Share

Bab 8

Fitri terbangun di sebuah ruangan yang serba putih dengan tangan kanannya dipasang jarum infus. Pandangannya berotasi mengelilingi ruangan tersebut. Ia berpikir siapa yang membawanya ke rumah sakit ini. Ia yakin sekarang ia berada di rumah sakit.

Pandangannya kemudian tertuju pada seseorang yang tengah tertidur di sofa. Kedua alisnya tertaut dan matanya memicing untuk mencoba mengenali siapa pria itu.

"Pak Alvin!"

Fitri begitu terkejut saat melihat jam dinding menunjukkan pukul 06.00 pagi. "Apa aku tidak salah lihat? Itu artinya aku sudah semalaman berada di rumah sakit ini? Lalu bagaimana dengan mas Damar?" gumam Fitri yang langsung mencoba turun dari brankar.

Namun karena ranjang itu terlalu tinggi, dan Fitri kesusahan untuk menuruninya Fitri pun terjatuh sehingga membuat Alvin yang tengah tertidur terkejut dengan suara benda jatuh.

Alvin yang hendak ingin membantu Fitri kembali ke atas ranjang, ia urungkan karena Fitri menolaknya.

"Mari saya bantu kamu untuk naik," ucap Alvin sambil mengulurkan tangannya.

"Maaf Pak, tidak usah. Aku ingin pulang," ucap Fitri sambil tersenyum.

"Tapi kamu belum pulih,"

"Aku sudah jauh lebih baik," ucap Fitri ingin mencabut selang infus yang ada di tangannya. Ia memikirkan Damar yang tengah berada di rumah saat semalam ia tinggalkan sendirian untuk membeli nasi goreng.

Fitri berpikir pasti Damar akan sangat marah, karena ia tidak pulang semalaman.

"Dokter belum mengijinkanmu untuk pulang, karena dari semalam tubuhmu demam. Aku sudah mengabari Asih yang dekat dengan rumahmu untuk memberitahukan keluarga di rumah jika kamu tengah dirawat di sini. Jadi tenanglah!"

Sedangkan di rumah Damar tengah duduk di ruang tamu sambil menatap tajam ke arah pintu masuk. Beberapa menit kemudian pintu pun terbuka dia sudah siap ini melontarkan kata-kata kasar saat melihat pintu terbuka. Ia berpikir jika itu adalah istrinya yang baru saja pulang.

"Dari mana saja kau semalaman? Mana nasi-?" ucapan Damar terpotong saat melihat Siapa yang masuk ke dalam rumahnya. Ternyata bukan Fitri melainkan Asih tetangganya yang rumahnya tidak jauh dengan rumahnya.

"Asih...,"

Asih begitu terkejut dengan suara Damar yang baru saja ia dengar. Ia menatap tak suka pada pria lumpuh di hadapannya itu. Kemudian ia berjalan mendekat ke arah Damar yang membuang muka saat Asih menatapnya tajam.

"Ada apa kau kemari?" tanya Damar datar.

Asih terus melangkah dan meletakkan beberapa bungkus kantong berisi makanan untuk Damar santap di pagi hari dan siang hari ia meletakkannya di atas meja di hadapan Damar.

"Jadi begini kelakuanmu setiap hari pada Fitri? Selalu bersikap kasar dan berkata-kata kasar?" ucap Asih sambil berjalan mengitari Damar yang tengah duduk di kursi roda.

"Bukan urusanmu!"

"Ya, itu memang bukan urusanku. Tapi asal kau tahu suatu hari kau akan menyesal atas perlakuan burukmu terhadap istrimu sendiri. Seharusnya kau bersyukur istrimu begitu setia dan begitu baik merawatmu bahkan tidak meninggalkanmu dalam keadaan lumpuhmu seperti ini! Bahkan istrimu tidak tergoda dengan rayuan pria tampan di luar sana hanya untuk menjaga harkat dan martabatnya sebagai seorang istri yang setia terhadap suaminya yang lumpuh! Kalau aku yang jadi istrimu sudah aku tinggalkan sejak pertama kali kau dinyatakan lumpuh!" ucap Asih geram.

Damar seperti tertampar oleh kenyataan. Apa yang diucapkan oleh Asih memang benar adanya. Fitri adalah istri yang baik namun kenyataannya lumpuh yang tidak bisa ia terima sehingga ia melampiaskan semua amarahnya kepada istrinya.

"Kau tidak tahu kan jika istrimu sekarang berada di mana?" Damar langsung mendongak saat mendengar Asih mengatakan istrinya sekarang berada di mana.

"Memang Fitri di mana?"

"Fitri itu sedang sakit dirawat di rumah sakit dari semalam. Aku menemukannya telah pingsan di jalan. Kau begitu sungguh tega membiarkan istrimu dalam keadaan sakit untuk mencari makan untukmu, kau tidak tahu jika istrimu saat pulang bekerja itu kehujanan bersamaku," ucap Asih panjang lebar, setelah mengatakan itu semua Asih pun berpamitan.

Asih mendapatkan tugas dari atasannya yaitu Alvin untuk menjaga Fitri yang telah dirawat di rumah sakit. Ia dibebas tugaskan di kantor. Dengan alasan Alvin kasihan kepada Fitri karena tidak ada yang menjaganya di rumah sakit berhubung Asih adalah tetangga dekat Fitri maka dari itu Alvin menyuruh Gadis itu untuk menjaga Fitri di rumah sakit.

Setibanya Asih di ruangan Fitri dirawat. Alvin pun berpamitan pada Fitri karena akan ke kantor. Asih dan Fitri pun mengangguk pada atasan mereka keduanya melempar senyum hangat pada Alvin.

Setelah kepergian Alvin, Asih duduk di samping Fitri yang tengah berbaring di ranjang dengan selang infus yang menancap di lengannya.

"Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Asih yang melihat wajah Fitri masih terlihat pucat.

"Aku sudah lebih baik, Aku ingin pulang," ucap Fitri kemudian setelah beberapa saat terdiam.

"Jangan dulu kamu itu masih belum sehat,"

"Tapi aku khawatir dengan suamiku, biasanya jam segini dia sudah sarapan,"

"Kamu tenang saja aku tadi baru saja dari rumah kamu Dan membawakannya beberapa makanan buat pagi dan siang,"

Fitri semalam ingat sebelum ia pingsan, Ia seperti melihat sosok Mamat namun dalam versi tampan dan sangat cool. Bahkan ia bisa merasakan detak jantungnya yang berdetak begitu cepat saat berdekatan dengan pria yang mirip seperti Mamat.

"Kamu kenapa tidak bekerja?" tanya Fitri pada Asih.

"Pak Alvin semalam menelponku, dan memberitahukan Jika ia menemukanmu pingsan di jalan. Kemudian Pak Alvin membawamu ke rumah sakit setelah itu, ia menghubungiku untuk menemanimu," kilah Asih pada Fitri.

Fitri ingat betul siapa yang menolongnya semalam. tapi apa ia salah orang?

"Tapi semalam...?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status