Share

Bab 15

Ani kembali ke kamar dan melihat Yuna sedang membuat teh, sementara Diana sedang tertidur di atas meja.

Efek obat tidur belum berakhir, hanya saja tadi dia berhasil bertahan.

“Nona, Nyonya sedang tidur.” Yuna tampak sedikit bersalah ketika melihat Ani masuk, berjalan ke pinggir.

"Ehm …!" respon Ani lalu berjalan keluar, meletakkan kap lampu di atas meja, dan berkata, "Keluarlah denganku. Mawar di sudut dinding tumbuh, bersihkan tanaman tersebut.“

“Ya!” Yuna terlihat sangat patuh lalu pergi bersama Ani.

Memang ada mawar di sudut dinding, dan sekarang baru mekar, Ani berkata dengan keras, "Yuna, setelah kau mencabut mawar ini, kau akan harus mengambil kap lampu yang rusak ini dan memperbaikinya."

Yuna menjawab, "Saya mengerti, Nona."

Seseorang masuk dari pintu, Ani mengangkat kepalanya, dan orang itu menghilang di sisi lain dinding.

Ani mencibir, seperti yang diharapkan, dia masih menunggu.

Setelah Yuna mengusir Kepala Pelayan, Ani memintanya untuk kembali melayani ibunya.

Begitu Yuna memasuki paviliun, ada rasa sakit di bagian belakang kepalanya. Dia menoleh dan menatap Ani dengan terkejut Ani memutar cincinnya muncul cahaya seperti sengatan listrik terpancar keluar, lalu Yuna jatuh ke tanah.

Ani melepas pakaiannya dengan rapi, lalu memindahkannya ke sudut ruang dalam, menutupinya dengan ikat pinggang katun, sehingga dapat bernapas dengan lega, dan membawa pakaiannya ke gudang.

Setelah beberapa saat, Ani keluar bersama Yuna. Yuna memegang banyak barang di tangannya, ada kotak tua, dengan kap lampu di atasnya, barang-barang menutupi seluruh wajahnya.

Benar saja, ada dua orang berkeliaran di pintu mengawasi Ani keluar, keduanya berpura-pura lewat dan bubar di kedua sisi.

“Buruan!” bentak Ani.

Yuna mengikuti langkah demi selangkah. Untungnya, pelayan memakai rok panjang, menutupi kakinya yang besar.

Ani memerintahkan Yuna untuk pergi. Pelayan yang duduk di samping melihat Ani keluar, dia berdiri lalu membungkuk, "Nona!"

Ani meliriknya, meneteskan air mata dalam hatinya, dia ingat orang ini.

Ketika Yuna melihat seseorang berteriak di pintu, dia bingung. Ketika dia melangkah, dia menginjak ujung roknya dan membuat dirinya terjatuh. Semua barang yang ada di tangannya jatuh berserakan ke lantai.

Pelayan itu bergegas maju untuk membantu mengambilnya. Dalam kekacauan, dia melirik Yuna dan terkejut

Ani melangkah maju dengan cepat, memberikan semua barang tersebut kepada Yuna tanpa mempedulikannya, lalu memarahinya, "Berjalanlah dengan hati-hati, ayo jalan yang cepat!"

Pelayan itu mundur selangkah, ekspresi wajahnya datar.

Seolah-olah dia merasa Ani menatapnya, dia tampak sedikit khawatir, "Nona, saya tidak melihat apa-apa."

Ani berbisik, "Terima kasih."

Simon sedikit terkejut, ekspresinya kaku, “Saya sungguh tidak melihat apa-apa."

"Maksud ku roti kukus dan semangkuk air," kata Ani dengan suara lembut.

Simon tampak sedikit bingung, "Bukan saya!"

Dia berbalik dan masuk ke dalam paviliun, bersembunyi dan menolak untuk keluar.

Ani menarik napas dalam-dalam, berbalik dan Kembali lagi.

Dia langsung pergi ke Paviliun Nyonya Besar, dan begitu dia memasuki pintu, dia melihat Kepala Pelayan memimpin orang keluar, Yura juga berdiri di pintu.

Kepala Pelayan melirik Ani, lalu melewatinya dengan pandangan kosong.

Lanny keluar dan mencibir, "Nona, lama sekali Nona pergi ke toilet."

Ani tidak menjawab, langsung berjalan masuk.

Orang-orang di ruangan itu tampaknya bahkan tidak mengubah posisi mereka. Teh di meja yang ada di sebelah Nyonya Besar sudah mengendap, belum diminum olehnya.

Laura tampak kesal ketika dia melihat Ani masuk, "Nyonya Besar memintamu untuk menyalin kitab suci Buddha, kau pergi ke mana saja?"

Karena mereka semua tampak sangat tenang Ani juga tidak membantah. Dia maju kedepan, "Nyonya Besar maafkan saya. Saya merasa sedikit tidak nyaman di perut, jadi saya kembali ke kamar untuk mengambil obat lalu meminumnya. Sekarang sudah merasa lebih baik, maka akan segera melanjutkan menyalin Kitab Suci Buddha."

“Kau seharusnya pulang ke sini untuk memberitahu, apakah ibumu tidak pernah mengajarimu untuk bersikap sopan?” Nyonya Besar berkata dengan wajahnya yang suram.

