Untuk kesekian kali Clarissa kesal pada mamanya yang ingin menjodohkan dia dengan anak temannya yang tergolong pengusaha sukses. Clarissa tidak mau menggubris karena melihat pernikahan mama dan papanya yang tidak bertahan dan membuat Clarissa menjadi anak broken home. Dia bertumbuh menjadi gadis yang arogan, mau menang sendiri, dan ingin selalu jadi pusat perhatian. Cinta datang dalam hidup Clarissa. Dia jatuh hati pada dosennya yang memang tampan dan baik, Pak Diaz. Merindukan kasih sayang, Clarissa memgejar dosen pujaannya itu. Sayang cinta bertepuk sebelah tangan, membuat Clarissa hidup tak terkendali. Adimasta, teman Clarissa, mencintainya dengan tulus. Kesabarannya akhirnya membuat Clarissa luluh, perlahan merubah hidupnya yang berantakan menjadi menyenangkan dan tahu arah.
view more"Anda memang tampan dan menarik, Pak Rudi. Aku yakin banyak wanita ingin sekali di sisi Anda." Clarissa memandang pria tampan yang duduk di depannya. Dengan senyuman yang menawan, aura cantik nyata dari wajah oval Clarissa.
Kata-kata Clarissa membuat Rudi tersenyum lebar. Sepertinya Clarissa tertarik padanya. Memang sikapnya agak kaku dan angkuh, tapi Clarissa cantik, cerdas, dan berkelas. Tepat sekali orang tuanya memperkenalkan dia dengan Clarissa.
"Sayang saja, bukan seleraku. Terlalu kuno, bapak-bapak banget. Dan yang pasti, aku paling ga suka, kalau harus menikah karena di-jo-doh-kan." Tatapan Clarissa berubah tajam dan sinis pada Rudi.
Wajah sumringah Rudi seketika menghilang. Dia terkejut Clarissa begitu tajam bicara, padahal mereka baru bertemu kali ini.
"Mungkin karena Anda kurang gaul, jadi perlu bantuan untuk sekedar cari teman kencan. Sorry, aku tidak bisa berlama-lama, bahkan menu makan malam ini juga bukan seleraku." Clarissa berdiri, meraih tasnya yang tergeletak di sebelah kursi, lalu melangkah meninggalkan restoran mewah itu.
Rudi tersinggung dan marah. Dia bahkan belum sempat bicara apa-apa selain memperkenalkan dirinya. Ternyata kabar tentang Clarissa yang angkuh itu bukan isapan jempol. Dia benar-benar angkuh. Kata-kata yang diucapkannya seperti tidak disaring saja. Menyesal dia menerima tawaran mamanya untuk datang dan berkenalan dengan Clarissa.
Rasanya dia dibanting oleh bocah baru gede. Bagaimana tidak, dia seorang pengusaha mulai berjaya, direndahkan oleh seorang gadis belia yang baru merasa dewasa. Sangat mengesalkan!
Clarissa meluncur dengan mobilnya langsung menuju ke tempat dia kos. Baru masuk ke kamar, telpon berdering dari dalam tasnya. Clarissa tahu siapa yang menghubungi dia.
"Clarissa! Kamu keterlaluan. Kamu meninggalkan Rudi begitu saja? Mama capek-capek membujuk orang tuanya biar Rudi mau ketemu kamu! Dia itu sibuk, banyak urusan. Kamu benar-benar bikin mama sakit kepala!!" Suara keras dan geram meluncur masuk ke telinga Clarissa.
Clarissa cuma nyengir. Dia justru senang mamanya kesal. Puas membuat wanita yang melahirkannya itu kalang kabut harus meminta maaf pada koleganya. Clarissa sudah jelas tak akan mau dijodohkan. Tapi ini kali yang kesekian mamanya mendesak Clarissa mau berkenalan dengan pria entah siapa dan dari mana.
"Terus kenapa? Aku kan sudah mau bertemu dia. Aku salah di mana? Tuh cowok ngadu aku tinggalin di sana? Bocah banget!" Tenang Clarissa menjawab sambil dia melepas sepatu heels-nya yang lebih 10 senti itu.
"Ya, tapi, kamu jangan kasar gitu, dong. Kenali dulu, ngobrol, bukan langsung ngacir kayak gitu, Clarissa!" Masih kesal suara mama lebih keras saja rasanya.
"Aku sudah bilang kan, aku ga mau dijodohkan. Aku ga mau mikirin nikah. Yang aku jalanin sekarang aku udah enjoy, Ma. Kalau mau Mama aja yang nikah, dari pada pacaran sana sini ga jelas juga!" Dengan kesal Clarissa membantah mamanya.
