Fitri terbangun di sebuah ruangan yang serba putih dengan tangan kanannya dipasang jarum infus. Pandangannya berotasi mengelilingi ruangan tersebut. Ia berpikir siapa yang membawanya ke rumah sakit ini. Ia yakin sekarang ia berada di rumah sakit.
Pandangannya kemudian tertuju pada seseorang yang tengah tertidur di sofa. Kedua alisnya tertaut dan matanya memicing untuk mencoba mengenali siapa pria itu."Pak Alvin!"Fitri begitu terkejut saat melihat jam dinding menunjukkan pukul 06.00 pagi. "Apa aku tidak salah lihat? Itu artinya aku sudah semalaman berada di rumah sakit ini? Lalu bagaimana dengan mas Damar?" gumam Fitri yang langsung mencoba turun dari brankar.Namun karena ranjang itu terlalu tinggi, dan Fitri kesusahan untuk menuruninya Fitri pun terjatuh sehingga membuat Alvin yang tengah tertidur terkejut dengan suara benda jatuh.Alvin yang hendak ingin membantu Fitri kembali ke atas ranjang, ia urungkan karena Fitri menolaknya."Mari saya bantu kamu untuk naik," ucap Alvin sambil mengulurkan tangannya."Maaf Pak, tidak usah. Aku ingin pulang," ucap Fitri sambil tersenyum."Tapi kamu belum pulih,""Aku sudah jauh lebih baik," ucap Fitri ingin mencabut selang infus yang ada di tangannya. Ia memikirkan Damar yang tengah berada di rumah saat semalam ia tinggalkan sendirian untuk membeli nasi goreng.Fitri berpikir pasti Damar akan sangat marah, karena ia tidak pulang semalaman."Dokter belum mengijinkanmu untuk pulang, karena dari semalam tubuhmu demam. Aku sudah mengabari Asih yang dekat dengan rumahmu untuk memberitahukan keluarga di rumah jika kamu tengah dirawat di sini. Jadi tenanglah!" Sedangkan di rumah Damar tengah duduk di ruang tamu sambil menatap tajam ke arah pintu masuk. Beberapa menit kemudian pintu pun terbuka dia sudah siap ini melontarkan kata-kata kasar saat melihat pintu terbuka. Ia berpikir jika itu adalah istrinya yang baru saja pulang."Dari mana saja kau semalaman? Mana nasi-?" ucapan Damar terpotong saat melihat Siapa yang masuk ke dalam rumahnya. Ternyata bukan Fitri melainkan Asih tetangganya yang rumahnya tidak jauh dengan rumahnya."Asih...,"Asih begitu terkejut dengan suara Damar yang baru saja ia dengar. Ia menatap tak suka pada pria lumpuh di hadapannya itu. Kemudian ia berjalan mendekat ke arah Damar yang membuang muka saat Asih menatapnya tajam."Ada apa kau kemari?" tanya Damar datar.Asih terus melangkah dan meletakkan beberapa bungkus kantong berisi makanan untuk Damar santap di pagi hari dan siang hari ia meletakkannya di atas meja di hadapan Damar."Jadi begini kelakuanmu setiap hari pada Fitri? Selalu bersikap kasar dan berkata-kata kasar?" ucap Asih sambil berjalan mengitari Damar yang tengah duduk di kursi roda."Bukan urusanmu!""Ya, itu memang bukan urusanku. Tapi asal kau tahu suatu hari kau akan menyesal atas perlakuan burukmu terhadap istrimu sendiri. Seharusnya kau bersyukur istrimu begitu setia dan begitu baik merawatmu bahkan tidak meninggalkanmu dalam keadaan lumpuhmu seperti ini! Bahkan istrimu tidak tergoda dengan rayuan pria tampan di luar sana hanya untuk menjaga harkat dan martabatnya sebagai seorang istri yang setia terhadap suaminya yang lumpuh! Kalau aku yang jadi istrimu sudah aku tinggalkan sejak pertama kali kau dinyatakan lumpuh!" ucap Asih geram.Damar seperti tertampar oleh kenyataan. Apa yang diucapkan oleh Asih memang benar adanya. Fitri adalah istri yang baik namun kenyataannya lumpuh yang tidak