Semua Bab Look At Me! : Bab 21 - Bab 30
97 Bab
21. Pacar Kesayangan
Adimasta memencet bel pintu rumah besar itu. Bu Tirah membuka pintu dan Adimasta masuk lalu duduk di sofa besar di ruang depan. Dia ingin menengok Rosita. Kemarin Rosita pulang dari rumah sakit. "Nyonya bilang Mas Adi masuk saja ke kamar. Nyonya belum bisa duduk terlalu lama." Bu Tirah kembali dan meminta Adimasta menuju kamar Rosita. Karena belum bisa banyak beraktivitas, Rosita beristirahat di kamar tamu di lantai dasar, bukan di kamar atas, kamarnya sendiri. Adimasta masuk ke kamar itu. Dia dalam Rosita sedang tidur dengan tumpukan bantal di belakangnya. Dia setengah duduk sambil memegang ponselnya. "Adi ..." Rosita tersenyum. "Sini." Rosita meminta Adimasta duduk di kursi sebelah ranjang. Adimasta duduk di sana, tepat di kursi yang Rosita maksudkan. "Kamu dari kampus? Clarissa belum pulang. Entah dia kemari atau tidak." Rosita memandang Adimasta. "Aku memang sengaja ke sini, Tan. Ingin nengok Tante. Aku senang Tante sudah jauh lebih baik," kata Adimasta. "Biar anak Tante rad
Baca selengkapnya
22. Pacar Rasa Pembantu
Adimasta berbalik dan mendekat pada Clarissa. Dia menunggu apa yang Clarissa ingin katakan. "Aku mau minum es lemon. Jangan terlalu asem, jangan terlalu manis. Esnya ga usah banyak. Pakai cangkir yang gambar cewek warna biru gelap." Clarissa menyebut dengan cepat apa yang dia mau. Adimasta menyimak lalu tersenyum. "Oke." Kembali Adimasta berjalan ke arah pintu. Hampir sampai, terdengar lagi teriakan Clarissa. Lagi-lagi Adimasta balik dan mendekat pada Clarissa. "Ada yang kurang?" Adimasta mengeluarkan ponsel. Dengan cepat dia mencatat yang tadi Clarissa minta sebelum dia lupa. "Ngapain pakai dicatet? Ini bukan di kafe." Clarissa menggerutu. "Biar ga salah. Sekarang apa lagi?" Tetap tenang, bicara satu satu. Adimasta memang. "Mau cookies. Rasa coklat sama keju," ujar Clarissa. "Oke. Ada yang lain?" Adimasta memandang Clarissa. Tangan kanan memegang ponsel, tangan kiri menaikkan kacamatanya. Tampan. Clarissa tak bisa mengelak. Adimasta tampan dan menarik. "Itu dulu. Ntar aku kas
Baca selengkapnya
23. Pacar Hanya Antara Kita
Adimasta tersenyum lebar mendengar ucapan Clarissa yang penuh emosi. Tapi Adimasta suka melihat ekspresi Clarissa. "Kamu kok lebay. Mana bisa aku menemani kamu dua puluh empat jam di sini? Aku harus pulang, Clay. Mesti kerja tugasku. Hee ... hee ..." Adimasta kembali melebarkan senyumnya. "Ya udah, sana. Pulang," tukas Clarissa ketus. "Hm, aku pulang bentar. Besok aku ke sini lagi. Nengok Tante Rosi dan pacar." Adimasta mengangguk. "Hei, Di." Clarissa hampir lupa sesuatu yang dia mau bilang sama cowok itu. "Aku ga mau sampai yang lain tahu kita pacaran." "Yang lain siapa?" Adimasta heran dengan kata-kata Clarissa. "Teman kampus. Siapa aja, deh," jawab Clarissa. "Kenapa?" Adimasta mengerutkan kening. Aneh saja permintaan Clarissa. "Pokoknya aku ga mau yang lain tahu. Urusan pacaran hanya antara kamu sama aku." Clarissa bicara lebih tegas. Adimasta garuk-garuk kepala. Ada-ada saja permintaan Clarissa ini. Terserah dialah, maunya apa. Adimasta hanya tersenyum tipis. "Ka
Baca selengkapnya
24. Tawa Bahagia Seorang Rosita
Hari-hari berikut Adimasta setiap hari datang ke rumah Clarissa. Dia melihat keadaan Clarissa, sekaligus membantu urusan perkuliahan. Yenny sengaja menjaga batas, sedikit jaim pada Clarissa, karena dia ingin memberi ruang buat Adimasta mendekat pada Clarissa. Yenny merasa peristiwa keseleo Clarissa bisa membuka kesempatan baik Clarissa mau membuka hatinya pada Adimasta. Rosita juga semakin membaik. Akhirnya dia memilih bekerja paruh waktu dan full mengerjakan tugasnya dari rumah. Sesuai saran dokter, Rosita fokus dengan kesehatannya. Bramantyo sangat memperhatikan Rosita. Pagi dia datang sebelum ke kantor, dan sore hari sepulang kerja dia akan datang lagi. Clarissa makin lega dan terbiasa melihat Rosita bersama Bramantyo. Persiapan pernikahan mereka sudah dilakukan. Meskipun Rosita suka bersosialita, tetapi dia tidak ingin mengadakan pernikahan yang besar. Dia ingin yang sederhana saja. Asalkan dia resmi menjadi Nyonya Bramantyo itu cukup. Apalagi fisiknya tidak mendukung jika dia ha