"Clarissa! Jaga mulut kamu, ya?!" Makin naik pitam Rosita dengan ucapan Clarissa. Gadis itu berani menghina dirinya sekarang?
"Udah deh, Ma. Ini yang terakhir mama paksa aku berkenalan dengan cowok. Aku bisa menemukan sendiri siapa pria yang cocok buat aku. Aku baru juga masuk kuliah, Ma! Kalau aku udah tiga puluh dan ga ada yang mau sama aku, baru mama pusing!" Dan dengan kesal Clarissa mematikan telpon dari mamanya.
Clarissa tidak bisa paham entah apa yang ada di pikiran mamanya begitu ingin Clarissa cepat dapat jodoh. Selalu anak horang kaya yang disodorkan padanya. Tapi tak satupun bisa membuat Clarissa mau memandangnya. Sejak dia remaja memang urusan ini tidak pernah nyambung dengan Rosita. Sementara Clarissa juga lelah melihat mamanya ganti pacar terus setelah bercerai. Itu yang membuat Clarissa makin terluka dan memilih kos di luar rumah meskipun dia tinggal masih satu kota dengan Rosita.
Clarissa mengganti pakaiannya lalu duduk di atas kasur, mulai mengutak atik HP, melihat keributan apa di dunia maya. Sedang asyik scroll sana sini postingan yang menarik, muncul notif di chat group kelasnya. Clarissa membuka dan melihat ada info apa di sana.
Senyum Clarissa melebar. Riuh, ada dosen baru keren, akan menggantikan salah satu dosen senior yang sakit dan tidak bisa lanjut mengajar. Clarissa akan lihat seperti apa dosen baru itu, isi kelas sampai seheboh itu.
*****
Hari ini jam pertama dosen baru itu akan mengajar. Clarissa sudah menyiapkan kejutan untuk dosen baru itu. Dia sengaja datang sedikit telat, dengan penampilan yang sedikit antik. Clarissa mengenakan pakaian dengan warna mencolok, orange dan hijau. Modelnya sedikit unik yang pasti membuat orang langsung melihat ke arahnya. Belum lagi rambutnya, dia cat dengan warna senada bajunya di ujung dan beberapa helai rambutnya.
Kelas baru mulai saat Clarissa berdiri di depan pintu dan dengan santai berjalan masuk ke kelas. Dosen itu mau tidak mau menoleh padanya. Matanya melebar, melihat Clarissa berjalan tanpa permisi dan seperti tidak melihat ada dosen di depan kelas.
"Selamat pagi! Maaf, Nona!" Dosen itu memanggil.
Clarissa menoleh ke arah dosen di depan kelas yang berdiri dan menatap kepadanya. Woww ... Ternyata benar, tampan. Keren. Matanya bagus, bibirnya, dagunya. Clarissa kali ini mengakui selera teman-temannya mantap.
"Hai, sorry telat." Clarissa tersenyum dan sedikit mengangkat tangannya.
"Siapa nama kamu?" Dosen itu menatap tajam pada Clarissa. Dia merasa aneh dengan mahasiswa yang satu ini. Seperti tidak tahu etika. Jelas dia berhadapan dengan dosen, tapi bertingkah seenaknya.
Diaz perhatikan dari kepala hingga ujung kaki, gadis ini nyentrik juga. Cantik, lumayan tinggi dengan senyum cukup menawan. Tapi kelakuan ajaib!
"Kenalkan, aku Clarissa Josephine. Panggil saja Clay." Clarissa melangkah mendekat dan mengulurkan tangan pada dosen itu.
Seiisi kelas sudah senyum-senyum. Hafal mereka dengan kelakuan Clarissa yang seperti ini, semaunya sendiri.
"Duduk. Kelas sudah mulai. Dan jangan terlambat lagi." Dosen itu tidak membalas uluran tangan Clarissa.
"Jangan sombong gitu, Pak. Tanganku steril, serius ga mau kenalan?" Clarissa masih mengulurkan tangannya.
"Ini jam belajar. Cepat duduk atau saya suruh kamu tunggu di luar." Dosen muda itu ternyata tegas juga.
"Baiklah. Aku duduk." Clarissa mengalah. Dia melangkah duduk di bangku paling depan, masih ada satu yang kosong.
