Share

3. MAKAN GARAM

UANG YANG SUAMI SEMBUNYIKAN DARI ISTRINYA - Makan garam (3)

POV ANDIN

Dulu saat beberapa wanita di kampung ini membicarakan tentang Sindy, aku selalu tidak terlalu memikirkan. Karena aku pikir, tidak semua wanita yang sudah menjadi janda akan menjadi perebut suami orang lain. Aku juga tidak pernah berpikiran jika Mas Teguh bisa sampai mengkhianati pernikahan kami.

Dulu, Sebelum Mas Teguh menikah denganku. Aku kenal dia sebagai sosok lelaki yang baik. Meskipun sejak dulu dia bukan orang yang ber-ada, tapi Ia sangat baik pada bapak dan ibu. Mas Teguh selalu membantu kedua orangtuaku ketika mereka ke sawah. Seperti membantu mencangkul sawah, Hingga membantu panen padi dan masih banyak lagi.

Ia juga sering memberikan banyak hal untuk aku, bapak dan ibu. Aku melihatnya sebagai sosok lelaki yang pekerja keras, royal dan tidak perhitungan.

Aku juga melihatnya sebagai sosok yang memuliakan orangtua. Ditambah lagi dengan sikapnya padaku, Dulu ia selalu berusaha membuatku luluh dengan segala tindakannya dan sikapnya padaku. Ia selalu menepati janjinya, Ia juga terlihat setia, dan ia selalu memperlakukan aku dengan baik dengan sikapnya yang lembut. Aku jatuh cinta dengan sikapnya itu.

Berbeda dengan setelah aku menikah dengannya. Satu tahun pernikahan, Masih bisa dianggap biasa. Tapi tahun-tahun berikutnya, Sifatnya seperti sekarang. Ia menjadi sosok yang egois, Selalu mementingkan dirinya sendiri. Mudah marah. Perhitungan. Minim usaha dan tanggungjawab, Mas Teguh seolah tidak memikirkan jika keluarga tengah kesusahan sekalipun. Ia seperti tidak ingin memberikan kehidupan yang baik untuk keluarganya.

Dulu, Aku tidak pernah percaya jika sampai Mas Teguh akan selingkuh. Tapi setelah mengetahui karakternya selama bertahun-tahun menikah dengannya, aku rasa tidak menutup kemungkinan jika ia memang sudah mengkhianati pernikahan kami ini.

"Mah, Mamah."

"Hah ?" Aku baru menoleh, tersadar pada Talia, yang memanggil namaku dua kali. Anakku ini baru keluar dari dalam kamarnya setelah sebelumnya aku suruh main bersama boneka-bonekanya di dalam kamarnya.

Jika aku mau bepergian, aku sudah biasa menyuruhnya agar tidak main diluaran dulu karena takutnya ada kendaraan yang lalu lalang, atau ada orang ja-hat, atau apapun itu yang takut membahayakan dirinya.

Aku juga tidak mengajaknya saat aku meminjam beras, karena takutnya Talia mengikuti apa yang aku lakukan. Menjadi seseorang yang mudah meminjam, bukanlah hal yang aku inginkan. Jika bukan karena terdesak oleh keadaan, dan jika bukan karena demi perut putriku, aku juga tidak mau sampai meminjam beras lagi ke Bu Rahma.

Aku pun menundukkan punggungku agar bisa menyamai tinggiku dengan putriku ini. "Iya, Talia ?" tanyaku pada putriku yang kini rambutnya dikepang satu, dan poninya tetap dibiarkan menutupi semua keningnya. Ia selalu terlihat cantik, lucu, dan menggemaskan.

"Mamah udah pulang ?" tanyanya diiringi senyum, membuat bentuk kempot di kedua pipinya yang chubby itu terlihat. Aku mengangguk.

"Udah, sayang. Nih, Mamah bawa beras, Talia bisa makan sama nasi lagi." Jawabku sambil menunjukkan kresek hitam berisi beras yang ada ditanganku. Raut wajahnya terlihat senang dengan bola mata yang berbinar.

"Hore! Jadi nanti mamah mau masak nasi ?!" Aku mengangguk, Meskipun masih bingung akan masak apalagi untuk pendamping nasi, karena di dapur sudah tidak ada bahan masakan apapun, kecuali hanya garam.

