All Chapters of My Favorit Servant: Chapter 51 - Chapter 60
106 Chapters
Bab 51. Video
Deondra berbalik, menatap Alrix dengan tatapan tajam. "Aku harus memiliki alasan yang kuat untuk melakukan hal itu, kau tahu?!" tukasnya kesal. Dalam hatinya, dia ingin tapi dia sadar itu takkan mudah. "Oh ya? Alasan seperti apa?" Alrix bertanya, menutup tirai tempatnya mengintip ketiga orang yang tengah berpelukan itu. "Jika Anda tidak keberatan, saya bersedia membantu," tambahnya dengan di tambahi bubuhan senyum kecil di sana. Deondra terdiam, lalu menghela napasnya kasar. "Itu tidak perlu bantuan siapapun. Karena kalau memang terjadi, maka itu akan terjadi. Sudahlah, aku lelah. Aku akan beristirahat dan memikirkan hal apa yang akan kulakukan pada selebriti ceroboh itu."Berbalik lagi, Deondra menggelengkan kepalanya sejenak. Pemikiran yang terlintas di kepalanya tadi, benar-benar tak pernah di bayangkannya sebelumnya. "Menikah dengan Arinda? Sepertinya hal itu akan sulit terjadi," ucapnya pelan, mulai melangkah kearah tan
Read more
Bab 52. Pantas Saja
Arinda menganggukkan kepalanya. "Kenapa, Om?" Jackson tersenyum aneh mendengar pertanyaan Arinda. "Tidak apa-apa," balasnya seakan menyimpan rahasia. "Sampai kapan kamu akan bekerja di rumahnya?" tanya Jack, sengaja mengalihkan pembicaraan. "Emm, sampai ayahku bangun. Ya, setidaknya sampai semua biaya pengobatannya selesai, ayah bisa melakukan kegiatan seperti biasanya dan juga tabunganku untuk merawatnya cukup. Arin juga tidak tahu kapan, Om." "Kamu tidak mau berhenti? Mencari pekerjaan lain, begitu?" Gadis itu tersenyum kecut, mencoba menenangkan hati tentang semua yang tadi dipikirkannya. "Mana ada yang mempercayai Arin lagi sejak tuduhan plagiat itu," ucapnya pelan. Jack terdiam, sedikit membenarkan ucapan Arinda. "Kamu benar juga. Tapi, bagaimana bisa kamu melamar pekerjaan di kediaman Jefferson? Apakah tidak ada yang mengetahui tentang masalahmu?" Arinda diam sejenak, terbayang lagi tent
Read more
Bab 53. Merindukanku?
Meraih jas dari dalam lemari, Deondra memakainya ogah-ogahan. Di pikirannya hanya ada gadis itu, juga di hati, pelupuk mata dan juga mimpi. Sudah hampir tiga hari dia tak melihatnya, hanya mendengar kabarnya. Gadis bersurai bersurai cokelat dengan rambut bergelombang itu tak lagi dia lihat di hadapannya. Dia merasa ada yang kurang, seakan apa yang di jalaninya tiga hari ini, tak sama dengan yang di lalui beberapa bulan ini. Mendesah kesal, Deondra menatap cermin di hadapannya dengan malas. "Kapan dia akan pulang? Aku sudah lama tidak melihat senyuman lebarnya itu," ujarnya sambil menarik napas. Menggelengkan kepalanya, Deondra berusaha menenangkan isi kepalanya yang penuh dengan bayangan Arinda. Dia merindukan gadis itu, bahkan dia sadar tentang rasa kerinduan itu. Kali ini dia tak bisa menahannya, menahan isi hatinya yang bergejolak tak biasa. Dia sadar, sedikit banyak di dalam hatinya sudah ada cinta yang tersemat untuk gadis itu. Hanya saja, dia terlalu
Read more
Bab 54. Rumah Sewa
