“Maaf, Ibu bilang apa?" tanya Fitri memastikan kembali apa yang didengarnya tidak salah.
Wanita paruh baya itu terkejut dan langsung menggelengkan kepalanya. Sepertinya ia tidak menduga kalau Fitri mendengar ucapannya tadi.“Bukan apa-apa, Nak,” jawabnya. "Saya pulang dulu, ya, semoga saja suatu hari nanti kita bertemu lagi.”Fitri melihat lagi gulungan uang seratus ribuan di tangannya. Ia tidak percaya kalau doanya dikabulkan Tuhan secepat ini. Sambil mengucap rasa syukur sekali lagi, Fitri pun kembali ke pasar. Ia ingin membeli ayam untuk suaminya.Waktu masih menunjukkan pukul 06.00, ia masih mempunyai waktu sekitar 2 jam ke depan untuk memasak buat makan siang suaminya hingga makan malam. Setelah sampai di rumah Fitri langsung mempersiapkan Semua bahan-bahan yang akan ia masak setelah itu ia langsung eksekusi secepat mungkin.Setelah semua masakannya sudah matang, Fitri pun memilih untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebelum sarapan dan mengajak suaminya untuk makan bersama."Mas, ayo bangun!" ajak Fitri pada Damar yang masih bergelung di bawah selimut.Damar melirik istrinya dan bangun tanpa mengucap apa pun. Fitri sudah mulai terbiasa diperlakukan seperti itu. Ia hanya membantu Damar untuk duduk di atas kasur, kemudian melepas pakaian suaminya satu persatu.Dengan penuh kasih sayang, Fitri membersihkan tubuh suaminya dengan lembut. Fitri hanya bisa mengelap tubuh suaminya karena tubuh mungilnya tidak sanggup jika harus mengangkat tubuh Damar yang lebih tinggi dan besar menuju ke kamar mandi dan memandikannya.Di sela-sela Fitri mengelap tubuh suaminya, ia pun tersenyum sambil menatap wajah suaminya yang tampan. Meskipun beberapa bulan terakhir ini terlihat kumis dan jenggot yang belum dicukur, dan rambutnya yang sedikit memanjang."Mas, Hari ini adalah hari pertama aku bekerja di kantor pusat pabrikmu. Doakan ya semoga urusannya selesai, dan aku betah bekerja di sana," ucap Fitri kepada Damar dan memandang tepat di kedua bola matanya.Beruntung Fitri adalah gadis yang jujur dalam bekerja dan cekatan, sehingga ia bisa direkomendasikan oleh atasannya dan Ia diterima dengan baik di kantor pusat. Lokasinya tidak jauh dari pabrik tempat Damar bekerja dahulu.Hari ini adalah hari pertama Fitri akan bekerja di kantor pusat itu. Sebagai salah satu divisi marketing di sana.Damar tidak menjawab, tapi Fitri bisa melihat matanya berkaca-kaca. Sejak kecelakaan, Damar memang tidak lagi sering mengungkapkan perasaannya. Meskipun begitu, Fitri tetap berusaha mengerti.Sambil masih tersenyum, Fitri mengurus Damar hingga selesai, lalu mendudukkan Damar di kursi rodanya. Ia kemudian mendorong kursi roda itu dan membawanya ke meja makan untuk sarapan bersama.Damar menatap masakan yang semua sudah terhidang di meja makan. Ia pun beralih menatap istrinya yang tengah menyendokkan nasi dan beberapa lauk pauk dan sayur."Kamu bisa masak sebanyak ini uang dari mana?" tanya Damar pada Fitri."Alhamdulillah, Mas, tadi ada orang baik saat aku di pasar membantunya mengangkat semua belanjaan miliknya, jadi aku diberi uang lebih," jelas Fitri pada suaminya.“Kamu gak bohong, kan?” selidik Damar.Fitri menoleh dengan cepat. “Apa maksud pertanyaanmu, Mas?”“Apa lagi? Suamimu sudah lumpuh, kamu sehat dan cantik, lalu tiba-tiba dapat uang banyak untuk masak–”“Mas!” Fitri segera menghentikan ucapan Damar. “Aku gak setega itu ninggalin suamiku untuk uang gak halal….”Damar terdiam, mungkin sadar dengan ucapannya yang keterlaluan. Ia memang lebih sensitif setelah keadaannya begini. Namun, ia juga tampak enggan meminta maaf.Fitri menghapus setetes air matanya yang keluar. “Ayo, cepat dimakan, Mas. Habis ini aku mau berangkat ke kantor baru,” ucapnya dengan suara serak dan bergetar.******Fitri sudah tiba di kantor tepat waktu sebelum jam kerja dimulai. HRD bilang, ia harus melapor terlebih dulu ke ruangan yang berada di lantai 7.Dari kejauhan, Fitri melihat sebuah lift sudah terbuka. Ia pun cepat-cepat berlari agar tidak menunggu lift berikutnya.