"Nanti makan-nya sama apa, Mah ? Mamah mau masak apa ?" tanya Talia.

"Kalo sekarang belum ada lauknya. Tapi semoga nanti ada, ya." jawabku terus terang saja daripada membuat Talia berharap. Anakku hanya mengangguk.

Tak lama Mas Teguh pun menghampiri kami. Ia keluar dari kamar kami dengan sudah terlihat mengganti bajunya dengan baju kaos polos berwarna putih. Rambut suamiku itu juga masih terlihat basah, aroma wangi samponya pun masih terhirup begitu wangi. Mas Teguh memang selalu bersih.

Rambutnya juga selalu sering dipotong rapih, begitu juga dengan kumisnya yang selalu tidak dibiarkan tumbuh lebat. Hanya tipis hingga menimbulkan warna abu saja. Hari ini hari Minggu, Ia tengah libur kerja.

"Kamu udah dapat berasnya, Dek ?" tanyanya, Aku pun kembali menegakkan punggungku.

"Alhamdulillah, Dapat, Mas. Biasa, Aku pinjam beras dari Bu Rahma. Untungnya Bu Rahma masih mau kasih pinjam aku beras lagi." jawabku. Ia melihat pada beras yang aku jinjing.

"Oh, Yaudah, nanti kalo aku gajian, kamu pakai uangnya buat balikin berasnya, ya." Aku mengangguk. Kemudian tatapannya beralih pada Talia, Ia kemudian berjongkok dan memegangi kedua bahu anak kami ini.

"Sayang, Kamu main boneka dulu yuk, sama ayah, mamahnya mau masak nasi dulu." Talia manggut-manggut.

"Iya, Ayah. Ayo!." Mas Teguh terlihat tersenyum. Ia mengangguk, kemudian berdiri. Tak lama kemudian, Aku mulai memasak beras.

***

Sembari menunggu nasi matang, aku pergi ke kamar mandi untuk mencuci pakaian dengan sikat cuci di kamar mandi kontrakan yang berukuran kecil ini. Iya, Sudah lima tahun aku tinggal di kontrakan ini. Jika boleh jujur, sebenarnya aku sangat ingin memiliki rumah kami sendiri. Tidak masalah kecil, Yang penting kami bisa hidup lebih tenang dan lebih bisa menghemat, Karena Kami tidak harus mengeluarkan uang setiap bulan untuk membayar kontrakan. Dan uang gaji Mas Teguh bisa dipakai untuk mencukupi kebutuhan lainnya.

Namun mesti bagaimana lagi. Aku berusaha mengerti keadaan Mas Teguh yang bekerja sebagai pekerja di toko material yang gajinya memang tidak begitu besar.

Mas Teguh juga melarang aku untuk bekerja di tempat orang lain. Aku tidak tahu kenapa alasannya. Mungkin karena sekarang aku juga sudah punya Talia. Akhirnya, yang saat ini bisa aku lakukan, hanya jualan sayuran dan gorengan.

***

Nasi pun sudah matang. Andin menyiapkan piring dan wadah berisi nasi ke meja makan. Namun, Seketika ia berdiri bingung menatap ke meja, karena tidak memiliki uang seperak pun untuk membeli lauk nasi.

"Ya Allah, Talia mesti makan sama apa ?. Sekarang aku benar-benar tidak punya uang sama sekali. Mau jualan, Sayuran belum pada besar dan belum pada berbuah lagi." Batinnya lirih.

Talia tengah main boneka sendiri di lantai, sedangkan Teguh tengah rebahan di kursi sembari main ponsel chat-an dengan Sindy---Selingkuhanya itu. Dari meja makan, Andin sempat melihat pada suaminya yang tengah duduk di kursi. Ia heran juga menaruh rasa curiga karena Teguh terlihat sibuk dengan ponselnya.

Andin juga kecewa, Karena ia pikir, Teguh benar-benar akan menemani Talia bermain boneka bersamanya. Ternyata Talia bermain boneka sendiri, sedangkan dia sekarang tengah rebahan di sofa dan terlihat fokus dengan ponselnya. Semenjak Bu Rahma mengatakan jika Teguh selingkuh dengan Sindy, Sekarang Andin jadi berprasangka buruk seperti ini.

