya agar terjatuh, tapi sayang dia malah menghindar dan menjatuhkan lelaki tersebut. Jika tak ada yang meng
Benar! Jing Lei adalah komandan utama dari jenderal besar Zhang Jin setahun yang lalu, dan sekarang dia diangkat menjadi jenderal besar kerajaan Song atas konstribusinya terhadap kaisar Qin Huang. Menurut kabar yang beredar Jing Lei adalah orang yang memberitahukan pengkhianatan Zhang Jin terhadap penasihat kerajaan dan akhirnya mendapatkan pengakuan atas kesetiaannya. Hal ini jelas telah diketahui oleh semua prajurit, tapi tidak dengan Zhang Yuan yang baru saja keluar setelah setahun lebih tinggal di hutan kaki gunung. Mata Zhang Yuan membelalak, senyum tipis terukir di wajahnya begitu melihat sosok Jing Lei yang berdiri di depan sana. Akhirnya dia bisa menemukan seseorang yang bisa menceritakan tentang apa yang terjadi terhadap ayahnya di medan perang. “Lapor!” teriak seorang prajurit yang menunggangi kuda, menerobos barisan untuk membawakan kabar pemantauan terhadap prajurit musuh.