Semua Bab Langit dan Bumi: Bab 1 - Bab 10
30 Bab
Bab 1 Langit
"Bagiku, kamu adalah langitku.""Bagiku, kamu adalah bumiku."Di sebuah taman kota yang teduh, pepohonan yang rindang dan sepi kedua insan itu tertawa lepas bersama. Sejenak kemudian diam. Terutama si lelaki yang memang tak begitu suka tertawa. Lelaki itu lebih memilih untuk kembali dalam hening dan mengunyah sebutir buah ceri. Beda dengan si perempuan yang lebih semringah. Tentu saja dia senang memadu cinta, dan menunjukkannya pada dunia."Kita kayak pasangan norak, ya?" tanya si perempuan."Kamu sih. Aku jadi kehilangan wibawa." Si lelaki memasang wajah jutek."Kenapa harus malu sih, Mas? Di sini, 'kan, cuma ada aku. Gak ada orang lain. Ayo lepas saja seragammu!" perempuan ayu itu mencolek lelaki tercintanya
Baca selengkapnya
Bab 2 Angin Semilir
Hai namaku Kania, Kania Langit Amaranata. Usiaku tujuh belas tahun. Kata orang usia yang indah untuk jatuh cinta. Nyatanya aku merasakan cinta yang indah sejak umur tiga belas tahun. Aku jatuh cinta pada kakak kelasku saat duduk di kelas satu SMP. Dia empat tahun lebih tua dariku, bernama Airlangga Sakha Handojo. Saat ada nama ini, ingatanku kembali pada saat itu.Aku lebih suka memanggilnya Angga. Namun, karena dia selalu marah maka aku terpaksa memanggilnya Erlan. Seperti semua anggota keluarga memanggilnya. Padahal aku punya batasan, tak memanggil nama akrab teman lelaki. Ya sudahlah, aku tak mau berdebat dengannya. Terlalu makan waktu.Siapapun panggilan Erlan, nyatanya aku telah jatuh cinta pada nama itu. Saat mendengar namanya seolah ada angin semilir bertiup di telingaku. Sejuk dan dingin. Hebat benar Bapak Handojo memberi nama anaknya. Keluarga itu memang sangat keren sih.
Baca selengkapnya
Bab 3 Surat Cinta
Airlangga Sakha Handojo POV"...hei yang suka sama aku lebih cantik daripada kamu. Amit-amit suka sama kamu. Najis!"Perkataan itu justru jadi boomerang. Saat ini aku justru sangat menyukainya. Kania oh Kania, bocah perempuan yang kukenal sejak tubuhku masih tak berbentuk hingga sekarang dikagumi perempuan. Ternyata aku mencintai anak pelatihku sendiri.Siapa yang sangka anak yang sekarang duduk di kelas 2 SMA ini jadi penghuni hatiku sejak saat itu. Dia yang selalu kuperhatikan di sela kesibukan menempa pendidikan di lembah Tidar. Dia yang selalu kuingat di sela beratnya aktivitas sebagai seorang taruna Akmil. Dia yang selalu kutemui diam-diam saat libur atau izin bermalam. Dia yang selalu kutelepon dengan sembunyi-sembunyi. Saat yang lain asyik terbuai mimpi, aku justru memikirkannya.Aneh, ya, mungkin lucu. Aku bisa jatuh cinta, pada anak kecil pula. Sebenarnya selisih usia kami cuma 4 tahun, tapi kelihatan j
Baca selengkapnya
Bab 4 Kamu Bumiku
Kania Langit Amaranata POV"Hari Senin, minggu ketiga bulan ini, aku akan datang ke sekolahmu. Temui aku di ruang BK, ya!"Sepenggal tulisan itu membuatku berdebar. Tulisan Mas Angga yang rapi telah terbaca olehku. Membuat sebuah simpul senyum di bibirku. Ah senangnya dia akan datang. Surat yang penuh kabar bahagia. Memang klasik dan kuno sih. Konon seorang Airlangga menulis surat karena tak mau kalah dari saingannya, Wirya Samudra Dewandana, kakak kelasku.Iya, pada akhirnya setelah adegan pematang sawah itu, Mas Angga jadi rajin menulis surat. Senang deh, bisa membaca tulisannya. Terasa lebih nyata saja dibanding cuma telepon sembunyi-sembunyi. Ingin rasanya aku cepat ke minggu depan, iya senin minggu depan.Kabarnya, Sermatutar Airlangga Sakha Handojo akan datang ke sekolahku. Katanya sih mau reuni dengan guru-guru. Sekalian kasih pesan pada junior-junior. Oh iya, untuk promo Akademi Militer kata dia. Aduh tanpa dipromo juga udah terkenal. Apa