"Mas Teguh 'kok kayaknya sibuk banget sama hp-nya. Memangnya dia lagi ngapain ? Apa jangan-jangan dia tengah chat-an dengan selingkuhannya itu ?" Batinnya risau. Namun ia juga tidak mau mempermasalahkan dulu. Seperti tujuan awalnya, ia akan menyelidikinya sendiri.

"Talia, Mas, Ayo makan!" Seru Andin. Teguh dan Talia sama-sama menoleh. Talia langsung berdiri menghampiri Andin. Sedangkan, Teguh menghela nafas malas. Ia mematikan ponselnya, Kemudian berdiri dari kursi menghampiri Andin.

Talia langsung duduk di kursi makan. Sedangkan, Teguh berdiri bengong melihat meja makan.

"Loh, Dek, Gak ada apa-apa ?" tanya Teguh melihat pada meja makan yang hanya ada piring, nasi, dan air minum. "Kita makan sama apa ?"

"Iya, Mas. Seperti yang aku bilang kemarin. Aku gak punya uang sama sekali. Ini aja beras, aku pinjam dari Bu Rahma." Jawab Andin. Teguh hanya terdiam kesal.

"Yaudah, Kamu coba kasbon dulu ke warung. Masa kita gak makan apa-apa!" Ucap Teguh. Andin cukup kecewa dengan ucapan suaminya yang terdengar sepele mengucapkan itu.

"Aku malu, Mas. Kita udah beberapa kali kasbon ke warung. Di warung aku masih punya utang. Aku juga enggak mau banyak hutang. Untuk hari ini, Gak papa 'kan kita makan nasi sama garam aja ?" Tanya Andin.

"Akh, Kamu ini. Gak bisa nyenengin suami!" Pekik Teguh dengan kesal, yang lalu pergi melangkahkan kakinya ke dalam kamar. Hati Andin rasanya sakit sekali Teguh berucap demikian padanya.

Tak lama Andin menatap pada Talia, yang sejak tadi bengong melihat pertengkaran kedua orangtuanya.

"Ekh, Sayang. Mungkin ayah sedang banyak pikiran. Makannya tadi ayah marah-marah. ....Talia, Gak papa 'kan, Makannya sama garam dulu ?" tanya Andin. Talia mengangguk.

"Iya, Mah. Gak papa. Makan sama garam enak 'kok. Talia 'kan juga sudah biasa." Jawab Talia yang langsung membuat hati Andin terasa pedih. Mengingat, Talia dan dirinya memang sering sampai makan hanya dengan bertabur garam.

"Makasih ya, Talia. Talia anak yang baik. Talia mau makan sama apa aja. Mamah bersyukur banget punya Talia." Ucap Andin. Talia tersenyum senang. Tak lama kemudian, mereka pun makan bersama dengan nasi bertabur garam. Melihat Talia yang begitu lahap makan nasi dengan taburan garam, Andin tetap merasakan pedih di hatinya karena prihatin dengan Talia.

***

Teguh tidak bisa tidur karena lapar. Ia pun kembali membangunkan tubuhnya dari tempat tidur. Ia pergi dulu ke warung Sindy untuk membeli lauk nasinya. Ia memberikan uang 50 ribu untuk membeli mie, Telor dan kerupuk. Uang tersebut adalah uang yang ia sembunyikan dari Andin.

"Kembaliannya buat kamu aja." ucap Teguh pada Sindy. Sindy tersenyum senang. Tak lama Teguh memilih buru-buru pulang karena lapar.

Setelah dari warung, Ia masak mie sendiri di dapur. Mie tersebut dicampur dengan telor. Setelah matang, Mie yang sudah ada di mangkuk itu ia bawa ke meja makan.

Andin yang tengah melipat pakaian bersama Talia di ruang tengah, Menghirup aroma mie yang bau-nya lezat tersebut.

"Mamah, Ayah beli mie ? Mamah, Talia mau makan mie." tanya Talia. Andin sedih melihat reaksi Talia yang ingin memakan mie.

"Ya Allah, Kenapa Mas Teguh tega. Tadi dia bilang dia tidak punya uang. Tapi sekarang dia bisa beli mie. Mas Teguh tega sekali membiarkan aku dan Talia hanya makan dengan garam. Sedangkan, dia makan enak dengan mie." Batinnya.

