Semua Bab Langit dan Bumi: Bab 11 - Bab 20
30 Bab
Bab 11 Bertemu dalam Doa
"Terimalah hukumanmu, Kania! Ha ha ha!"Seorang lelaki tegap cekikikan sendiri sambil tengkurap. Wajahnya terlihat sangat puas. Keringat membasahi kulit putihnya. Sementara itu, si wanita terlihat lemas dan kesal. Tangan mungilnya terasa hampir putus. Itu karena hukuman yang diberikan si lelaki alias Erlan setiap malam. Hukuman itu adalah Kania harus memijat punggung Erlan sampai lelah."Kenapa sih pacaran sama Mas Erlan gini amat," keluh Kania pelan.Erlan mendongak dan melihat Kania, "kenapa kamu mau yang lebih?""Eng ... enggak kok Mas," ucap Kania terbata. Dia takut Erlan melakukan hal yang lebih apalagi mereka sering berdua di rumah."Kok takut gitu. Gak level kali aku sama kamu, Ka," ejek Erlan seolah membaca pikiran Kania."Gak level kok cinta sih," alih Kania sambil duduk dan menyilangkan tangannya di hadapan Erlan. Wajahnya terlihat lelah namun manis."Terpaksa," sahut Erlan sekenanya."Padahal Mas Erlan bisa
Baca selengkapnya
Bab 12 Berjarak Jauh
"Melihatmu memperlakukan gadis itu, pasti dia sangat spesial ya?""Emangnya gue gimana?""Lo nggak bisa sembunyikan itu dari gue, Lan. Bahkan, untuk kita yang nggak terlalu dekat, kalian itu kentara banget.""Hati gue emang milik dia, Nu.""Jadi artis akademi kita ini beneran jatuh cinta?""Gue jadi elek-elekan karena dia!""Itulah cinta, Lan."Erlan mengusap mata tajamnya yang beriris coklat. Ingatan tentang percakapannya dengan Ibnu kemarin kembali terputar. Ternyata perasaannya pada Kania sangat terlihat. Padahal sebisa mungkin dia menyembunyikan itu, tapi gesture tubuhnya tak dapat dibohongi. Akankah hubungan diam-diam selama bertahun-tahun ini akan terungkap? Memikirkan saja sudah membuat Erlan berdebar.Erlan kembali merebahkan tubuhnya di kasur mess perwira di batalyonnya. Dia lelah setelah tradisi masuk satuan. Namun, matanya belum bisa terpejam kar
Baca selengkapnya
Bab 13 Drama Asmara
"Udah kamu unggah foto terbaruku?" tanyaku tegas pada seseorang di seberang telepon."Siap Abang Sayang..." balasnya kurang ajar."Heh, jangan kurang ajar kamu ya!" ancamku tak suka."Terus saya harus gimana Bang. Katanya kita pacaran, masak harus izin-izinan segala," kata perempuan tomboy itu, sebut saja dia Aruni."Iya, tahu tempatmu ya!" kataku seram.Dia berdehem kecil, "siap Bang!""Suaramu yang enak. Jangan malas kamu jawab saya!" ancamku lagi. Aku tak suka kelihatan lemah di depannya."Siap Bang. Sudah saya unggah foto terbaru Abang di Instagram saya demi pencitraan di jejaring sosial. Laporan selesai.""Oke, lanjutkan. Kita tetap pada perjanjian awal kan, aku dapat status palsu dan kamu dapat ketenaran. Jangan melanggar itu, jangan sampai bocor kemana-mana.""Siap Bang!" jawab Aruni pelan.Telepon kututup. Ya ya ya, aku memang jahat sama Aruni, hanya sama dia. Sama perempuan lain sebut saja Kania, tentu ti
Baca selengkapnya
Bab 14 Kepekatan Malam
Malam hari saat berjauhan dengan orang terkasih adalah saat yang berat. Gelap malam membawa kenangan tentang kebersamaan yang tak mungkin terjadi. Saat malam, ingatan tentang cinta semakin kuat dan memuakkan. Rasa rindu makin pekat seiring pekatnya langit malam.Erlan dan Kania telah melalui banyak malam menjemukan seperti itu. Cerita mereka banyak bergulir di malam hari. Sebab pagi dan siang mereka selalu sibuk, tiada sempat bicara selain hanya menyapa.Kadang malam mereka isi dengan saling merindukan. Kadang malam juga mereka isi dengan pertengkaran kecil khas hubungan jarak jauh. Namun, kali ini malam mereka isi dengan saling berpegangan tangan di dalam gerbong kereta yang membawa mereka menuju Jakarta.Hari itu datang juga. Dimana akhirnya Kania akan diperkenalkan secara resmi seba
Baca selengkapnya
Bab 15 Malam Sendu
Aku menangis tersedu. Entah sudah yang keberapa kalinya hingga malam merayapi langit Jakarta. Perlahan mulai kutata pikiranku. Jadi, Mas Erlan telah punya calon istri dari keluarga lain. Mereka telah dijodohkan sejak bayi. Namun, Mas Erlan jatuh cinta padaku dan kami berpacaran hingga 10 tahun.Hari ini saat aku akan dikenalkan sebagai wanita yang dicintainya, keluarga Mas Erlan juga akan menggelar pertemuan dengan keluarga itu. Siapapun keluarga itu, yang jelas mereka selevel. Tidak sepertiku, seperti kisah awal, kami bak langit dan bumi. Sejalan tapi tak bisa menyatu. Jika menyatu hanya akan membawa kehancuran dunia.Aku menangis hingga merasa mual. Dengan berlari, aku ke kamar mandi. Memuntahkan semua isi perutku. Sudah dua kali aku muntah sejak siang tadi. Badanku terasa tak enak, apalagi hati ini. Hancur sekali.
