All Chapters of My Horrible Romance: Chapter 151 - Chapter 160
200 Chapters
151 Belum Yakin
“Ra, setelah proyek ini, kita bicara lebih serius tentang hubungan kita ya.”Yara menoleh cepat, rasanya tulang lehernya sampai berbunyi saking kagetnya mendengar ucapan Adam. "Emangnya kamu pikir aku main-main? Kamu kali yang nggak serius?" balas Yara yang sebenarnya hanya ingin menutupi kegugupannya."Aku juga serius. Maksudku ... ya kita resmikan, Ra. Kan muara hubungan ini nggak berhenti sampai di sini aja.""Are you sure, Dam? Kamu dengan trust issue yang kamu punya, dan aku dengan kecemburuan yang agak nggak masuk akal belakangan ini?"Adam terdiam. Memang benar, itu adalah masalah terbesar mereka saat ini. Tapi setiap pasangan yang melangkah menuju hubungan yang lebih serius bukan berarti mereka terbebas dari segala masalah kan? Justru harusnya mereka menemukan cara untuk menyelesaikan masalah tersebut."Jadi kamu nggak mau?""Bukan gitu. Aku cuma mau kita bener-bener yakin sebelum bilang keseriusan kita ke orang tua masin
Read more
152 Namanya Juga Kangen
Bab 152XXX “Ra, kakakmu masih rutin latihan beladiri?”Yara meringis sambil mengangguk. Andai Adam tahu apa yang telah dilakukan kakaknya begitu ia mengadu kalau Zayan memaksa menciumnya.Tok tok!Sekali lagi Ervin mengetuk kaca jendela yang berada di samping Adam. “Turun!”Yara yang bergegas turun lebih dulu. Ia tahu temperamen kakaknya dan di mana Adam akan berakhir kalau ia tidak berhasil merayu kakaknya. “Kamu di belakangku, Dam.” Itu peringatan terakhir dari Yara sebelum turun dan malah membuat Adam terkekeh geli.“Barusan ngapain?” Ervin menyentil kening Yara seperti yang biasa ia lakukan kalau sedang kesal dengan Yara. “Kalo Kakak nggak dateng, lanjut ngapain kalian?”Yara mengusap keningnya lalu beranjak berdiri di samping kakaknya sambil melingkarkan tangannya ke lengan sang kakak. “Nggak akan lebih kok, Kak. Kan kangen, namanya juga sebul
Read more
153 Obstacle
“Baru bangun, Ra?”Yara yang masih mengusap matanya seketika menghentikan gerakan saat mendengar suara laki-laki yang berasal dari ruang makan rumahnya. Bukan suara papanya, kakaknya, apalagi sopir atau tukang kebun di rumahnya.“Ya ampun, Dek. Adam udah nyampe sini dari tadi, dan kamu baru nongol, belum mandi.”“Kan masih pagi,” kilah Yara yang akhirnya memilih meneruskan langkah menuju meja makan.Beralih kepada Adam, Yara menatap bingung. “Kok pagi banget ke sininya?”“Aku mau laporan dulu ke papamu.” "Papa mana?" Yara berusaha cuek dengan menuangkan nasi ke piringnya.Memang memalukan dilihat saat bangun tidur seperti itu, tapi sesekali tidak apa-apa kan. Kalau Adam ilfeel karena penampilannya saat bangun tidur ya ... berarti silakan cari yang lain.Selevel Victoria Beckham dan Selena Gomez pun tidak akan terlihat shining shimmering splendid begitu bangun tid