Baca selengkapnya
25. Ikuti Permainanku!
Wajah Clarissa mendadak merah padam. Dia sangat kesal setelah tahu kenyataan bahwa kekasih dosen pujannya itu adalah Anindita, kakak Adimasta. Dia jadi curiga, Diaz dan Adimasta mempermainkan Clarissa dengan mengkondisikan Adimasta akhirnya menjadi kekasih Clarissa. "Clay, aku beneran sayang sama kamu. Ga ada hubungannya kita jadian sama Kak Diaz." Adimasta langsung mengelak tuduhan Clarissa. "Sangat tidak masuk akal semua ini. Kenapa, kenapa Kak Diaz sama kakak kamu, Di?" Clarissa masih tidak bisa terima. Ini seperti benang kusut saja. Clarissa mengejar Diaz, Adimasta yang cinta Clarissa. Lalu Diaz punya pacar, ternyata kakak Adimasta. Kalau mau ditarik jauh ke depan, Diaz akan jadi kakak ipar Clarissa. Runyam! "Apanya yang ga masuk akal, Clay? Mereka sudah ada hubungan sejak sebelum kamu tahu Kak Diaz. Aku jatuh cinta sama kamu, sejak awal kita kuliah. Itu yang terjadi." Adimasta menegaskan pada Clarissa situasi yang memang ada di antara mereka. "Kenapa jadi kayak gini, sih?" u
Baca selengkapnya
26. Rencana Adimasta, Trik Usil Clarissa
Hari hampir gelap, Adimasta masih duduk di teras bersama Yenny. Dia sedang menunggu Yenny mau memberi dia saran agar Clarissa mau berbaik hati pada Adimasta, sedikit manis, dan tidak terus berlagak jutek. "Dia itu susah ditebak, Adi. Aku sudah lebih setahun sama dia, masih kadang suka bingung dengan tingkahnya. Hari ini ketemu tiga kali, bisa mood-nya juga ganti tiga kali. Tapi sebenarnya dia care. Paling ga mau aku sedih. Aku yakin gitu juga kalau sama orang yang dia sayangi." Yenny mencoba menjabarkan pandangannya tentang Clarissa. "Itu masalahnya, Yenny." Adimasta menyentikkan jarinya. "Hm?" Yenny mengerutkan keningnya mendengar ucapan Adimasta. "Clarissa ga sayang aku. Dia terima aku karena terdesak, kan? Hee ..." Adimasta nyengir. Yenny ikutan nyengir. Benar juga. Clarissa butuh Adimasta karena menolong dia tidak dipaksa menerima salah satu cowok yang mungkin dijodohkan dengannya. "Dia suka ke alam. Jalan-jalan di pantai atau gunung. Kalau ada waktu luang, dia kadang jalan
Baca selengkapnya
27. Kejutan dari Papa
"Oke, aku ijin Tante dulu." Adimasta setuju juga."Mama udah tidur." Clarissa bangun. "Ayo, buruan."Gadis itu berjalan keluar rumah. Adimasta cuma geleng kepala dengan tingkah angkuh dan seenaknya Clarissa. Dia harus panjangkan lagi sabarnya kali ini. Adimasta menenteng pizza lalu keluar. Clarissa sudah menunggu di dekat motor Adimasta."Cepat," tukas Clarissa."Iya, sabar dikit, Pacar." Adimasta mencoba bercanda."Ihh ..." cibir Clarissa.Adimasta menaruh pizza di bagian depan, lalu memberikan helm yang ada di jok pada Clarissa. Sekarang dia melepas jaketnya dan memberikannya pada Clarissa."Pakai. Dingin uda malam." Adimasta maju dua langkah dan menyampirkan jaketnya pada kedua bahu Clarissa.Clarissa terdiam. Adimasta sebaik ini. Kenapa ini cowok seperti tidak bisa marah apapun yang Clarissa lakukan padanya. Clarissa tidak bicara apa-apa. Dia pakai jaket Adimasta kemudian naik di belakang Adimasta. Dan motor itu segera berl
