All Chapters of TURUN RANJANG: Chapter 101 - Chapter 110
137 Chapters
Bertemu Dru [2]
Sera banyak tersenyum dan tertawa karena Dru orangnya sangat menyenangkan. Berbanding 180 derajat dari Ardhi yang cuek dan cenderung dingin. Sera merasa sangat cocok dan ‘nyambung’ saat berbicara dengan Dru meski jarak umur mereka cukup jauh. Mereka bisa membicarakan banyak hal tanpa canggung. Pertemuan pertama yang sungguh berkesan. “Seandainya kamu ketemu saya lebih dulu, pasti sekarang bukan Ardhi yang duduk di samping kamu, Ra. Dilihat dari sisi mana pun, saya jelas terlihat lebih menonjol daripada Ardhi. Kamu pasti juga setuju, kan?” Sudah yang ke sekian kalinya Dru juga menyelipkan godaan-godaan sampah yang biasanya membuat hati para wanita berdesir dan tersipu malu. Dan Sera tak terkecuali. Pipinya memerah dengan mudah. Senyumnya merekah cerah. Tawanya tumpah ruah. Padahal, jika saja didengarkan dengan telinga terbuka lebar, siapa saja akan tahu bahwa godaan yang dilontarkan Dru terdengar sangat kuno dan menjijikkan. Ya, setidaknya begitulah yang tertangkap ol
Read more
Restu Ibu
“Coba kamu ulangi sekali lagi,” bisik Selia dengan suara terbata-bata. Ia memandangi Ardhi dengan raut syok dan tak percaya. Tubuhnya yang tadi terduduk tegak kini tersandar lemas di punggung sofa. Satu tangannya berada di atas dada tepat di mana jantung berada. Gestur yang menunjukkan betapa mengagetkannya pernyataan dari anak laki-lakinya.Sosok yang dipandangi Selia berada di sofa seberang. Ia balas memandangi Selia dengan serius. Ada penyesalan yang menggantung di mata karena telah membuat ibunya kaget dengan kabar yang dibawanya. Kabar yang seharusnya baik−soal pernikahannya−tetapi ditangkap berbeda oleh Selia. Tentu saja. Tentu saja tidak akan mudah. Sama seperti saat pertama kali ia membawa Sarah pulang−hampir lima belas tahun yang lalu itu−ke rumah dan menyampaikan kabar tak menyenangkan. Bedanya, kali ini Ardhi hanya menghadapi ibunya−sementara Randy, ayahnya, sedang tidur siang di kamar−dengan lebih mantap dan percaya
Read more
Kekhawatiran Sera
Ardhi tak menyangka kalau sebaris kalimat yang ia ucapkan itu membuat ibunya menangis tergugu. Betapa perih hatinya saat sepenuhnya tahu bahwa selama ini ibunya pun menderita karena memikirkan dirinya yang tak kunjung sembuh dari luka masa lalu. "Maaf, Bu, karena butuh waktu yang selama ini untuk saya bisa benar-benar melepaskan Sarah. Maaf karena membuat Ibu menanggung semuanya." Selia membelai pipi anak semata wayangnya. "Ibu lega sekali, Nak. Ibu benar-benar takut kalau kamu terus terjebak masa lalu dan nggak mau lagi mencari kebahagiaan untuk dirimu sendiri." Diam-diam, Ardhi juga merasa lega. Ia benar-benar bisa bernapas lega sekarang. Beban yang beberapa hari belakangan masih terpikul di pundaknya pun meluruh. Hidupnya terasa jauh lebih ringan sekarang. Rasanya seperti ia mulai bisa menyatukan puing-puing kebahagiaan yang selama beberapa tahun belakangan ini tercecer hingga tak ada gairah dalam menjalani hidup. Sekali lagi, Ardhi mendapatkan set