Baca selengkapnya
Bab 5 Jarak
"Hai Dek Kania.""Mau apa Mas Wirya ke sini?""Tentu mengunjungimu.""Jangan pengaruhi pikiran saya lagi tentang Mas Angga. Saya nggak mau salah paham lagi."Mas Wirya terlihat lemas. Senyum berpendarnya lesu setelah percakapan singkat kami. Dia duduk begitu saja di teras rumahku yang sederhana dengan pandangan aneh. Padahal dia terlihat cakap dalam balutan seragam taruna. Mirip seperti Mas Angga."Waktu itu memang salah saya, Dek. Saya tidak kroscek dulu langsung asal bicara. Saya minta maaf, ya?" ucapnya pelan sambil menatapku lekat.Aku hanya diam tak tahu harus berkata apa, "saya masih boleh menemuimu, 'kan?" tanyanya pelan."Apa Bang Airlangga melarang Dek Kania untuk berhubungan dengan saya? Apa hubungan kalian sangat spesial?" imbuhnya lagi karena aku hanya diam tanpa menjawab."Apa seragam yang Mas pakai itu susah dapatnya?" tanyaku yang dijawab dengan anggukannya."Lantas kenapa buat ketemuan dengan orang macam
Baca selengkapnya
Bab 6 Matahari Hangat
Airlangga Sakha Handojo POV"Tuh 'kan, kita jadi dilihatin satu mal. Malas ah ...."Kudengar keluhan imut itu berulangkali terucap. Kutahu dia sedang tidak nyaman dengan situasi ini. Dilihatin sebagian besar pengunjung pusat perbelanjaan karena sedang jalan dengan seorang taruna berseragam. Itulah kenapa dia tidak suka jika aku berseragam. Memang sih, siapa yang suka jadi pusat perhatian."Mau gimana lagi, seragam ini nggak boleh dilepas!" ucapku datar."'Kan bisa pakai jaket," keluhnya lagi."Panas, ogah. Biar aja kenapa sih. Angkat dagu dan busungkan dada ajalah. Bangga gitu jalan sama calon perwira, ganteng pula.""Idih narsis. Bangga itu cukup dalam hati Mas. Nggak perlu publikasi. Berlebihan namanya." Gadis kesayanganku ini tetap menggerutu, semakin gemas.Aku menatapnya lurus, "ya udah aku lepas baju aja, shirtless. Biar heboh satu mal. Gimana?"Dia bergidik ngeri sambil mengangkat bahun
Baca selengkapnya
Bab 7 Menjalani Waktu
Kania Langit Amaranata POVSaat terpisah dengan Mas Angga, aku selalu banyak berpikir. Kebanyakan mengingat masa lalu kami bersama. Bagaimana kami bertemu. Bagaimana kami banyak menghabiskan waktu bersama. Bagaimana perangai galak dan menyebalkannya.Kadang aku jalan ke tempat kenangan kami sambil mengingat momen itu. Ke warung mi ayam favorit sejak SMA. Selalu saja dia dilihat orang banyak karena seragamnya. Tidak selalu seragam sih, kadang wajah gantengnya saja sudah menarik orang.Mas Angga memang bak medan magnet. Bisa menarik kutub yang berlawanan dengannya. Banyak yang terpaku dengannya. Begitu pun denganku. Aku rela menjalani separuh waktu hidupku untuk mencintainya. Walau itu tanpa status, aku rela. Padahal aku sama, wanita yang butuh status.Berjauhan dengannya membuatku banyak berpikir. Bagaimana aku bisa menjalani waktu ini. Saat dulu dia masih daftar tentara, kami selalu bersama. Tentu dengan sembunyi-sembunyi. Aku se