“Tunggu!”Saat ia akan memasuki lift, ia tidak sengaja menabrak seorang pria yang baru saja keluar dari lift. Hingga membuat tubuh mungilnya sedikit terhuyung dan hampir terjatuh jika pria tersebut tidak menahan tubuhnya.Pria itu tidak sengaja memeluk tubuh Fitri dan tatapan keduanya bertemu hingga beberapa detik. Fitri hanya mengedipkan matanya karena terkejut, berbeda dengan pria itu yang tampak bengong saja dengan mata membesar.“Ehem!”Fitri yang merasa malu, langsung melepaskan diri dari pelukan pria yang belum ia kenal. Sedangkan pria itu menyimpulkan sebuah senyuman dan tatapan matanya tertuju pada Fitri yang saat ini terus menundukkan wajahnya.“Mbaknya jadi naik gak?” tanya seorang karyawan yang sudah ada di dalam lift.“E-eh, iya, Mas. Mau.”Fitri segera melangkah masuk setelah mengucapkan permintamaafan singkat. Pria itu masih berdiri di depan lift sampai pintu tertutup, membuat Fitri mengerutkan dahi.“Dia kenapa, ya?” tanyanya dalam hati.Fitri akhirnya tidak mau pusing memikirkan pria itu. Lagipula ia tidak tahu apakah akan bertemu lagi atau tidak. Jadi, lebih baik Fitri fokus pada hari pertamanya bekerja.Setelah melapor ke HRD, Fitri diarahkan ke ruangan divisinya. Di sana, ia bertemu salah satu teman lamanya yang bernama Asih. Ia merasa senang karena setidaknya ada satu orang yang ia kenal di sini.Hari pun berganti siang, istirahat makan siang telah tiba. Asih mengajak Fitri untuk makan di kantin kantor bersama teman-teman yang lainnya sesama karyawan. Tiga puluh menit kemudian, keduanya selesai makan siang dan akan kembali ke ruangan masing-masing.“Jadi OB baru kerjanya yang becus dong! Masa bikin kopi aja gak bisa?!”Saat tengah melewati koridor kantor, Fitri melihat seorang staff yang tengah memarahi seorang OB. Fitri tampak tidak asing dengan perawakan OB itu, tapi ia tidak bisa mengingat pernah melihatnya di mana.“Ngawur kamu, Fit! Kamu aja baru sehari kerja di sini,” Fitri memperingati dirinya sendiri.Fitri melihat OB itu yang tengah disuruh berlutut dan meminta maaf di hadapan seorang wanita cantik yang berpakaian seksi dan modis.“M-maaf, Mbak….” suara OB itu terdengar.“Mbak?! Kamu pikir aku ini pembantu apa dipanggil Mbak?! Dasar OB gak tau diri!” Wanita itu kembali berteriak, dan hampir menyiram kopi itu ke wajah sang OB."Jangan!"Cindy menghentakan kakinya karena ia begitu kesal kepada Michael yang bukannya mengajak dirinya malah mengajak Alvin. Cindy menatap dua punggung tegak yang perlahan menjauh dari. Ia pun teringat pada seseorang yang beberapa hari yang lalu telah Ia perintahkan untuk menjebak Fitri. "Jangan sampai orang itu buka mulut jika suatu saat nanti bertemu dengan Pak Alvin. Aku harus secepatnya mencegahnya,'' gumam Cindy kemudian ia meraih tas kecilnya dan memasukkan handphone serta dompet yang berada di laci meja kerjanya. Cindy berjalan keluar kantor menuju tempat di mana ia akan bertemu pria yang ia suruh untuk menculik Fitri. Dan menjual Fitri kepada seorang germo yang terkenal di kota. Cindy juga ingin tahu siapa yang membeli Fitri saat malam itu. Cindy begitu yakin jika yang membeli Fitri itu adalah laki-laki hidung belang dan juga tua. Iya pun terkekeh geli saat membayangkan Fitri Tengah digagai oleh seorang pria hidung belang dan usianya sudah renta.Mobil yang dikendarai oleh Cindy
"Jangan sentuh aku!" teriak Fitri tepat di hadapan Michael. Fitri menatap Michael dengan tatapan yang tajam dan penuh kekecewaan. “Apa tujuanmu membohongiku, Michael? Kenapa kamu menyamar sebagai Mamat?” tanyanya, suaranya bergetar karena emosi yang bercampur antara marah dan sedih. Michael menghela nafas, matanya tidak bisa menatap langsung ke dalam mata Fitri. “Fitri, aku… aku hanya ingin dekat denganmu. Aku tahu ini salah, tapi aku tidak bisa menahan perasaanku,” jawab Michael dengan suara yang rendah. Fitri menggigit bibirnya, berusaha keras untuk tetap tenang. “Perasaanmu tidak bisa menjadi alasan untuk membohongi seseorang, Michael. Kamu telah melukai aku,” ucapnya, air mata mulai jatuh dari matanya. "Kamu tega! apa yang sudah kamu lakukan padaku semalam? memaksaku untuk menuruti nafsumu! kamu tega melakukan semua itu padaku merenggut kesucian yang selama ini aku jaga, bahkan suamiku sendiri Mas Damar belum pernah menyentuhku!" pekik Fitri dengan suara yang naik satu oktaf b