Read more
Kekhawatiran Sera [2]
Pertanyaan yang Sera ajukan itu membuat Ardhi terdiam selama beberapa detik. Senyum tipis pun terukir di bibir Ardhi. Entah kenapa, kekhawatiran Sera justru membuat hatinya berdesir. Dari cara Sera mengungkapkan kekhawatirannya itu, Ardhi tahu kalau wanita itu benar-benar peduli dengan nasib hubungannya dengan mertuanya, yang akan Sera temui minggu depan. "Then we'll make her likes you," ujar Ardhi. Mencoba meyakinkan Sera. "How?" Sera terdengar tidak yakin. "Kalau nggak bisa gimana?" "Pasti bisa. Ibu suka ngobrol, kamu juga. Ibu suka masak, kamu juga. Ibu kadang nonton drama korea, kamu juga. Intinya, kalian berdua punya banyak kesamaan. Kalian akan cocok. Aku udah bisa bayangin, kamu akan jadi menantu yang disayang mertua. Dan aku bisa pastikan kalau kamu juga akan suka sama ibu dan ayah." "Kamu jangan kasih harapan palsu," gerutu Sera. Terdengar tak begitu percaya dengan ucapan Ardhi.  Ardhi tak bisa menahan d
Read more
Ibu Mertua
Satu minggu berlalu dengan cepat. Pagi ini, saat matahari masih malu-malu menunjukkan diri, Sera sudah sibuk dengan dunianya sendiri. Beberapa waktu lalu, saat ia dan Ardhi mengobrol soal rencana bertemu kedua orang tua Ardhi, laki-laki itu memintanya untuk bersikap apa adanya dan menjadi dirinya sendiri. Maka, di sinilah Sera sekarang. Berada di dapur, berkutat dengan alat dan bahan untuk membuat cheesecake—sesuai dengan cerita Ardhi, Selia sangat menyukai jenis makanan yang mengandung keju—yang akan ia bawa sebagai buah tangan untuk diberikan kepada mertuanya itu. Sera sempat khawatir memang, karena ia tidak semahir Thalia—yang sempat dijodohkan dengan Ardhi—dalam hal memasak. Tentu saja! Ia hanya belajar masak dari ibunya dan dari kursus yang ia ikuti seminggu sekali selama beberapa bukan terakhir. Tentu tak bisa dibandingkan dengan Thalia yang berkutat lebih lama dan lebih profesional dalam bidang kuliner yang memang ditekuninya. Namun, Ardhi den
Read more
Dari Hati ke Hati
Normalnya, dalam sebuah hubungan ada urutan tahapan yang biasa dilewati tiap pasangan. Perkenalan, pendekatan, pacaran, bertemu masing-masing keluarga, dan puncak tertinggi saat mereka akhirnya menikah dan menjajaki kehidupan rumah tangga. Namun, dalam hubungan Ardhi dan Sera tentu tak berlaku. Tanpa ada perkenalan, pendekatan, apalagi pacaran, mereka langsung terikat dalam pernikahan. Baru kemudian mereka mulai melewati tahap perkenalan dan pendekatan, yang amat sangat kacau dan tidak mulus. Pun baru-baru ini saja mereka tak lagi menatap satu sama lain seperti musuh dan benar-benar berperan layaknya pasangan.Ardhi dan Sera disambut oleh asisten rumah tangga yang paling lama mengabdi dengan keluarga Prasetyo. Mereka berdua digiring masuk ke ruang keluarga. Di sana, Randy dan Selia sedang menonton TV, yang tengah menayangkan sebuah video. Atau bisa dibilang film dokumenter tentang perjalanan hidup Ardhi dari kecil hingga dewasa."Ayah sama Ibu kenapa nonton itu lagi?"