Read more
154 Ada yang Kamu Rahasiakan?
Yara terdiam mendengaar suara manja dari seberang sambungan telepon Adam. “Halo, Intan? Ini Yara.”Adam mengambil remote televisi, tidak terlalu peduli dengan apa yang akan dibicarakan Yara dengan Intan.“Eh, Yara? Sorry, Ra. Aku kira Adam.”“Adamnya lagi … di toilet,” terang Yara sambil melirik kepada Adam.“Maaf ya, Ra. Aku cuma mau ngajak Adam jalan ke mall baru yang nggak jauh dari rumah. Atau … kita jalan-jalan bareng aja?”“Jalan bareng?”Baru setelah mendengar apa yang diucapkan Yara, Adam mengulurkan tangan, meminta ponselnya kembali.Yara mengerucutkan bibir sambil mengembalikan ponsel Adam. Persetan kalau mereka mau jalan berdua. Ia bisa pulang atau mangkal di rumah Rian.Adam menyalakan mode loud speaker agar Yara bisa mendengar obrolannya dengan Intan. “Tan, sorry ya tadi belum bales, tapi aku nggak bisa. Aku pulang ke sini demi Yara, ja
Read more
155 Wedding Fair
“Ngapain kita ke wedding fair, Dam?”Meskipun Adam masih belum memberi tahu ke mana tujuan mereka, tapi begitu mobil Adam memasuki area parkir JIEXPO Kemayoran, lalu Yara melihat berbagai spanduk dan banner yang terpasang di sekitarnya, tidak perlu IQ 130 untuk mengetahui kalau di tempat itu sedang diselenggarakan pameran pernikahan a.k.a wedding fair.“Ya lihat-lihat aja, Ra. Abis nggak tau mau ke mana kan.”“Ya nggak ke wedding fair juga kali, Dam. Kalo nanti ditawarin gimana?”“Ya didengerin.”“Kalo kamu tergoda diskon, nih misalnya ya, ada yang nawarin, ‘Silakan, Mas, untuk paket pernikahan tahun depan, cateringnya dapet diskon 40%,’ gimana coba?” tanya Yara sambil menirukan nada suara seorang SPG.“Jangan ambil yang itu, Ra. Nggak ada catering bisa diskon 40% kecuali sebelumnya mereka udah mark up harga lebih dulu. Bisa bangkrut mereka.”“Ii
Read more
156 Berjarak
“Maaf ya, Ra.”Yara hanya menghela napas dalam-dalam. “Ke mana memangnya seharian?”“Hp ketinggalan di rumah.”“Dari mana?” Yara tetap mempertanyakan satu hal itu yang membuat dirinya moody seharian.“Budhenya Intan tadi jatuh di kamar mandi. Intan bingung minta tolong ke siapa, jadi minta tolong ke keluargaku. Aku yang akhirnya nganterin ke rumah sakit, nunggu di sana sampe kelar.”Yara terdiam, tidak mungkin kan dia marah-marah karena Adam membantu orang lain. “Ya udah, kamu istirahat deh.”“Maaf ya, kamu nungguin lama ya tadi? Besok aku mesti ke kantor pagi buat beresin beberapa kerjaan. Siangnya kita makan bareng deh ya. Aku jemput ke kantormu.”“Ok.”“Nggak marah kan, Ra?”“Nggak.”Seharian memang Yara menunggu kabar dari Adam yang tidak bisa dihubungi. Ia mau marah tapi rasanya seperti memb
Read more
157 Makan Siang Pembawa Petaka
Dan rutinitas Yara kembali terulang. Hampir satu bulan setelah Adam berangkat (lagi) ke Australia. Tidak ada lagi Adam yang tiba-tiba ada di ruang makan rumahnya di pagi hari, atau Adam yang mengajaknya makan siang, apalagi Adam yang menjemputnya pulang kantor untuk menemaninya ke manapun ia mau. Malam hari akan dihabiskannya untuk menerima telepon dari Adam yang semakin lama, durasinya juga semakin berkurang. Mungkin Adam terlalu sibuk di sana untuk segera menyelesaikan semua pekerjaannya. Mungkin Yara yang terlalu menyibukkan diri demi menghalau rasa kangennya. Ada pasangan yang kuat dengan Long Distance Relationship (LDR), tapi Yara tahu pasti, LDR bukan untuknya. She’s done with LDR things. Bahkan Yara pernah hampir meminta izin kepada orang tuanya untuk liburan ke Australia, sebelum ia sadar kalau orang tuanya pasti tidak akan mengizinkan. “Yara.” Yara mendongak karena merasa familiar dengan suara yang memanggilnya—sangat familiar bahkan—