Keesokan harinya Fitri sudah mulai masuk ke kantor lagi. Meskipun Fitri merasa malu jika ia bertemu dengan pria yang sudah merenggut kesuciannya. akan tetapi jika Fitri tidak bekerja dari mana ia akan merasakan uang untuk bertahan hidup. setidaknya sikap suaminya sudah mulai melembut meskipun kadang masih suka membentak akan tetapi tidak seperti yang sebelumnya. "Mas, Aku berangkat kantor dulu ya," pamit Fitri pada Damar sambil mencium punggung tangan suaminya. "Berangkatlah! ingat pulangnya jangan terlalu malam, jika tidak ada lemburan cepatlah pulang!" ucap Damar menasehati istrinya. Fitri pun berangkat dengan menggunakan bus metromini angkutan kota seperti biasa. Uang yang Ia punya hanya cukup untuk membayar angkutan umum saja. Setibanya Fitri di kantor, ia merasa aneh pada semua Karyawan OB ataupun Satpam yang memperhatikannya dari Saat Fitri memasuki Luki kantor hingga akan memasuki sebuah lift menuju lantai di mana ruangannya berada. "Ada apa dengan mereka?" guma
Semua mata tertuju pada pria paruh baya yang telapak tangannya berlumuran darah, Michael dan Alvin begitu terkejut dengan kehadiran Ronald. Papa! Om Ronald! pekik Michael dan Alvin bersamaan. Namun saat Michael dan Alvin ingin membantu Ronal d untuk membawanya ke rumah sakit karena di telapak tangan pria paruh baya itu terdapat beberapa pecahan beli yang menancap. "Papa, Papa tidak apa-apa?" tanya Michael khawatir dan hendak memeriksa telapak tangan Ronald, namun alangkah terkejutnya Ronald menepis tangan putranya sebelum mendarat di lengannya. "Jangan sentuh aku!" Ronald menatap tajam pada Michael yang memasang raut wajah bingung. Di saat Ronald ingin menampar wajah sang putra tidak disangka Mona datang menghampirinya. wanita paruh baya itu menjerit mengetahui suaminya terluka. Papa! "Mike, Papa kamu kenapa?" tanya Mona yang menatap tajam ke arah putranya. Saat Mona ingin mencari beberapa satpam namun ia mengedarkan pandangannya akan tetapi Michael dan Alvin segera m
"Kau ini kenapa Bro?" tanya Alvin yang baru saja tiba di kamar Michael menginap. Alvin melihat Michael hanya diam dan tanpa menoleh sedikitpun padanya yang sudah berdiri di sampingnya. "Kau ini kenapa sih? ditanyain diam saja! Ada apa denganmu?" berondong Alvin pada saudara sepupunya yang terlihat begitu mengenaskan penampilannya. Alvin berjalan melewati Michael yang masih diam tanpa kata ia memilih merupakan dirinya di atas kasur berukuran king size. Alvin terlonjak kaget saat mendengar apa yang dikatakan Michael Jika ia ingin diantarkan ke rumah Fitri. Antarkan Aku ke rumah Fitri!" ucap Michael tanpa menoleh pada Alvin yang tengah terbaring hingga bibirnya membentuk huruf O. "Tumben bener kamu ingin ke rumah Fitri? Dia sama sepertimu semalam tidak pulang," "Aku tahu!" Kali ini Alvin langsung bangun dari posisinya rebahan. ia duduk di dekat Michael yang tengah memejamkan matanya sambil memijat pelipisnya. Alvin heran bahkan ia sampai mengerutkan keningnya karena Mi
Keesokan harinya Fitri bangun lebih awal. Ia perlahan turun dari ranjang kemudian segera memakai pakaian yang sudah koyak di bagian pundaknya. Ia kemudian mengambil sebuah jas yang terletak di sebuah kursi di kamar itu, kemudian Fitri segera meninggalkan kamar yang sudah membuat hidupnya hancur karena seorang pria yang telah tega memaksanya untuk menuruti semua keinginan. Fitri yang sudah berjalan di lorong hotel, namun ia teringat, jika ia tidak memiliki uang sepeser pun untuk ongkos naik ojek, jadi iya kembali lagi ke dalam kamar dan mencari dompet pria yang sudah merenggut kehormatannya. Kedua bola matanya membulat sempurna saat melihat sebuah dompet yang tergeletak di atas nakas, terlihat dari desainnya sudah jelas dompet itu bukan dompet sembarangan melainkan dompet yang harganya ratusan juta. Tangan Fitri bergetar saat meraih dompet itu ia membuka isi dompet itu dan ingin mengambil pecahan uang lima puluh ribu untuk ongkos pulang naik ojek. Tapi Fitri begitu terkejut saa