Ani tiba-tiba mengangkat kepalanya dan menatap langsung ke Nyonya Besar, "Maaf, Nyonya Besar, aku memang tidak pernah diajarkan sopan santun oleh keluarga."

Kata sopan santun ini melibatkan seluruh keluarga di kediaman Xia.

Wajah Nyonya Besar bahkan tampak lebih jelek, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa, dia hanya mengangkat tangannya, dan Lanny, yang mengikuti Ani, berbalik dan memasuki ruangan kemudian keluar dengan membawa piring di tangannya.

Ada segelas minuman anggur di piring. Gelas itu terbuat dari porselen putih dengan bunga-bunga yang dicat dan bertatahkan emas di tepinya. Tampak kecil dan indah dan sangat mahal.

Alarm di hati Ani bergetar dengan keras. Segelas anggur ini bukan anggur biasa yang diberikan kepadanya, itu adalah segelas racun.

Selain Yura dan Lanny, semua orang yang ada di dalam rumah keluar, pintunya ditutup, dan bahkan sedikit sinar matahari tidak bisa masuk.

Senyum tipis secara bertahap muncul di wajah Laura, ada sorot kegembiraan di matanya menjadi semakin jelas.

Nyonya Besar menatap Ani seperti ular berbisa, lalu perlahan berkata, "Tiga hari yang lalu, kau menolak menikah di depan semua orang dan menolak untuk pergi ke kereta istana. permaisuri sangat marah, dan kau membuat malu keluarga Xia. Ini adalah dosamu, jangan sampai dosa ini ditanggung orang tua dan keluargamu, permaisuri masih berbaik hati padamu, tidak memenggal kepalamu, kau minum anggur ini, keluarga Xia akan menyatakan kepada semua orang bahwa kau sakit parah lalu mati. Untuk melindungi reputasimu, kalau tidak, permaisuri akan menjatuhkan hukuman kepadamu, pada hari kau dipenggal, kau bahkan tidak dapat meninggal dengan tubuhmu yang utuh.”

Ani tahu bahwa permaisuri tidak akan lagi menghukumnya sekarang, karena dia telah menemukan cara terbaik untuk menghukumnya, yaitu dengan menikahkannya dengan Bupati, sehingga dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Dia memandang Perdana Menteri Xia, ayah dari Ani yang asli, dan bertanya dengan tenang, "Apakah maksud ayahku sama?"

Terlepas dari apakah dia mengakuinya atau tidak, keinginan Ani yang asli adalah cinta seorang ayah, berharap Perdana Menteri Xia masih memiliki hati kepadanya. Hari ini keluarga Xia berniat untuk membunuhnya dan juga ibunya secara bersamaan. Dia sangat putus asa dan kecewa. Dia hanya ingin tahu apakah perdana menteri merasa bersalah atau tidak?

Perdana Menteri Xia tidak menutupi kebenciannya terhadapnya. Pernikahan yang ditolaknya telah membuat martabatnya hancur dan juga menyinggung Permaisuri serta Pangeran Brandon, hal ini yang akan mempengaruhi karirnya.

“Kesalahan berat ini tidak dapat diampuni, kau telah melakukan kesalahan besar, dan kau tidak selayaknya hidup!” Perdana Menteri Xia memalingkan wajahnya setelah dia selesai berbicara, dan dia bahkan tidak ingin memandangnya.

Ani tertawa dingin, "Itu kalimat yang bagus, apakah kau tidak hidup dengan melakukan kesalahan besar?"

Laura berdiri, menggoyangkan rok panjangnya lalu mendatanginya, mengulurkan tangannya untuk mengambil gelas anggur, menyerahkannya kepada Ani, menghela napas pelan, "Sebagai Ibu tirimu aku melihatmu tumbuh dewasa, dan aku bisa tidak tahan melihatmu. Apa boleh buat ini adalah takdir, kau telah menyinggung Pangeran Brandon, menyinggung permaisuri, kau pasti tidak akan bisa hidup. Lebih baik bunuh diri dan tinggalkan mayat mu yang utuh untuk dirimu sendiri."

Ani tidak memandangnya, tetapi masih memandang Perdana Menteri Xia, "Kau yang mengatur Edward Chen juga, kan? Mengatur Ibuku dan Edward bersama, Maling berteriak Maling. Untuk mendapatkan surat cerai dengan mengatur hal yang tidak benar dalam sebuah pernikahan, menjebak pasangan sahnya sendiri. Tampaknya perbuatanku menolak menikah di depan umum tidaklah berpengaruh. Sebaliknya, malah menggunakan alasan ini untuk mencelakaiku. Aku sudah melihat dengan jelas keluarga Xia, kalian pria serakah dan pelacur. Dasar penjahat."

Nyonya Besar berkata dengan marah, "Tidak peduli seberapa besar omong kosongmu, kau tidak bisa menyelamatkan hidupmu sendiri. Inilah adalah tanggung jawabmu sendiri. Kalau saja kau patuh dan menikah dengan Pangeran Brandon, kau tidak akan berakhir dengan seperti ini, mengandalkan kepintaranmu. Ingin bertarung melawan seluruh keluarga Xia? Kau terlalu sombong dengan kepintaranmu sendiri."
Comments (1)
goodnovel comment avatar
DR. Muhammad Ari Setiawan, SDP. (Bapak ARI)
Tidak ada manusia yang sempurna sekalipun manusia adalah mahluk yang sempurna diantara mahluk yang lain.!!!?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status