bisa ia terima sehingga ia melampiaskan semua amarahnya kepada istrinya."Kau tidak tahu kan jika istrimu sekarang berada di mana?" Damar langsung mendongak saat mendengar Asih mengatakan istrinya sekarang berada di mana."Memang Fitri di mana?""Fitri itu sedang sakit dirawat di rumah sakit dari semalam. Aku menemukannya telah pingsan di jalan. Kau begitu sungguh tega membiarkan istrimu dalam keadaan sakit untuk mencari makan untukmu, kau tidak tahu jika istrimu saat pulang bekerja itu kehujanan bersamaku," ucap Asih panjang lebar, setelah mengatakan itu semua Asih pun berpamitan.Asih mendapatkan tugas dari atasannya yaitu Alvin untuk menjaga Fitri yang telah dirawat di rumah sakit. Ia dibebas tugaskan di kantor. Dengan alasan Alvin kasihan kepada Fitri karena tidak ada yang menjaganya di rumah sakit berhubung Asih adalah tetangga dekat Fitri maka dari itu Alvin menyuruh Gadis itu untuk menjaga Fitri di rumah sakit.Setibanya Asih di ruangan Fitri dirawat. Alvin pun berpamitan pada Fitri karena akan ke kantor. Asih dan Fitri pun mengangguk pada atasan mereka keduanya melempar senyum hangat pada Alvin.Setelah kepergian Alvin, Asih duduk di samping Fitri yang tengah berbaring di ranjang dengan selang infus yang menancap di lengannya."Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Asih yang melihat wajah Fitri masih terlihat pucat."Aku sudah lebih baik, Aku ingin pulang," ucap Fitri kemudian setelah beberapa saat terdiam."Jangan dulu kamu itu masih belum sehat,""Tapi aku khawatir dengan suamiku, biasanya jam segini dia sudah sarapan,""Kamu tenang saja aku tadi baru saja dari rumah kamu Dan membawakannya beberapa makanan buat pagi dan siang,"Fitri semalam ingat sebelum ia pingsan, Ia seperti melihat sosok Mamat namun dalam versi tampan dan sangat cool. Bahkan ia bisa merasakan detak jantungnya yang berdetak begitu cepat saat berdekatan dengan pria yang mirip seperti Mamat."Kamu kenapa tidak bekerja?" tanya Fitri pada Asih."Pak Alvin semalam menelponku, dan memberitahukan Jika ia menemukanmu pingsan di jalan. Kemudian Pak Alvin membawamu ke rumah sakit setelah itu, ia menghubungiku untuk menemanimu," kilah Asih pada Fitri.Fitri ingat betul siapa yang menolongnya semalam. tapi apa ia salah orang? "Tapi semalam...?"Setelah kepergian Alvin, Fitri mengatakan pada Asih Jika ia sudah baik-baik saja. Fitri meminta Asih untuk mengantarnya pulang."Asih, kamu bisa mengantarku pulang atau tidak? Aku khawatir pada Mas Damar dia pasti cemas," tanya Fitri pada Asih ia ingin mencabut selang infus yang menancap di punggung tangannya. Namun Asih menghentikannya."Jangan Fit!" Asih mencoba mencegah keinginan Fitri untuk pulang dan meninggalkan rumah sakit. Asih sudah menjalankan perintah sesuai dengan keinginan atasannya yaitu Pak Alvin yang menyuruhnya untuk menjaga Fitri selama dirawat di rumah sakit. Bahkan Alvin menjanjikan jika Fitri dan Asih akan tetap aman bekerja di kantor selama menuruti apa yang dikatakan oleh atasannya."Ini sudah perintah dari atasan kita, Pak Alvin sendiri yang menyuruhku untuk menjagamu!" ucap Asih saat Fitri menatapnya.Asih pun mengangguk kemudian tersenyum, dan meyakinkan Fitri agar percaya dengan apa yang ia ucapkan. Saat Fitri sudah membaringkan tubuhnya kembali di atas ran