Read more
Go Public [1]
"Jadi, kapan kalian akan menggelar pesta pernikahan?" tembak Selia begitu saja setelah mereka menyelesaikan sarapan—yang dirangkap dengan makan siang. Ardhi tersedak air mineral yang baru saja diteguknya. "Maksud Ibu?" Selia menatap Ardhi dan Sera bergantian. "Ibu merestui kalian berdua bukan berarti lantas semuanya selesai, ya. Ibu mau semua orang tahu, kalau anak Ibu benar-benar normal, menyukai perempuan, dan nggak melajang sampai kakek-kakek." Selia berkata seperti itu karena rumor yang santer beredar, mengatakan Ardhi menyukai sesama jenis dan rumor tak mengenakkan lainnya selama beberapa tahun terakhir. Mungkin, kemarin-kemarin ia tutup telinga karena memang tak ada yang bisa dilakukannya selain diam. Dan sekarang, saat ada kesempatan untuk menepis rumor itu, Selia tak ingin menyia-nyiakannya. "Bu—" "Ibu pengen lihat anak Ibu di pelaminan," sela Selia saat Ardhi baru mau menimpali ucapannya. Alih-alih menatap Ardhi, Selia justru memakuka
Read more
Go Public [2]
Tentu bukan ini yang Ardhi harapkan di kencan pertamanya dengan Sera. Bayangan akan melewati hari yang tenang seharian, bergandengan tangan tanpa malu dilihat orang-orang, bercerita banyak hal tanpa beban, dan tentunya melakukan banyak hal—seperti layaknya pasangan normal di luar sana saat berkencan—sampai petang hari menjemput. Namun, semesta tidak mengizinkan itu terjadi rupanya. Langkah kakinya terhenti dan Ardhi pun mendengus malas. Membuat Sera mengernyit dan ikut menghentikan langkah. "Kenapa?" Tanpa perlu ditanya dua kali, Ardhi langsung menjawab, "Dua orang yang pakai kaus putih, itu sepupuku, David dan istrinya, Arunika. Yang pernah aku ceritain waktu itu." "Mantan pacar kamu yang itu?" Ardhi mengangguk malas. Ya, Di depan sana, dari arah berlawanan yang berjarak beberapa meter, sepasang suami istri itu berjalan mendekat ke arah mereka. Siapa sangka mereka akan berjumpa dengan David dan Arunika di antara banyaknya mall
Read more
Go Public [3]
"Arunika ternyata cantik banget," puji Sera mengungkapkan pendapatnya saat keduanya memasuki gedung bioskop."Kamu juga cantik," sahut Ardhi.Sera tertawa karena Ardhi mengatakan dengan suara datar. Yang mana tidak terdengar seperti pujian. "Ardhi, kamu pernah nggak sih menyesal karena dulu nggak berjuang lebih keras untuk mempertahankan hubungan kamu sama Arunika?""Aku mungkin nggak berhak bilang begini karena aku juga bukan pasangan yang baik, tapi aku nggak bisa masih toleransi untuk orang-orang yang nggak setia sama pasangannya. Aku tahu, aku salah saat itu. Aku pernah bilang kalau aku nggak benar-benar sesayang itu dengan Arunika, kan? Tapi dibalas dengan diselingkuhi itu keterlaluan. Kalau saja dibicarakan, walaupun pada alhirnya tetap harus berpisah, setidaknya nggak perlu harus lewat cara yang melibas habis kepercayaanku untuk dia. Sulit untuk melihat seseorang dengan cara yang sama setelah dikhianati sedemikian rupa.""So, kamu nyesel n
Read more
Go Public [4]
Kencan di akhir pekan itu—meski sempat ada gangguan karena kemunculan David dan Arunika—berjalan lancar. Sera menikmati film yang ditontonnya bersama Ardhi. Bahkan, saking menikmatinya, sepanjang film ditayangkan, Sera bersandar nyaman di pundak Ardhi. Laki-laki itu juga tidak protes meski pundaknya terasa pegal. "Mau langsung pulang atau mau ke mana lagi?" tanya Ardhi. "Makan dulu, yuk. Aku laper banget," jawab Sera sambil meringis. Tangannya yang bebas menepuk-nepuk perut datarnya. Tangannya yang lain menggandeng lengan Ardhi. "Bentar, aku kabarin Ibu dulu. Takutnya Ibu nungguin buat makan malam bareng." Ardhi mengeluarkan ponsel dari saku celana, tetapi tangannya langsung ditahan oleh Sera. "Nggak usah. Ibu tadi kirim pesan ke aku, katanya suruh puas-puasin pacarannya. Sampai tengah malam juga nggak papa katanya. Soalnya aku nggak ada waktu buat kamu besok. Ibu mau ngajak aku keluar, tanpa kamu." Ardhi mengernyit. Langkahnya memelan
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status