"Mamah, Talia mau makan mie." Ucap Talia lagi. Andin semakin tidak tega. Andin tahu Talia tidak akan berani meminta langsung pada ayahnya karena Teguh mudah emosi.

"Yaudah, Talia tunggu dulu disini, Ya ? Ibu coba minta mie sama ayah." Talia mengangguk senang. Tidak sabar ingin segera makan mie. Sedangkan, Andin menghampiri Teguh ke meja makan. Ia melihat Teguh terlihat lahap memakan mie, Bercampur telor, ditambah kerupuk, dan nasi yang ada di piring berbeda.

Andin sebenarnya tidak berani menganggu Teguh yang tengah makan. Tapi ia takut mie-nya keburu habis. Ia kasihan pada Talia.

"Mas, Talia katanya mau mie. Aku boleh minta sedikit, gak ?" ucap Andin ragu-ragu. Teguh yang tengah makan langsung menaruh sendoknya. Ia kesal Andin menganggu dirinya.

"Aku capek, ya. Kalo makan apa-apa harus dibagi! Udah, Kalo mau, beli aja sendiri, sana!" Jawab Teguh dengan penuh amarah. Andin cukup kecewa dengan jawaban suaminya itu. Ia merasa Teguh tega karena suaminya itu lebih mementingkan dirinya sendiri.

"Astaghfirullah, Mas! Aku cuma minta sedikit mie untuk anak kamu sendiri!" Lirih Andin. "Dan, Tadi kamu kamu bilang kamu gak punya uang, tapi kenapa sekarang kamu bisa makan mie ?!!"

Talia mendengar keributan tersebut. Ia pun melangkahkan kakinya dari ruang tengah, Ia berdiri di dekat dinding untuk melihat ayah dan ibunya yang ada di meja makan.

"Andin! Aku lagi makan! Kamu jadi istri tahu sopan santun, Gak ?!" Teriak Teguh lagi. "Dan soal mie ini, Aku kasbon dulu ke warung!" Jawab Teguh berbohong. Melihat Teguh begitu marah, Andin kaget .dan ketakutan, ia pun memilih pergi dengan rasa pedih, menjauhi perdebatan.

Talia yang ada dibalik tembok, Ikut sedih melihat ibunya diperlakukan demikian oleh ayahnya.

"Ayah... Kenapa ayah ja-hat sama ibu ? Kenapa ayah juga tega sama Talia, Talia juga ingin makan mie." Lirih Talia.

***

POV ANDIN

Malam ini, Mas Teguh tidak nongkrong ke warung. Setelah makan, Tak lama ia langsung tidur. Padahal, awalnya aku berniat menyelidiki dirinya ke warung. Untuk itu, Malam ini aku akan mencari bukti perselingkuhannya lewat ponselnya dulu.

Aku menoleh ke arah Mas Teguh yang sudah nampak terlelap. Talia juga sudah tertidur di kamarnya sendiri. Dengan hati-hati, Aku membangunkan tubuhku dari tempat tidur ini. Aku melangkahkan kaki ke ruang tengah, Karena ponsel Mas Teguh tengah di cas di ruang tengah kontrakan ini.

Setelah itu, Aku mengambil ponselnya dengan jantung yang berdebar takut ketauan. Aku melihat-lihat ke sekitar, takut Mas Teguh terbangun.

Aku membuka ponselnya yang aku sudah tahu password ponselnya ini. Sebenarnya, Aku hampir jarang menge-cek atau pun memegang ponsel suamiku, karena aku merasa ia juga butuh privasi. Tapi, Setelah tadi melihat ia terlihat sibuk dengan ponselnya, rasa curigaku semakin kuat. Aku sangat penasaran.

Aku pun membuka aplikasi hijau. Hingga kemudian, aku tak menemukan pesan yang mencurigakan sedikitpun. Kebanyakan, Hanya ada kontak-kontak temannya. Mas Teguh pasti sudah menghapus isi chat dengan selingkuhannya itu. Ia pasti sudah merencanakan semuanya agar aku tidak mengetahui perselingkuhannya. Tapi, aku akan terus mencari tahu sendiri kebenarannya! Apa benar selingkuhannya itu Sindy ?

Siapapun wanita itu, Aku tidak akan memaafkannya!

***

Bersambung....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status