Arinda turun setelah mereka memarkirkan sepeda di dekat tiang listrik. Tak jauh dari sana, sekeluarga pencari barang bekas tengah terduduk di atas trotoar jalanan. Mendekati mereka, Arinda tersenyum seraya mengulurkan bungkusan makanan yang langsung membuat lelaki paruh baya itu tersentak. "Permisi, Pak. Ini ada sedikit makanan untuk Bapak, di terima, ya?" ujarnya membuat lelaki paruh baya itu menerimanya dengan tangan gemetar. "Terimakasih, terimakasih, Nona. Semoga rezekinya bertambah luas," ucapnya diikuti oleh anak dan istrinya. Arinda tersenyum ramah, balas membungkuk sebelum membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi. Walaupun memakai uang Tuan Mudanya, entah mengapa hatinya bahagia bisa berbagi dengan seseorang yang membutuhkan. Menghampiri Reta, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Meninggalkan Alrix yang berada di dalam mobil, tak jauh dari sana. "Arinda? Memberi makan orang lain?" batinnya sambil melepas kaca mata cokelat
Read more
Bab 55. Pulang Ke Rumah
Arinda melihat kartu nama itu, lalu menatap poster besar di atas gerbang perumahan mewah yang di datanginya. Dia ragu, bagaimana kalau harganya mahal? "Reta," panggilnya sambil memasang wajah imut. Reta yang masih menaiki sepeda menatapnya, lalu menaikkan dagu sebagai penanda tanya. Arinda menampilkan deretan giginya. "Aku yakin di sini mahal. Jadi, karena aku lupa membawa uang, pakai uang kamu dulu sesuai dengan yang kita sepakati. Tapi-" Arinda tak melanjutkan ucapannya, dia ragu. "Tapi apa, Arin? Perumahan ini lebih cocok untukmu. Tempatnya cukup asri dan dekat dengan jalan besar yang ada toko dan warung-warungnya. Yang tadi sedikit terpelosok, lebih baik yang ini saja," ujarnya sambil memarkirkan sepeda. "Aku tahu," balasnya merengut. "Tapi, kalau sewanya mahal bagaimana? Aku 'kan tidak bawa uang sama sekali," ucapnya dengan mencebikkan bibir. Reta berdecak pelan, lalu menarik tangan Arinda dan membawa
Read more
Bab 56. Temukan Gadisku!
Beberapa hari lagi setelah menyelesaikan apa yang dia butuhkan, Arinda memutuskan untuk pulang ke rumah Deondra. Dia sudah terlalu lama di luar, bagaimanapun dia masih berstatus pelayan. Dia tetap merasa tidak enak jika berlama-lama meninggalkan tanggung jawabnya yang besar. "Kamu sehat?" Mommy Reta bertanya, menatap wajah Arinda yang tak secerah biasanya. "Sehat, Tante. Terima kasih sudah menerima Arin beberapa hari ini. Lain kali Arin akan datang lagi," ucapnya sambil memeluk Frianca, Ibu Reta. Frianca balas memeluknya, menepuk tulang belikat Arinda lembut. "Kabar itu sudah sedikit reda, kamu tidak lagi menjadi bahan pergunjingan orang-orang. Sekarang kabar tentang Denastry yang masih hangat, entah kemana selebriti itu pergi melarikan diri," ucapnya sambil melepas pelukan. Arinda terdiam, tapi senyum terbit di bibirnya. "Biarkan saja, Tante. Mudah-mudahan Tante Dena menyesapi kesalahannya dan juga memaafkan Arin. Kami berdua tida
Read more
Bab 57. Cara Lebih Berani
Deondra duduk di atas sofa menunggu Arinda. Melihat perjuangan gadis itu untuk membeli obatnya, rasanya semua rasa sakitnya hilang. Dia sembuh saat menatap wajahnya dan mendengarkan suaranya. Di tambah lagi gadis itu berlari hanya untuk membelikan obatnya. Deondra tak tahu. Apakah ini adalah sebuah perasaan khawatir? Atau hanya sekedar tanggung jawab Arinda untuknya sebagai pelayan kepada majikan? Suara mobil terdengar di bawah sana, membuatnya beranjak dan kembali membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Menatap pintu, dia menunggu Arinda datang dan kembali merawatnya. Suara ketukan di susul terbukanya pintu, Deondra menatap wajahnya yang terlihat berkeringat. Bahkan ada bekas bercak darah di lututnya. "Darimana kau?" tanyanya pura-pura tidak tahu. Arinda menghela napasnya sejenak. "Apotek, Tuan Muda. Em, ini obat pereda demam untuk Anda," ucapnya sambil menyodorkan satu kantung plastik putih berlogo apotek ternama. Saa
