Anggie dan Gibran kini kembali pulang setelah menempuh beberapa jam dalam mobil berdua saat perjalanan pulang. Adrian tentunya sudah menemukan Kayla setelah berhasil mendesak Anggie agar jujur kepadanya dibantu oleh Gibran dan mereka juga pulang menggunakan mobil Adrian. Tidak dapat Anggie bayangkan bagaimana nasib sahabatnya setelah insiden tersebut, yang pasti dapat Anggie tebak bahwa Kayla takkan lepas dari amukan Adrian.
Anggie. Aku harap kamu baik-baik saja, Key.
Kayla Ayu Safira. Jangan khawatir. Adrian bukan siapa-siapa bagiku, jadi dia tidak berhak memarahiku atas tidakan konyolku itu.
Anggie. Benarkah? Bukankan dia itu pacarmu?
Anggie menatap bunyi pesan yang baru saja dikirimnya pada Kayla dan terpikir tentang hal serupa. ‘Kayla dan Adrian, pacaran? Dilihat dari segi kedekatan keduanya yang tidak normal, Adrian mirip pasangan posesif dan agak garang. Hhmm .... Apa jan
“Baiklah teman-teman kalian makanlah yang banyak sampai kenyang, karena hari ini aku yang teraktir,” celetuk Anggie pada orang-orang yang lebih mirip antek-anteknya ketimbang teman-temannya. Beberapa orang tersebulah yang merupakan kumpulan mahasiswa yang cupu yang sering kali dimanfaatkan dan diperbudak Anggie selama ini.Tanpa berani menolak beberapa orang tersebut mengangguk patuh. “Jangan lupah tambah dan kamu Monika makanlah yang banyak, jangan membuatku menjadi teman jahat yang membiarkan temannya kurus kurang makan!” tambah Anggie membuat Monika takut sehingga memesan makanan yang lebih banyak.Hobi makan mungkin sangat berterima kasih pada kebaikan Anggie kali ini, tapi bagaimana dengan yang sedang diet dipaksa makan banyak dan itu makanan tidak sehat yang mengandung banyak kalori, mana tidak boleh habis sedikit? Bagaimana nasib orang tersebut .... Entahlah, Anggie tidak perduli hal tersebut, karena yang dibutuhkannya adalah menghabiskan uang yang berada di dalam
Anggie menatap memperhatikan desain dan interior rumah yang katanya sebentar lagi akan menjadi tempat tinggal mereka, kemudian menatap Gibran yang ternyata juga sedang menatap ke arahnya. Keduanya saling menatap dalam diam sebelum kemudian Anggie beralih menatap hal lain karena tidak tahan menyelami tatapan Gibran yang begitu menghipnotis.“Apa kamu suka?” tanya Gibran dengan lembut membuat Anggie mengerut heran.‘Perasaan baru beberapa saat lalu dia kelihatan kayak iblis yang siap membunuh orang, lah sekarang udah berubah kaya malaikat ganteng yang siap menggoda iman perempuan sih?!’ gerutu Anggie dalam benaknya.Mengenyahkan isi pikirannya, Anggie beralih kembali menatap seisi ruangan rumah dan kemudian menyadari ada hal yang aneh. Desain dan interiornya merupakan impian Anggie. Calon rumah yang akan menjadi tempat tinggal mereka kelak adalah rumah yang sudah diimpi-impikan oleh Anggie dan sekerang hal itu bukan lagi mimpi, melainkan nyata dan sebentar l
Anggie memutuskan kembali ke tempat calon rumah barunya dengan Gibran atas usul Kayla. Mereka berencana menyelidiki dalang dibalik dua orang penjahat yang dibayar untuk menculiknya dan hal itu dimulai dengan sesuatu yang sudah direncanakan dan disusun sedemikian rapih oleh keduanya.“Rumahmu indah juga, ya, Anggie. Menarik dan seperti yang kamu impikan,” komentar Kayla begitu keduanya memasuki pekarangan halaman rumah.“Jangan bahas hal itu dulu. Nanti saja. Sekarang yang perlu dilakukan adalah menjalankan rencana kita membuat Mas Gib-gib percaya bahwa memang ada orang yang berniat menculikku,” kata Anggie dengan serius dan Kayla tentu saja menganggukinya.“Baiklah. Kalau begitu sekarang mari kita cek ke dalam, siapa tahu ada petunjuk,” jawab Kayla lantas membuat Anggie segera mengiringnya masuk.Kayla mengerutkan dahinya dan kemudian menatap tidak percaya Anggie ketika ia melihat bekas kecerobohan. “Kamu tidak mengunci pintu rumah ini saat pergi tadi?”
