Semua Bab Clarity of Love (Indonesia) : Bab 1 - Bab 5
5 Bab
Prolog
Embun menuruni tangga kampus dengan terburu-buru. Ia beberapa kali menampar pipinya sendiri karena merasa bersalah. Embun sudah janji pada pacarnya kalau dia akan menonton pemuda itu tanding basket.  Tapi lihatlah dirinya, ia keasikan menulis sampai lupa waktu. Kalau saja Fahra tidak mengingatkan maka sudah pasti Embun akan kena amuk nanti.  Embun menyentuh lututnya, napasnya terengah-engah. Pertandingan basket sudah selesai, orang-orang mulai meninggalkan bangku mereka. Embun mengumpat kesal.  "Mati deh gue."  Embun melihat para pemain yang mulai memasuki ruang ganti. Embun berlari menghampiri seorang pemuda dengan bandana hitam di dahinya.  "Dit, Kaivan mana?"  Radit yang di hampiri mendengus. "Dit siapa? Panggil gue kakak, gue kating njir!"  Embun menjilat bibirnya, ia menyentuh dahinya yang berkeringat. "Serah dah, mana tuh anak?"  "Elo gak lihat pertandingan lagi ya? Wah para
Baca selengkapnya
Chapter 1
Ini gila.  Selama hidupnya dia tidak pernah percaya dengan yang namanya cinta pada pandangan pertama. Prinsip yang selalu ia percayai adalah cinta karena terbiasa. Kenapa? Karena dia sendiri sudah pernah mengalaminya.  Dia tidak pernah tertarik dengan lawan jenis saat pertama kali lihat, memang beberapa kali dia akan mengagumi jika melihat gadis cantik. Tapi tidak pernah sampai berdebar seperti ini.  Peneliti mengatakan orang bisa jatuh cinta hanya dalam waktu sembilan detik sampai empat menit di awal pertemuan mereka. Itulah kenapa Kaivan Putra yakin dia sudah jatuh cinta.  Senyum manis, mata cerah, hidung mancung, pipi bulat, dan bibir plum yang terlihat manis milik Sifabella Embun mampu membuat Kaivan senyum-senyum tidak jelas di tempatnya.  "Kalau engga salah gue kayaknya pernah lihat dia deh sebelumnya," ujar Radit melihat Embun yang kini fokus dengan laptop di depannya.  Kaivan melirik, masih dengan
Baca selengkapnya
Chapter 2
Embun membuka matanya perlahan. Ia melihat atap berwarna putih dan merasakan nyeri di tangannya. Embun menoleh ke kanan, melihat mamanya yang tertidur di atas sofa bersama papanya. Embun melirik jam dinding, pukul satu dini hari.  Embun mengangkat tangan kanannya, memijat pelipisnya yang sakit.  "Embun?"  Safira membangunkan suaminya. "Pa, Embun sadar." Kedua orang tua itu langsung menghampiri putri mereka. "Papa panggilin dokter, ya?" Embun menggeleng. Ia merasa baik-baik saja, cuma merasakan nyeri di sekujur tubuhnya saja. "Aku engga papa kok, tapi sakit banget tubuhku. Pegel gitu," ujar Embun.  Gadis itu mengangkat tangannya yang di perban. Ia berusaha mengingat apa yang membuatnya sampai di rawat di rumah sakit dengan banyaknya luka di tubuhnya seperti ini. Orang yang menaiki motor hitam terlintas di pikirannya.  "Aku di tabrak, ya?"  Mama Embun mengangguk. Ia mengusap air matanya yang
Baca selengkapnya
Chapter 3
Kaivan menyatukan tangan di depan badannya, pemuda itu juga menunduk. Merasa malu pada Embun dan keluarganya, karena tingkah cerobohnya kemarin sekarang gadis itu harus di rawat di rumah sakit.  "Saya minta maaf yang sebesar-besarnya kepada Embun dan keluarga, saya merasa bersalah. Saya akan bertanggung jawab penuh atas kesalahan yang saya buat." Kaivan membungkukkan badannya.  Embun melirik papa dan mamanya yang masih diam saja, belum memberikan respon apapun. Embun berdehem, membuat kedua orang tuanya akhirnya menatapnya sebentar sebelum kembali fokus pada Kaivan.  "Saya kecewa sebenarnya karena kamu kemarin kabur gitu aja, tapi saya merasa lega kamu berniat baik menemui kami dan meminta maaf," kata Safira.  Wanita itu lalu menyikut suaminya yang masih bungkam.  "Saya maunya ini dibawa ke hukum saja," kata papa Selena membuat Kaivan mendongak dan Embun melotot kaget. Tadikan sudah dibicarakan kalau mau jalur damai, k
Baca selengkapnya
Chapter 4
"Bukan siapa-siapa," jawab Kaivan cepat. Ia langsung menyerahkan helm pada Raya dan mengusir Yuri agar segera pergi. Yuri itu mirip seperti Radit, memiliki mulut yang sama-sama Ember. Bahaya kalau ada dia.  "Gue kasih tau Embun nih, biar dia engga kemakan sama buaya kayak elo."   Kaivan menyipitkan mata dan mengumpat tanpa suara. Pemuda dengan lesung pipi yang manis itu langsung meminta Raya untuk naik ke atas motornya.  Selama di jalan, Raya memikirkan apa yang di katakan Yuri tadi. Ia memang tidak memiliki perasaan pada Kaivan tapi mendengar pemuda itu mendekati gadis lain membuat hatinya merasa aneh. Padahal, selama ini Raya selalu menginginkan Kaivan memiliki pacar agar perasaannya pada Raya menghilang.  Apakah ini perasaan cemburu? Raya menggeleng, tidak mungkin. Di hatinya hanya ada satu cowok dan itu bukan Kaivan. Jadi, Raya tidak mungkin merasa cemburu. Lagian bagus kalau Kaivan suka sama cewek lain, jadi Raya tidak merasa
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status