Read more
Bab 58. Riset Dan Pepatah
Mendudukkan tubuhnya di kursi, Deondra mengambil air hangat yang di hidangkan Arinda di atas meja. Dia tak meminum alkohol yang sudah di tuangnya, menggunakan gesture mata, dia meminta Alrix duduk di depannya. Alrix beranjak menuju sofa setelah menutup, diambilnya piring yang sudah di siapkan Arinda dan menterahkannya pada Deondra. "Ambil alkohol ini, kau yang menghabiskannya," ujarnya, membuat Alrix meraihnya. Deondra diam, memakan makan malam pertama sejak beberapa hari di tinggalkan Arinda. Selama gadis itu tak ada di rumahnya, selera makannya hilang. Dia sering pusing dan juga masuk angin. Dia begitu malas melakukan apapun, bahkan hanya untuk membersihkan diri. "Sebenarnya dokumen apa yang kau maksudkan tadi?" Deondra bertanya, memakan potongan daging dengan sumpit. "Itu hanya alibi, sebenarnya rancangan gaun pengantin yang di buat Arinda sudah di temukan. Ada di rumah milik Denastry selama ini. Dia memanipulasinya
Read more
Bab 59. Apakah Aku Seburuk Itu?
Deondra melangkah menuruni tangga dengan kaos hitam dan celana training putih. Menyetel jamnya sambil berjalan, dia mengalihkan pandangan saat mencium aroma masakan. Melangkah lebih cepat, dia melihat Arinda yang berdiri membelakanginya. Tangannya terampil memotong bawang bombai, bergerak kesana kemari untuk menyiapkan makan pagi. Entah ada di mana para pelayan, sedari tadi malam dia mengerjakannya sendiri. Menyapu, memasak, menjemur dan sebagainya. Apakah ini hukuman untuknya karena sudah pergi begitu lama? "Aa, Bunda!" Dia memekik saat menoleh dan mendapati Deondra di sisi kirinya. Deondra menatapnya malas, wajah gadis itu memucat seketika karena kaget. "Aku tampan makanya kau kaget, bukan?" ujarnya sinis, menyandarkan salah satu sikunya di atas meja party tempat Arinda memasak. "Oh, Tuan Muda?" Gadis itu menghela napasnya yang tak beraturan. "Maaf, saya kira tadi hantu. Sedari tadi malam saya mendengar suara-suara a
Read more
Bab 60. Kembali Meluluhkannya
Arinda masuk ke dalam kamarnya. Dia lelah sekali hari ini, banyaknya pekerjaan yang harus dia lakukan cukup membuat pusing dan sedikit pegal di kakinya. Melangkah kearah kamar mandi, dia membasuh wajahnya untuk menormalkan rasa itu. "Sepertinya aku anemia," bisiknya menatap kaca. "Kepalaku sakit sekali, sudah lama aku tidak makan obat penambah darah. Aku akan memesannya lewat aplikasi saja nanti."Duduk di atas closet, Arinda diam berpikir. Dia tak tahu perasaan apa, yang pasti ada sesuatu yang tidak enak di dalam dirinya. Dia seakan merasakan sesuatu yang aneh, tapi tidak tahu apa. "Bagaimana kalau aku mencintaimu?" Selintas bayangan yang terjadi tadi pagi membuatnya berdecak kesal. "Semakin lama Tuan Muda juga semakin berani. Bagaimana mungkin seorang Deondra Jefferson menyukaiku? Dasar pria aneh!" ungkapnya menahan kekesalan. Perhatian dan pendekatan yang di lakukan Tuan Mudanya itu tidak ada kesan apapun dalam hatinya. K
Read more
PREV
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status