"Halo, Rucita, kamu di mana? Maaf Kakang baru telepon, karena Kakang terkena musibah."
"Hah? Musibah apa, Kang? Kakang di mana sekarang?"
"Mobil travel yang Kakang tumpangi kecelakaan, jadi Kakang dirawat beberapa hari di rumah sakit, tapi sekarang sudah sehat, hanya kaki Kakang masih sakit. Kamu tidak perlu khawatir. Bagaimana Arnan? Bagaimana keadaan kamu, Cita?"
"Oh, syukurlah, Kang. Mm ... itu, Kang, saya dan Arnan sudah putus dan semua barang pemberian Arnan juga sudah saya kembalikan, tepatnya dia yang memintanya kembali."
"Ya ampun, terus kamu gak papa'kan Cita?"
"Gak papa, Kang, emang belum berjodoh. Cita baik-baik saja, Akang gak usah khawatir sama Cita. Kang Tangguh pulihkan saja kesehatan Akang di sana. Cita mungkin akan mencari pekerjaan untuk melupakan Arnan."
"Oh, ya sudah, kabari Akang kalau kamu sakit atau kenapa-napa ya."
"Iya, Kang, Kakang juga jaga diri dan hati-hati kalau berkendara."
"Ya udah, Akang tutup y
Setelah memastikan Tangguh tidur, Linda pun memutuskan pulang ke rumah karena Steve sudah menunggunya . Wanita itu tiba di rumah sudah sangat larut. Steve bahkan sudah tidur dengan sangat lelap saat ia membuka pintu kamar. Steve sama sekali tidak terganggu tidurnya ketika istrinya itu berjalan masuk ke dalam kamar mandi.Air dingin yang membasuh tubuh Linda membuat wanita itu merasa begitu segar. Segelas teh manis hangat ia sedih sebelum ikut berbaring bersama Steve di tempat tidur. Jujur saja, ketika tidur di rumah sakit walau satu ranjang dengan Tangguh yang sakit, pasti sangat berbeda rasanya dengan tidur di tempat tidur yang luas.Linda merapikan selimut suaminya, lalu ikut tidur di sana. Linda memandangi Steve. Sudah tidak ada lagi cinta di hatinya untuk Steve yang ada hanya perasaan seperti adik dan kakak saja. Bagaimana untuk ke depannya jika ia harus bersikap dan terus berpura-pura mencintai Steve? Berapa lama sandiwara itu harus ia lakukan, padahal
"Tangguh, hei, ada apa?" Tangguh tersentak kaget dengan mata terbelalak saat merasa pipinya ditepuk kuat oleh seseorang."P-pak, Steve, a ... kapan sampai?" tanya Tangguh gugup. Wajahnya pucat dengan tubuh tiba-tiba berkeringat dingin. Ternyata hanya mimpi, walau terasa sangat nyata."Baru saja dan saya melihat kamu seperti mimpi bertemu dengan malaikat maut," jawab Steve sambil memutar bola mata malasnya. Steve menarik kursi untuk mendekat pada Tangguh, sedangkan Tangguh mendadak canggung berada di dekat Steve, seolah-olah dia saat ini tengah berada di dekat hakim yang akan mengadilinya."Saya minum dulu, Pak," kata Tangguh dengan tangan gemetar meraih gelas berisi air putih. Steve hanya memperhatikan Tangguh yang gugup. Jelas sekali Tangguh merasa bagaikan orang yang bersalah, tetapi Steve masih belum menemukan cara tepat, aman, dan pas untuk menghukum Tangguh dan juga Linda."Bapak datang sendiri atau bersama Bu Linda?" tanya Tangguh
["Halo, Cita, kamu apa kabar?"]["Kang Tangguh, Cita sehat, Kang. Kakang gimana kabarnya?"]["Kaki Kakang masih cidera."]["Ya ampun, terus bagaimana, Kang? Kakang mau balik ke rumah atau bagaimana?"]["Kata Pak Steve, kamu yang diminta ke Tangerang. Kamu temani Kakang di rumah sakit dahulu, mungkin masih tiga harian lagi. Setelah itu kamu temani Kakang di rumah Pak Steve sampai kaki Kakang sembuh. Gimana, Cita? Kamu gak papa?"]Rucita tersenyum senang mendengar permintaan Tangguh atas dasar perintah suaminya. Tentu saja ia tidak menolak dan pasti akan sangat senang bisa mengunjungi Steve dan juga Tangguh.["Cita! Halo!"]["Eh, i-iya, Kang. Kapan Cita harus berangkat?"]["Katanya sekarang saja, biar gak kemaleman sampai terminal Cikokol. Nanti dijemput Pak Steve untuk langsung diantar ke rumah sakit. Kamu ada uang untuk ongkos tidak?"]["Baik, Kang. Ongkos Cita ada, tapi nanti Kakang gantiin ya."]["Iya, Adi
"Tentu saja aku perlu khawatir. Anak perawan diminta ke kota untuk mengurus kakaknya yang sakit, sedangkan dia tidak pernah ke kota. Sudah, jangan bilang kamu cemburu? Ha ha ha ... tidak mungkin!" Steve menertawakan Linda, kemudian ia pergi begitu saja meninggalkan istrinya yang terdiam masih di depan pagar. Steve kembali mengawasi tukang yang sedang bekerja.Pukul enam sore, Steve sudah berada di terminal Cikokol untuk menjemput Rucita. Hatinya sungguh tak sabar menanti kedatangan istri kecilnya yang sangat menggemaskan. Steve keluar dari mobil dan menunggu di sebuah warung kopi. Bus keluar-masuk tak jauh dari tempat ia bersantai sejenak.Bep! Bep!Steve mengambil ponselnya dari saku dengan cepat. Pria itu tersenyum saat mendapati nama Rucita yang ada di sana."Halo, Sayang, di mana?""Di loket beli karcis, Mas, cepat jemput.""Oke, tunggu di sana ya. Saya dekat kok." Steve menutup ponselnya, lalu mengeluarkan uang lima ribu rup