Read more
158 Sedang Saling Menyakiti
Adam mondar-mandir di dalam kamar hotel yang telah ditempatinya hampir selama dua bulan. Pertemuannya dengan Intan—yang baru saja kembali ke Australia setelah menghabiskan libur dari perkuliahannya—membuat Adam benar-benar kehilangan fokusnya. Biasanya ia menambah jam kerja untuknya sendiri sembari menunggu Yara sampai di rumah, supaya semua pekerjaan di Australia segera selesai. Tapi malam itu, ia tidak bisa membuat otaknya untuk memikirkan pekerjaan, bahkan sekalipun ia memaksakan diri.“Udah sampe rumah, Ra?” Pada akhirnya Adam tidak tahan lagi untuk menghubungi Yara. Dia sudah memperkirakan waktunya, kalau Yara pulang tepat jam empat sore, harusnya saat ini gadis itu sudah sampai rumah. Dari tadi bahkan, dan entah kenapa Yara belum juga menghubunginya.“Belum, Dam. Wait ya, jalanan udah agak kosong kok. Tapi karena aku harus cari puteran balik … mungkin setengah jam lagi baru sampe. Kamu udah ngantuk? Kalo udah ngantuk, kita ngo
Read more
159 Badai
“Dek, kamu kok belum turun?”Yara tergagap saat mendengar suara mamanya dari pesawat telepon yang ada di atas nakas. Kadang, untuk menghindar dari saling teriak, orang-orang di rumah itu memanfaatkan pesawat telepon yang terpasang di setiap ruangan. Walau tidak selalu digunakan juga, tapi di saat-saat tertentu, memang terbukti lebih efektif dan efisien.“Nggak kerja, Dek?”Yara bukannya baru bangun, ia sudah bangun sejak subuh tapi tidur lagi, karena toh matanya sulit diajak membuka saking bengkaknya. Salahnya juga kenapa sampai menangis semalaman, dan sekarang matanya seperti baru saja disengat lebah.“Aku … nanti mau site visit, jadi berangkat agak siangan langsung dari sini, Ma. Lokasinya deket sini soalnya.”“Oooh. Ya udah turun, sarapan dulu. Papa sama Mama udah mau berangkat. Kakak kamu juga udah berangkat.”“Iya, Ma.” Yara menghela napas lega setelah menutup telepon da
Read more
160 Putus?
“Ra, nanti malem, temenin makan malam dong.”“Tumben!”“Hmm … pengen aja. Udah lama kan kita nggak makan malam bareng.”Yara menimbang sesaat ajakan Rian itu. Harusnya sore itu, dia menemani Nana bertemu dengan klien. Tapi Nana berhasil meyakinkannya kalau klien yang mereka temui akan takut melihat mata sembabnya yang seperti bola bekel. Karena itu, Nana memaksanya untuk diam di rumah demi menjaga harga dirinya.“Gue lagi nggak mood pergi-pergi, Yan.”Rian terdiam, ia sebenarnya juga bingung mencari alasan untuk mengajak Yara bertemu memastikan keadaannya. Dan mana berani Rian mengatakan kalau Adam yang memintanya untuk menemani Yara yang mungkin sedang banyak pikiran. Prinsip yang selama ini dipegangnya, Yara pasti akan cerita semuanya, cepat atau lambat. Kalau yara belum bercerita, artinya Yara memang masih butuh waktu untuk sendiri.“Eh tapi, kalo … nginep di apartemen, k
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
20
DMCA.com Protection Status