Share

4. PURA-PURA PERCAYA

UANG YANG DISEMBUNYIKAN SUAMI DARI ISTRINYA - Pura-Pura Percaya  (4)

Sekarang, Andin tengah masak tahu pemberian dari Bu Rahma. Andin sangat bersyukur karena Bu Rahma begitu baik padanya dan menolongnya di waktu yang tepat, ketika ia tengah tidak memiliki uang.

Untuk sekarang, bahkan ia tengah bingung mesti bagaimana caranya membayar kontrakan ketika sayurannya belum pada berbuah lagi. Yang ia harapkan satu-satunya sekarang adalah gaji suaminya--Teguh.

"Semoga Mas Teguh segera gaji-an. Biasanya tanggal segini ia sudah gaji-an. Aku sangat butuh untuk bayar kontrakan. Ibu kontrakan pasti akan sangat marah jika aku terus-menerus telat bayar kontrakan." Batinnya cemas.

"Assalamualaikum." Terdengar olehnya suara Teguh mengucapkan salam dari luar. Ia sudah pulang dari tempat kerjanya.

Andin langsung mema-tikan kompornya, Kemudian, Ia pergi ke kamar mandi untuk mencuci tangan. Setelah itu dia me-lap-nya ke daster yang tengah ia kenakan.

Ia segera melangkahkan kakinya, untuk membukakan pintu. Pintu pun ia buka.

"Waalaikum salam." Jawabnya sembari tersenyum menyambut kedatangan suaminya itu. Berbeda dengan Teguh, Yang langsung merasa jenuh begitu melihat Andin yang nampak kusam. Andin langsung mengulurkan tangannya untuk menyalami.

Tak lama kemudian, Mereka masuk kedalam rumah.

"Mas, Aku buatkan minum dulu, Ya. Kamu mau minum apa ? Teh atau kopi atau air putih ?" tanya Andin.

"Nanti aja!" Jawab Teguh malas. Andin pun terdiam menuruti. "Oh, Iya. Sekarang aku gajian." Lanjut Teguh. Andin merasa senang mendengarnya.

Teguh merogoh dompet dari saku celananya, Kemudian dia mengambil uang lima ratus ribu dan menyisakan dua ratus ribu untuknya.

"Dek, Ini uang gaji aku." Ucap Teguh, Menyodorkan uang lima lembar seratus ribuan itu pada Andin. Andin terdiam heran melihat uang itu. Kemudian, Tak lama kemudian ia meraihnya dan kembali menghitungnya. Namun ia tidak salah lihat, Uangnya memang hanya ada lima ratus ribu.

"Mas, Kok uangnya lima ratus ribu lagi ?" tanya Andin dengan hati-hati.

"Iya, Dek. Maaf ya, Sebenarnya, Kemarin aku gak sengaja merusak barang yang ada di material. Jadi, Aku mesti ganti kerugiannya." Jawab Teguh berbohong. Andin merasa tidak percaya dengan alasan suaminya. Namun, Ia memilih untuk pura-pura mempercayainya.

Rasanya ia sangat ingin marah, Namun ia memilih untuk meredam dulu amarahnya yang sudah membara itu.

"Aku gak percaya sama kamu, Mas!" Batinnya dengan penuh amarah. Ia berusaha tidak menunjukkan rasa marahnya.

Melihat Andin terdiam, Teguh ketakutan Andin curiga padanya. "Dek, Kamu gak percaya sama aku ? Kalo gak percaya, Nih, liat aja dompet aku. Aku cuma menyisihkan bagian aku yang dua ratus ribu. Bulan ini aku benar-benar cuma gaji-an tujuh ratus ribu." Teguh memperlihatkan isi dompetnya, berusaha membuat Andin percaya.

Andin memegang bahu suaminya itu untuk pura-pura percaya. "Oh... Kasihan banget kamu, Mas. Yaudah, Gak papa, aku ngerti 'kok, Mas." Teguh tersenyum, Ia merasa telah berhasil membohongi Andin.

"Makasih ya, Dek. Kamu udah ngerti aku." Andin mengangguk sembari pura-pura tersenyum.

"Iya... Yaudah, Kalo gitu aku buatin kamu minum dulu. Kamu mau minum apa ?"