"Maaf pak, tadi tiba-tiba perut sebelah kiri saya terasa sakit mungkin karena saya belum sarapan tadi pagi," alibi Cindy sambil menampilkan raut wajah yang menahan rasa sakit. "Kalau begitu kau pulang saja!" perintah Alvin kepada Cindy kemudian Alvin segera memasukkan gawainya ke dalam saku jasnya dan segera meninggalkan ruangannya namun baru beberapa langkah ia menghentikan langkahnya karena Cindy menghentikannya dengan menanyakan bagaimana dengan acara yang akan digelar kantor ini perayaan ulang tahun Sanjaya Corporation."Pak tunggu! Bagaimana dengan acara perayaan ulang tahun Sanjaya corporation yang akan digelar dua hari lagi? kita belum membuat persiapan untuk merayakan acara penting itu," ucap Cindy yang sangat berharap rencananya akan berhasil.Alvin langsung menoleh ke arah Cindy, ia tersenyum karena dia sendiri merupakan acara penting di kantornya ia berterima kasih kepada Cindy yang sudah mengingatkan acara yang akan digelar dua hari lagi."Terima Kasih, kau sudah menginga
Fitri berusaha menjelaskan dengan tenang, “Mas, aku mengerti kekhawatiranmu, tapi aku berjanji tidak ada yang terjadi antara aku dan Pak Alvin. Kami hanya memiliki hubungan profesional di kantor. Aku selalu setia padamu dan tidak akan pernah melakukan hal yang bisa merusak kepercayaanmu.” Fitri berharap suaminya bisa memahami dan percaya padanya.Fitri merasa tegang. Suaminya, Damar, masih menatapnya dengan pandangan tajam. Fitri tahu bahwa situasinya semakin rumit. Di satu sisi, dia harus menjaga hubungannya dengan Alvin di kantor agar tidak merusak karirnya. Di sisi lain, dia harus memastikan Damar tidak merasa cemburu dan curiga. Fitri merenung sejenak, mencari cara untuk mengatasi semua masalah ini.Sementara itu, Cindy, rekan kerjanya yang selalu mencurigai Fitri, semakin dekat dengan kebenaran. Dia terus mengintai dan mengumpulkan bukti tentang Fitri. Fitri merasa tertekan karena rahasia besar yang dia simpan.Dalam keheningan yang menegangkan, Damar akhirnya menghela nafas. “Ak
Malam yang telah ditunggu-tunggu pun tiba. acara pesta ulang tahun Sanjaya corporation yang diselenggarakan di salah satu hotel bintang 5 sudah dipenuhi oleh para tamu undangan. Tamu undangan seperti klien penting dan beberapa karyawan kantor dan karyawan pabrik. Semua ikut merayakan kebahagiaan.Alvin yang baru saja tiba di gedung hotel bersama Fitri dan juga Asih, ketiganya langsung turun dari mobil Setelah tiba di ballroom. Seorang wanita yang datang menyambut kedatangan Alvin langsung menghentikan langkahmu dan bersembunyi di balik punggung beberapa security hotel itu. Wanita cantik itu, mengepalkan kedua tangannya hingga buku-bukunya memutih. Ia begitu kesal melihat Fitri berjalan bersama dengan atasannya bahkan Alvin sampai menyempatkan diri untuk menjemput Fitri. Wanita itu pun tersenyum menampilkan seringainya yang licik, "Kamu akan menyesal Fitri setelah menyakitiku!" gumam wanita cantik itu. Di tempat lain Mamat melihat jika Fitri berangkat dengan Alvin. Ia ingin sekali m
"Michael tadi ada di sini tante, dan ia sebelumnya juga berbincang dengan beberapa klien di sana, tapi sekarang entah ke mana anak itu," jawab Alvin yang kesakitan sambil kedua tangannya memegang lengan Mona yang terus-menarik telinganya. "Tante Kenapa ada di sini? bukannya Tante dan Om bilang tidak akan hadir di acara penting ini?" sambung Alvin lagi sambil mengusap telinganya yang sudah memerah setelah Mona melepaskan tarikan tangannya di telinganya. "Pa, anak nakal itu tidak ada di sini!" lirih mona pada Ronald yang telah berdiri di sampingnya."Mungkin ia tengah berkumpul dengan relasi yang dan klien lainnya, Ya sudah biarkan saja Ma. lebih baik kita pulang saja tidak baik untuk Mama semakin malam di sini," ajak Ronald pada Mona. "Jika nanti kau melihat Michael langsung saja suruh pulang jangan mampir ke mana-mana lagi!" pinta Mona sebelum beranjak pergi pada Alvin yang hanya bisa menggukan kepalanya."Padahal Michael bukan anak umur 5 tahun lagi lo tante," gerutu Alvin namun Mo