Baca selengkapnya
28. Pelukan Hangat Seorang Papa
Clarissa bergegas menuju lobby hotel. Dia menuju meja resepsionis dan bertanya di mana kamar papanya. Setelah mendapat informasi Clarissa naik lift menuju ke lantai di mana papanya menginap.  Dia sengaja tidak memberitahu dia sudah sampai. Dia ingin memberi kejutan pada Arlon. Clarissa bahkan membeli brownies, kesukaan papanya. Makin dekat kamar Arlon, makin berdebaran hati Clarissa. Rasanya ingin cepat berjumpa dan memeluk erat papa tercinta.  Di depan pintu kamar, Clarissa mengetuk beberapa kali. Tidak lama pintu terbuka. Arlon berdiri di sana. Clarissa pun dengan tegak menatap papanya. Sekian tahun, akhirnya mereka bertemu lagi.  Terakhir kali Clarissa bertemu saat dia naik kelas 11. Artinya tiga tahun lalu, bahkan mungkin lebih, Clarissa terakhir bertemu papanya. Wajahnya masih tampan, dengan postur yang gagah.  Arlon juga memandang pada Clarissa. Putrinya bukan gadis remaja lagi. Dia sudah dewasa. Cantik, menarik. Rambutnya ya
Baca selengkapnya
29. Kekasih Baik Hati
Adimasta turun dari mobil. Dia memutar dan membuka pintu untuk Clarissa. "Ayo, Putriku yang cantik." Adimasta mengulurkan tangan meminta Clarissa turun. "Kamu apa-apaan, sih?" Clarissa menatap Adimasta. Kesal tapi juga merasa lucu dengan tingkah Adimasta. "Ikut aku, ayuk." Adimasta tidak melepas tangan Clarissa. Dia sedikit memaksa Clarissa mengikuti langkahnya. Lokasi persawahan di depan mata. Adimasta tidak membawa Clarissa ke area kafe, tapi ke persawahan yang hijau dan luas. Matahari cerah, hari mulai terasa panas. Tapi awan berarak indah dan angin semilir berhembus. Cantik sekali. Rasa kesal Clarissa sedikit mereda.  Di tengah sawah, memandang pegunungan di sekeliling, makin adem di hati. Clarissa melihat sekitarnya. Memang menakjubkan rasanya menyaksikan alam hijau dan segar. "Sekarang, pejamkan mata kamu." Adimasta melepas tangan Clarissa. Mereka berdiri berhadapan. "Apa? Kamu mau ngapain?" ujar Clarissa.
Baca selengkapnya
30. Dengan Adimasta, Kenapa Tidak?
Adimasta memandang lagi wajahnya di cermin. Dengan frame kacamata pilihan Clarissa, benar juga, dia terlihat lebih keren, trendy, dan kekinian. Kalau ini bisa membuat Clarissa makin membuka hati padanya, Adimasta akan ikuti apa maunya Clarissa. "Wah, aku cakep juga emang." Adimasta tersenyum lebar. "Baru nyadar? Ke mana aja selama ini?" tukas Clarissa. Gadis itu mengeluarkan dompet, mengambil kartu dari dalamnya. "Eh, aku yang bayar. Clarissa ...." Adimasta dengan cepat juga mengeluarkan dompet dari saku celananya. "Nggak. Nurut. Dengar?" Clarissa menatap Adimasta, sedikit melotot. "Tapi ... Clay, itu kacamata aku ....""Mau aku jutek lagi?" Makin tajam nada suara Clarissa. "Ya, terserah, deh." Adimasta garuk-garuk kepala.  Pelayan optik itu mesam mesem, menahan tawanya yang sebenarnya ingin meledak melihat tingkah dua sejoli di depannya itu. Ceweknya nyentrik, cowoknya dingin cenderung kaku. Perpaduan yang unik.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status