"Apa aja, Sayang." Jawab Teguh. Andin hanya tersenyum, Kemudian ia pergi ke dapur untuk membawakan Teguh teh.

"Awas aja, Mas! Kalo sampai kamu bohong atau bahkan sampai selingkuhi aku. Aku gak akan maafin kamu!" batinnya setelah selesai menyiapkan air teh.

***

Malam ini, Saat aku dan Talia tengah di meja makan, Mas Teguh keluar dari kamar dan sudah memakai jaket. Sepertinya ia akan pergi ke warung untuk biasanya dengan alasan nongkrong.

Jika benar dia selingkuh, Mungkin, Ini adalah detik-detik terakhir aku tinggal serumah dengannya. Aku paling tidak bisa dengan pengkhianatan!

Aku tidak masalah jika Mas Teguh hanya lelaki sederhana, Hanya pegawai di toko material yang gajinya tidak begitu besar. Aku tidak masalah tinggal di kontrakan dengannya selama lima tahun lamanya. Aku masih tidak masalah mesti ikut kerja keras untuk ikut mencukupi kebutuhan keluarga kami dan mesti ikut membayar kontrakan.

Aku tidak masalah jika selalu makan seadanya hanya dengan garam dan lalapan. Aku masih bisa terima itu semua. Tetapi, Jika untuk pengkhianatan, aku sangat tidak bisa menerima. Meskipun sekarang aku sudah punya Talia, Tapi rasanya aku tidak akan sanggup tetap mempertahankan pernikahan ini jika ada perselingkuhan di dalamnya.

"Mas, Makan dulu sama sayur sop bakso." Ucapku. Uang darinya aku pakai untuk beli sayuran sop. Ditambah dengan bakso. Kali-kali Talia bisa makan enak, setiap kali Mas Teguh gaji-an. Aku juga sudah membeli mie, mengingat Kemarin Talia ingin makan mie.

"Iya, Dek." Jawabnya. Ia kemudian duduk bersama kami.

"Ayah, Ayah mau kemana ?" tanya Talia.

"Ayah nanti mau ke warung."

"Talia pengen ikut. Talia boleh jajan 'kan, yah ?"

"Gak boleh! Kalo mau jajan minta aja uangnya sama mamah! Ayah udah kasih uang ke mamah! Jangan minta uang lagi ke ayah!" Mas Teguh menjawab dengan nada marah. Talia langsung terlihat ketakutan.

"Mas... " Ucapku pada Mas Teguh. Memberikan isyarat agar ia tidak bersikap seperti itu pada Talia. Mas Teguh kerap kali bernada tinggi ketika marah. Ia juga mudah sekali emosian.

"Talia, Udah, Nanti Talia jajan sama mamah, Ya ?" ucapku. Talia hanya mengangguk, masih ketakutan.

Tak lama kemudian, Kami makan bersama.

"Dek, Aku nongkrong dulu ya sama teman-teman di warung." Ucap Mas Teguh setelah ia selesai makan.

"Iya, Mas. Jangan terlalu malam, ya. Aku gak mau kamu sampai kurang tidur. Besok 'kan kamu mesti kerja lagi." Ia mengangguk. Kemudian beranjak dari kursi.

"Yaudah, aku pergi dulu, ya." Ucapnya lagi.

"Iya, Mas." Ia pun membuka pintu dan keluar.

Aku menghela nafas. Semoga aku bisa siap menerima kenyataan apapun yang akan terjadi di malam ini.

***

Sebelum ke warung, Aku menitipkan dulu Talia pada Bu Rahma. Aku tidak mau Talia melihat kelakuan ayahnya, Jika sampai Mas Teguh benar-benar telah mengkhianati pernikahan kami. Bagaimanapun, Dimata Talia, Mas Teguh mesti menjadi contoh yang baik. Aku takut masa depan Talia akan hancur.

Setelah itu, Dengan perasaan yang was-was aku melangkahkan kaki menuju warung. Hingga kemudian, Aku bertemu dengan kedua teman dekat Mas Teguh. Yaitu Anton dan Roni. Namun, Yang membuatku heran, Mas Teguh tidak ada bersama mereka. Lantas, Kemana Mas Teguh ? Bukankah tadi ia bilang dia akan ke warung untuk nongkrong.