Damar begitu khawatir memikirkan Fitri yang sudah tengah malam belum tiba di rumah. Bahkan saat ia hendak membuat secangkir kopi dan mengambil gelas di tempat yang agak tinggi dan Damar tidak bisa menggapainya ia dengan susah payah mengambil gelas itu namun gelas yang tidak dapat dijangkau oleh Damar menjadi jatuh dan pecah di lantai. "Ada apa ini?" gumam Damar kemudian ia tidak jadi untuk membuat secangkir kopi. lebih baik ia mengarahkan kursi rodanya ke arah teras dan menunggu istrinya di luar rumah.Hingga ada sebuah mobil yang berhenti di halaman rumahnya dan itu adalah mobil Alvin yang tadi datang menjemput istrinya. Alvin mengantarkan Asih namun Damar tidak melihat adanya Fitri pulang bersama Asih dan Alvin. "Asih, di mana istriku? Kenapa kau tidak pulang bersamanya?" tanya Damar setelah Asih berada di hadapannya. Alvin dan Asih pun saling pandang saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Damar."Bukannya Fitri sudah pulang sejak tadi?" Asih balik bertanya kepada Damar
Praang!"Mas, kamu kenapa, Mas? Kenapa kopinya kamu buang, Mas?" tanya Fitri pada suaminya yang terlihat tetap diam dan terkesan tak peduli.“Kamu gila?! Kopi masih panas gini dikasih kepadaku?!” sahut Damar, suaminya.Fitri tertahan menahan rasa sesak di dadanya. Hatinya sakit seperti diremas, bulir-bulir kristal bening tanpa permisi mengalir dari ujung netranya. Ia mencoba tersenyum di tengah rasa sakit yang ia rasakan. Ia pun berjalan dan menghampiri suaminya, lalu berjongkok dan menatap tepat di mata sang suami sambil menggenggam erat tangan Damar.“Sudah kakiku lumpuh, sekarang kamu juga mau buat lidahku mati rasa, iya?!” Damar kembali berteriak. Fitri menggeleng. "Tidak begitu, Mas. Maaf," ucap Fitri lembut.Suaminya mengalami kecelakaan di hari pernikahannya. Kecelakaan itu telah merenggut kebebasannya sebagai seorang laki-laki dan sebagai seorang suami, yang mengharuskannya menjalani hari-hari dengan duduk di kursi roda akibat kelumpuhan.Fitri merasa perubahan suaminya sema
“Maaf, Ibu bilang apa?" tanya Fitri memastikan kembali apa yang didengarnya tidak salah.Wanita paruh baya itu terkejut dan langsung menggelengkan kepalanya. Sepertinya ia tidak menduga kalau Fitri mendengar ucapannya tadi.“Bukan apa-apa, Nak,” jawabnya. "Saya pulang dulu, ya, semoga saja suatu hari nanti kita bertemu lagi.”Fitri melihat lagi gulungan uang seratus ribuan di tangannya. Ia tidak percaya kalau doanya dikabulkan Tuhan secepat ini. Sambil mengucap rasa syukur sekali lagi, Fitri pun kembali ke pasar. Ia ingin membeli ayam untuk suaminya.Waktu masih menunjukkan pukul 06.00, ia masih mempunyai waktu sekitar 2 jam ke depan untuk memasak buat makan siang suaminya hingga makan malam. Setelah sampai di rumah Fitri langsung mempersiapkan Semua bahan-bahan yang akan ia masak setelah itu ia langsung eksekusi secepat mungkin.Setelah semua masakannya sudah matang, Fitri pun memilih untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebelum sarapan dan mengajak suaminya untuk makan bersama."M