Gibran mengiring Anggie ke kamar mereka kemudian mendudukkannya di atas tempat tidur. Tangisannya semakin menjadi disertai sesenggukan, padahal sebelumnya Anggie tidaklah separah demikian. Membuat Gibran merasa sedikit kewalahan mendengarnya meskipun masih sabar dengan setia mengelusi kepala Anggie sambil merangkulnya.“Udah, ya, Nggie ... kan Mas Gib-gib sudah janji untuk menghajar penjahat yang ingin menculik kamu itu. Berhenti nangisnya, nanti mata kamu bengkak dan apa kamu tidak capek menangis terus sedari tadi, hah?” Tanya Gibran diakhir kalimatnya.Mendengar itu membuat Anggie segera mendongak melihat wajah Gibran sejenak, sebelum kemudian ia beralih menarik baju Gibran dan menghapus air mata beserta ingusnya yang sempat keluar pada baju Gibran tersebut.Melihat hal itu membuat Gibran melotot tajam. Beruntung saja Gibran mengingat Anggie ini adalah gadis kecil kesayangannya yang sudah tumbuh menjadi wanitanya dan kini menjadi istrinya, karena jika tidak Gibra
Reunian teman SMA-nya yang berlangsung mendadak membuat Anggie pergi menghadirinya tanpa izin. Kedua mahluk yang berteman akrab tersebut tidak pergi berdua saja, melainkan bersama teman kuliah mereka masing-masing yang nekat mereka kenalkan sebagai pasangan karena tidak ingin diledek tidak laku atau jomblo.Iya Anggie sebenarnya memang mempunyai Gibran sebagai pasangannya, tapi menurut Anggie mengajak Gibran menghadiri acara renuniannya mana mungkin pria itu setuju terlebih lagi keadaan pria itu sedang sibuk-sibuknya. Sementara Kayla juga memanglah mempunyai pasangan, mempunyai pacar, tapi sayangnya ia baru putus gara-gara Andrian yang selalu merecoki hubungannya dengan kekasih. Hal itu mengakibatkan pacarnya sering kali merasa tidak nyaman dan sering kali kewalahan akan tingkah Adrian yang katanya hanyalah sepasang adik dan kakak ipar, tapi malah bertingkah seperti kekasih posesif yang takut diselingkuhi.Kedua alasan tersebutlah yang membuat Anggie dan Kayla kompak m
Setelah perdebatannya dengan Gibran, Anggie mengambek tidur dalam kesempitan membelakangi Gibran. Karena lagi-lagi Gibran melakukan sesuatu yang sudah jadi kebiasaannya menguasai tempat tidur dengan berbaring di tengah dan kali ini Anggie tidak melakukan kebiasaannya tidur di atas Gibran.‘Bodoh amatlah gue kesempitan, ogah dekat-dekat sama pria tukang ngambek dan suka ngatur-ngatur satu ini. Huhh, pokoknya aku tidak mau dekat-dekat apalagi sampai menempel dengannya,’ gerutu Anggie membatin sambil mengeram kesal. ‘Eh, tapi tunggu dulu!’ sambung Anggie masih membatin dengan tiba-tiba bangkit dan membulatkan kedua bola matanya yang sebelumnya sudah terpejam.“Saat ini bukankah aku juga tidur disampingnya dan itu berarti kami juga sedang tidur berdekatan. Ah, tidak bisa dibiarkan ini!” Anggie tersadar kemudian bangkit menarik selimut dan bantalnya ingin pindah kamar.Akan tetapi Anggie mengurungkan niatnya, sebab saat sudah di depan pintu ternyata se
“Mas Gib-gib kerjanya yang semangat ya, jangan malas dan jangan lupa untuk selalu mengingatku.”Tepat setelah mengatakan hal itu Anggie dengan tanpa diduga mendaratkan kecupannya singkat di pipi Gibran. Membuat Gibran menatap tajam sambil mengerutkan dahinya memikirkan sesuatu. Dia tidak marah pada tindakan Anggie yang spontan menciumnya tanpa peringatan, hanya saja itu aneh, teramat aneh malahan.“Berani-beraninya kamu mencium pipiku?” Gibran mengintimidasi Anggie, tapi bukannya takut Anggie malah menyengir dengan aneh.“Hehehe ... tidak boleh cium pipi, ya?” Anggie mendekat pada Gibran kemudian berjijit untuk membisikkan sesuatu di telinga Gibran. “Euhmm, kalau cium yang lain boleh nggak?!!” tanya Anggie tanpa tahu malu menaik-turunkan alisnya menatap bibir Gibran dengan mesum.Hal itu mengakibatkan Gibran yang tak habis pikir langsung mendaratkan telapak tangannya di kening Anggie untuk merasakan suhu tubuhnya. “Kamu tidak sakit, tapi bertingkah aneh. Hm,
Anggie terbangun dengan wajah pucat dan pakaiannya sudah berganti dengan piyama tidur. Wajahnya makin memucat saat bayangan sesuatu membuat kedua bola matanya membola melotot disertai debar jantungnya yang terasa mulai bergemuruh hebat.Trauma yang belum sepenuhnya sembuh tiba-tiba menghampirinya membuatnya mulai berkeringat dingin. Anggie menatap sekitar kamarnya mencari bayangan dokter yang mengerikan, tapi tidak satu yang membuatnya menemukannya. Bahkan tidak ada satupun, peralatan medis dan jas dokter Gibran yang berada di dalam kamar tersebut. Beruntung saja, karena setelah mengetahui Anggie menderita trauma akibat pelecehan yang hampir menimpanya, Gibran memang sudah memindahkan peralatan medis, alat-alat kedokteran yang dimilikinya ke ruang kerjanya.Hal itupun membuat Anggie menghela nafas lega."Stimulasi pikiranmu agar selalu positif dan buang jauh-jauh pikiranmu mengenai kejadian buruk yang mengganggu pikiranmu