"Dokter baru saja visit lima menit yang lalu. Parfumnya memang sangat mirip dengan parfum yang sering dipakai Bu Linda, Pak. Saya sempat mengira yang datang berkunjung adalah Bu Linda, ternyata dokter."Oh, begitu." Steve mengangguk paham. Namun ia tahu ada yang tidak beres dengan keterangan Tangguh. Pemuda itu berbohong dan istrinya pasti baru saja dari sini. Apalagi di leher Tangguh ada noda merah samar seperti bekas lipstik. Tidak mungkin bibir dokter menempel di sana bukan?"Baiklah, Rucita, Tangguh, saya akan kembali ke rumah. Kamu jaga Kang Tangguh kamu baik-baik. Semoga bisa segera keluar dari rumah sakit," ujar Steve sambil tersenyum."Terima kasih sudah menjemput dan mengajak saya makan enak tadi. Hati-hati di jalan Tuan Steve," ujar Rucita sambil menunduk hormat. Steve keluar dari kamar perawatan, Rucita melanjutkan berbincang dengan kakaknya. Hatinya sungguh senang sudah dikelilingi oleh dua pria terbaik dalam hidupnya."Jadi, cerit
"Eh, i-ini ... s-saya menemukannya di jalan, Kang. Saat ... jalan mmm ... ke pasar saya melihat cincin ini dan saya gak tahu kalau ini cincin mahal. Memangnya ini mahal, Kang?" Rucita menarik keluar cincin dari jari manisnya, lalu memberikan pada Tangguh. Pemuda itu memutar bolak-balik cincin bermata berlian di depan matanya."Sepertinya ini berlian, Cita. Ya ampun, beruntung sekali kamu mendapatkannya, kenapa kamu tidak umumkan di pasar, saat kamu menemukannya?" tanya Tangguh."Mana saya tahu ini cincin mahal atau tidak, saya kira malah yang satu gram tiga puluh lima ribu itu, Kang. Makanya langsung saya cuci dan saya pakai," cerita Rucita dengan begitu antusias. Wajah dramanya begitu sempurna hingga mampu meyakinkan Tangguh."Ya sudah, simpan dengan baik dan jangan dijual. Kalau tidak ada surat tidak bisa dijual dan jual berlian itu tidak bisa sembarangan," kata Tangguh pada Rucita.Cklek"Kalian sudah siap?" suara Steve dari de
Tangguh dan Rucita sampai di rumah pada pukul dua siang. Linda sudah menyambut kedatangan mereka di depan rumahnya, bahkan Linda sudah membuka lebar pagar rumahnya. Mobil Steve parkir di tempat biasa, di bawah pohon nangka besar yang mulai berbuah.Steve turun pertama kali, lalu disusul Rucita. Steve bahkan membukakan pintu untuk Tangguh dan membantu pemuda itu untuk turun dari mobil.Linda berlari menghampiri ketiganya dengan senyuman ramah."Halo, Nyonya, s-saya Rucita," ujar Rucita lembut sambil mengulurkan tangannya pada Linda."Halo, saya Linda. Selamat datang di rumah sederhana saya," kata Linda sambil tersenyum."Ayo, langsung beristirahat di kamar saja dulu!" Steve membantu Tangguh berjalan menuju rumah belakang yang baru selesai direnovasi semalam. Linda bahkan diminta untuk membersihkan agar tidak ada debu yang masih menempel.Linda mengekori ketiganya berjalan menuju rumah Tangguh. Kedua tangan Steve
Kedua kakak beradik itu sudah kembali ke rumah. Rucita masuk ke dalam kamar tanpa sepatah kata pun setelah membantu Tangguh ke kamar mandi. Hatinya terbakar api cemburu atas perlakuan Linda pada suaminya. Yah, walaupun suami bersama tetap saja rasa cemburu itu membakar hatinya.Begitu juga dengan Tangguh yang duduk di tepi tempat tidur sambil memandangi kedua kakinya yang masih sakit. Ia tidak bisa mengerjakan apapun untuk mengalihkan rasa panas di hatinya. Inilah pertama kali ia melihat dengan mata kepalanya sendiri Linda mencium Steve. Apakah memang kekasihnya itu akan meninggalkannya? Apakah Linda benar-benar akan kembali pada suaminya dan melupakan hubungan diantara mereka?Sejak pagi hingga siang hari, baik Rucita dan Tangguh sama sekali tidak berbincang. Keduanya sibuk meredam rasa panas di hati.Lalu bagaimana dengan Linda? Wanita itu mendadak resah setelah berani mencium Steve di depan Tangguh dan Rucita. Entah siapa yang mendorongnya melakuk