Baca selengkapnya
Bab 16 Sesudah Badai
 “Meski kita tidak bersama, aku akan selalu mendoakan untuk kebahagiaanmu. Semoga kamu bahagia dengan pernikahanmu. Kelak dikaruniai anak yang soleh solehah. Anak yang cantik dan ganteng, serta lucu-lucu. Mereka pasti mewakili fisik rupawan sepertimu dan Mbak Nabilla. Semoga Mas Erlan bahagia selamanya.”Doa macam apa yang telah kamu ucapkan, Kania? Mengapa itu terasa getir dan menusuk perasaanku berkali-kali. Doa itu sangat indah tanpa dendam mendalam. Namun, mengapa ini terasa sakit? Begini rasanya kehilangan mendalam itu? Kamu masih di dunia ini tapi bukan milikku lagi. Kita berjalan di bawah langit yang sama, namun tak bisa bergandengan tangan lagi.“Izin Bang, Kania sudah masuk ke rumahnya.”
Baca selengkapnya
Bab 17 Sadar
Aku tak pernah bisa melupakanmu, Kania. Sejak masa sekolah, hatiku telah tertambat padamu. Kamu beda, selalu saja memesona dengan caramu sendiri. Kutahu kamu menempel pada kakak kelas itu. Ya, aku memang kalah populer dibanding dia. Semua orang tahu jika kalian jatuh cinta. Tapi, bodohkah aku jika selalu menyisipkan namamu dalam doaku?Masih kuingat caramu menolakku. Katamu, hanya ingin setia pada Mas Erlan. Hatiku adem mendengarnya. Baru kali aku tak emosi ditolak perempuan. Justru kagum dengan kesetiaanmu. Padahal statusmu dan dia tak jelas, tapi hatimu dijaga untuknya. Andai saja hatiku yang kamu jaga? Pasti aku jadi lelaki terberuntung di dunia.Aku menjauh, menempuh jarak demimu. Meraih cita-cita untuk masa depan. Siapa tahu kelak kita bertemu lagi. Siapa tahu kelak waktu kita sama dan bersatu. Aku akan hadir sebagai sosok dewasa,
Baca selengkapnya
Bab 18 Samudera dan Langit
Aku berdiri di tepi karang yang tinggi. Menatap hamparan samudera yang biru dan luas. Terlihat teduh mendinginkan hati dan mataku. Berharap mereka bisa seluas samudera ini. Menerima semua kepahitan hidup. Pikiranku kosong, sebab bingung akan memikirkan apa. Yang jelas bukan untuk membunuh diriku.Aku ingin menata hidupku yang berantakan. Mengobati hatiku yang telah tercecar tertabrak badai asmara. 10 tahun menjadi kekasihnya lalu tidak berakhir di pelaminan. Bahkan, kami mengambil keputusan untuk saling melupakan selamanya. Ini sangat menyakitkan.Tapi, tak apa. Seorang Kania masih baik-baik saja. Hingga sebulan dia menikah, aku masih bernapas dengan afiat. Apalagi setelah melihatnya bahagia mengunggah foto bersama sang istri di media sosial. Mereka terlihat bahagia sekali. Seorang Kania saja tak pernah terpajang di media sosialnya. Sen
Baca selengkapnya
Bab 19 Penyesalan
"…kalau mau pisah saja baik. Coba dari kemarin baiknya.""Teh kalau kemanisan jadi eneg. Aku nggak mau diabetes, okay!"Sungguh, aku rela kena diabetes saat itu juga jika tahu inilah akhir kami. Kenapa aku tak memperlakukannya dengan manis sepanjang waktu? Kenapa harus judes? Kenapa harus kejam padahal aku sangat mencintainya? Kenapa aku hanya bisa manis di saat-saat terakhir, saat kami akan berpisah. Andai saja bisa kembali ke waktu indah saat sekolah, saat kami masih bersama. Sebagai sepasang anak sekolah yang kasmaran.Penyesalan selalu datang belakangan, kalau di depan itu pendaftaran. Itu kata orang, tapi memang benar. Percayalah di saat usia pernikahan konyol ini sudah seminggu, aku merasa sangat menyesal. Sebab telah memperlakukan Kania dengan sia-sia. Andai saja aku tahu jika begini akhir kami
Baca selengkapnya
Bab 20 Penawar Luka
Kania menatap deretan koper miliknya dan milik dokter yang lain. Mereka sedang berada di depan pintu masuk bandara Abdurrahman Saleh. Beberapa menit lagi dia akan masuk dan berangkat ke Papua. Tentu sesuai dengan perkataannya, ia ingin mengabdi di pedalaman. Untuk menimba ilmu sekaligus untuk melupakan semua kepahitan hidupnya.Sang bapak tentu saja berat hati melepasnya. Pun dengan rekan sesama dokter di rumah sakit. Kania terlalu kalem jika dibanding kerasnya alam Papua, kata mereka. Mengapa juga dokter sekompeten Kania harus pergi jauh ke Timur Indonesia. Cukup mengabdi di sini sama saja. Mereka masih membutuhkan Kania.Bagi Wirya tentu berbeda. Dia justru sedang mengurus sesuatu selain mengurus hatinya yang sakit karena Kania. Mungkin ikut ke pedalaman bertugas mengawal negara dan Kania. Mungkin juga untuk mencari penawar luka. Yang jelas keputusan Kania selalu didukungnya. Kendati lelaki itu memilih untuk mengen
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status