***

POV TEGUH

Malam ini, Aku pergi ke warung untuk menemui Sindy seperti biasanya. Hari ini aku sudah gaji-an, dan aku akan memberikan sebagian uang gaji-ku ini untuk Sindy. Seperti janjiku padanya waktu itu. Sindy pasti senang, Karena akhirnya dia bisa membeli skincare untuk perawatan dirinya.

Oh, Iya. Aku teringat dengan Andin. Andin istriku itu benar-benar polos. Ia mudah sekali dibo-dohi. Ia percaya-percaya saja ketika aku mengatakan uang gaji bulan ini terpakai untuk mengganti rugi. Tiga bulan sebelumnya juga sama, Ia percaya-percaya saja. Ia sebegitu percayanya jika aku jujur padanya. Tapi, Lumayanlah, Aku jadi bisa dengan mudah menyembunyikan uangnya untuk Sindy---Janda mon-tok kesayanganku itu.

Saat ke warung, Aku bertemu dengan kedua teman karibku. Anton dan Roni yang tengah main kartu seperti biasanya. Aku hanya basa-basi sejenak dengan mereka. Kemudian, Aku masuk ke rumah Sindy. Di rumahnya ada Bu Murti---Ibunya Sindy yang tengah memasak goreng pisang. Juga ada Adit yang langsung menghampiriku begitu aku duduk di ruang tamu rumahnya Sindy. Adit duduk di sebelah Sindy, Sedangkan Sindy duduk di sebelahku.

"Om." Sapa Adit. Adit sudah cukup akrab denganku. Meskipun sebenarnya aku kurang menyukai Adit, Karena Adit adalah anak dari mantan suaminya Sindy. Yang aku mau ibunya bukan anaknya. Tapi ya mau gimana lagi. Seperti kata pepatah, Untuk mendapatkan janda, Dekati anaknya dapatkan ibunya.

"Hey, Adit. Kamu mau om belikan mobil-mobilan, gak ?" ucapku basa-basi. Adit manggut-manggut dengan nampak senang.

"Mau, Om. Mau!" Sindy terlihat tertawa dengan reaksi Adit. Jika ditanya apakah aku mencintai Sindy atau tidak. Mungkin aku sudah benar-benar mencintainya. Sindy cantik, Sindy pintar dandan, Ia enak dipandang, Ia juga asyik. Meskipun awalnya hanya untuk obat penat, tapi sering berjalannya waktu, sekarang aku mulai beneran suka padanya.

"Sayang, Gimana kalo sekarang kita jalan ? Waktu itu kamu pernah bilang kalo kamu mau beli skincare 'kan ?" Sindy manggut-manggut dengan nampak bahagia.

"Iya, Mas. Yang bener ?" tanyanya. Aku mengangguk ikut senang.

"Beneran... Hari ini aku udah gaji-an. Kita beli skincare, Sekalian beli mobil-mobilan untuk Adit!."

"Iya, Mas. Aku mau!" Jawab Sindy nampak senang.

"Eu, Tapi, Berdua aja ya jalannya ?" Pintaku dengan suara pelan. Aku tidak mau Adit ikut bersamaku ketika aku tengah berduaan dengan ibunya. Nanti dia bisa-bisa mengganggu-ku dan minta dijajankan yang aneh-aneh. Sindy mengiyakan permintaanku.

Setelah beberapa menit, Aku sempat memakan pisang goreng yang disuguhkan oleh Bu Murti.

Setelah itu, Adit dititipkan pada Bu Murti. Aku sempat berpamitan pada teman-temanku yang masih asyik main kartu diluar. Kemudian, Aku pergi dengan Sindy memakai motornya Sindy. Aku tidak mungkin memakai motor milikku, Andin pasti akan merecoki, menanyakan aku mau pergi kemana. Ia juga pasti akan menjadi curiga. Pokoknya ribet kalo dia sampai curiga!

***

Andin sampai di warungnya Sindy, Tepat ketika Teguh dan Sindy baru saja naik motor untuk pergi berdua. Ia terkejut melihat suaminya itu membonceng Sindy di malam hari ini.

"Mas, Teguh! Ka-mu be-nar be-nar breng-sek!" Batin Andin geram dengan tangan yang mengepal. Perasaannya pedih juga marah melihat kelakuan suaminya.

***

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status