Baca selengkapnya
Bab 8 Sabar
Kania Langit POVKunci berhubungan dengan lelaki berseragam itu adalah sabar. Itu kataku, tentu pada diriku sendiri. Apalagi jika harus menjalani hubungan tersembunyi seperti ini. Harus makin sabar dong. Walau itu terasa menelan pil pahit tanpa air. Kebayang, 'kan, gimana rasanya?Sejak awal, kata sabar adalah kunciku untuk Mas Angga. Dia yang galak, dingin, tak banyak bicara, bahkan kadang sadis. Dia lebih suka mengajakku berjalan jauh demi bicara banyak. Padahal kami bisa ngobrol di kedai es atau bawah pohon ceri. Dia senang bertindak kasar untuk menunjukkan perhatian dan cintanya. Padahal halus pun sangat menyenangkan.Ya itulah Mas Angga dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Cuek selangit adalah sifat paling menyebalkan sedunia. Dia tahu, kami saling rindu. Namun, dia enggan menghubungiku. Iyalah aku nomor kesekian dalam hidupnya, tapi nggak gini juga. Aku kangen, tapi takut menghubunginya.Balas suratku lagilah atau mun
Baca selengkapnya
Bab 9 Mencumbui Malam
Aku menatap gadis cantik di sebelah yang sedang manyun. Sebenarnya hatiku bak ombak yang naik turun. Tak mudah mengekspresikan rasa rindu ini. Seorang Erlan bisa jadi manusia aneh jika sedang rindu macam begini. Ingin rasanya melakukan hal lain lebih dari pelukan. Namun, aku takut melakukannya. Sebab Kania perempuan pertama yang dekat denganku sejak masa puber.Ya cuma ini caraku menunjukkan betapa rindunya aku pada Kania. Setelah berbulan-bulan tak bertemu, dia makin cantik saja. Calon dokter lagi. Cita-cita yang tak pernah dia katakan padaku. Bahkan, mungkin terbesit saja tak pernah. Kesayanganku akan jadi calon dokter. Bangga punya dia."Ayo dong mulai cerita!" ujarku setelah kami berhenti di jalanan yang sepi.Seperti ada gundukan es yang runtuh, "akhirnya, disuruh cerita juga.""Iya calon Ibu Dokter, gimana sih ceritanya? Bagaimana bisa kamu mau jadi dokter? Yakin kamu bisa? Mau jadi dokter apa memangnya?" cerocosku seperti petasan rawit."Kan
Baca selengkapnya
Bab 10 Bersamamu
Kedua insan itu bergandengan tangan di sepanjang jalan setapak lapangan Rampal. Tak banyak bicara, hanya diam sambil menikmati dinginnya Kota Malang. Kania menunduk sembari menatap kaki mungilnya. Sesekali dia melihat kaki tegas Erlan. Berbeda dengan Erlan yang sesekali mencuri wajah Kania. Tak henti dikaguminya wajah cantik itu."Kania cemong Mas?" tanya Kania tiba-tiba yang membuat Erlan kaget."Iya, jelek banget!" jawab Erlan spontan yang membuat Kania mendongak.Dia bergegas mengelap mulutnya, "aduh kenapa gak bilang dari tadi sih, Mas?""Biarin, biar kamu jelek dan gak dilirik sama siapa-siapa!" jawab Erlan sekenanya."Gak adil Mas Erlan ih!" protes Kania."Terus apa, kamu mau tebar pesona sama tamtama remaja yang lagi korve itu?" tanya Erlan setengah cemburu."Siapa juga yang tebar pesona? Mas Erlan cemburu, ya? Dari tadi aku nggak lihat kemana-mana. Aku nunduk terus karena mau jaga pandangan. Aku jaga hatinya Mas Erlan. Mas kal
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status