"Kita lanjutkan. Nama saya Wira Diaz Wardhana. Panggil saja dengan Diaz. Saya diminta menggantikan Prof. Ilham yang sekarang masih dalam perawatan karena kondisinya. Nah, sebagai awal kelas ..." Dosen ganteng itu memusatkan lagi kelas pada apa yang dia mau terangkan.
Clarissa menatap Diaz. Dia memang menarik. Setiap gerak geriknya terlihat tenang, percaya diri, ada kharisma yang membuat orang ingin memperhatikannya. Clarissa merasa ada desiran halus menyapa dadanya.
Selama hampir dua jam kelas, Clarissa yang biasanya usil suka tanya ini itu untuk membuat dosen senewen, kali ini hanya terpaku memandang dosen muda itu. Ada sesuatu yang memaksa Clarissa terus menatap padanya meskipun dia tidak begitu memperhatikan apa yang dosen itu katakan.
Hingga kelas berakhir, teman dekatnya, Yenny, yang duduk di deretan belakangnya menepuk bahunya, merasa aneh Clarissa bisa diam di kelas.
"Kamu sehat, kan?" tanya Yenny. Tangannya menyentuh dahi Clarissa.
"Sehat, kenapa? Aku cantik dengan style gini?" Clarissa memainkan rambut dengan jari-jarinya.
"Kok anteng hari ini?" Yenny bertanya lagi.
"Aku ... terpana ..." Clarissa tersenyum. Giginya yang putih terlihat, makin cantik. "Aku jatuh cinta, Yenny."
"Sama Pak Diaz?" Yenny melotot.
Clarissa kembali memperhatikan Cori. Wajahnya sedikit pucat, bibirnya mulai biru. "Cori, kamu beneran ga apa-apa?" tanya Clarissa. "Ga apa-apa. Cuma geli, tadi. Ikannya pada ngerubung kakiku." Cori memeluk lengannya, mulai kedinginan. "Bawa dia mandi, Clay." Adimasta sudah di belakang Clarissa. Clarissa membawa Cori ke kamar mandi dan membersihkan diri. Sedang Adimasta, bersama Calvin, akhirnya dibantu Diaz mulai membereskan pancingan. Lalu ikan hasil Calvin dan Cori memancing mereka berikan pada pelayan untuk diolah menjadi lauk makan siang. Sambil menunggu makanan siap, Adimasta, ikut bergabung dengan keluarga yang lain. Hari yang sangat menyenangkan memang. Saat liburan sekolah, tepat hari ulang tahun pernikahan mama dan papa Adimasta, mereka pergi ke tempat pemancingan di pinggiran kota. Calvin datang liburan kenaikan kelas dan ikut bersama mereka. Yang menyenangkan, Rosita pun bisa bersama mereka. Kondisinya cukup baik
Suara gemericik air mengalir terasa menenangkan jiwa. Desau tiupan angin membuat daun-daun beradu, berguguran di sekitar batang pohon yang besar. Di antara suara alam terdengar tawa dan celotehan gadis kecil di pinggir kolam yang cukup luas, bersama seorang anak yang mulai beranjak remaja. "Om, itu! Goyang! Lihat! Om, dapat lagi!!" Teriakan kegirangan terdengar memecah di antara suara alam yang sejuk. Anak lelaki di sisi gadis yang berteriak gembira itu dengan cepat menarik pancingnya dan benar, ikan mujair lumayan besar tersangkut pada mata kail. "Keren!! Om pintar juga memancing!" Gadis kecil dengan ekor kuda di belakang kepalanya itu melompat-lompat dengan senyum lebar. Dia cepat mengambil kaleng tempat menaruh hasil pancingan mereka.Lalu dengan senyum masih di bibirnya, gadis kecil itu berlari kecil menuju pondok tidak jauh dari kolam pemancingan. Di pondok bambu, duduk sepasang pasutri yang sedang menikmati indahnya alam di sekitar mereka.
Adimasta dan Clarissa kembali ke rumah sakit demi mendengar kabar kepergian Lena. Sungguh mengejutkan, ternyata Lena bahkan lebih cepat pergi dari yang dokter perkirakan. Mama Lena menangis hampir tak bisa berhenti. Begitu pula adik Lena.Lena yang ceria dan penuh semangat, tidak akan ada lagi. Senyum lebar dan tingkahnya yang lincah tidak akan terlihat lagi. Meskipun Adimasta tidak begitu dekat dengan Lena, tetap dia merasa sedih juga dengan kejadian ini. Clarissa bahkan ikut menitikkan air mata melihat ibu dan anak yang menangis karena kehilangan satu anggota keluarga mereka. Apalagi ayah Lena bekerja di luar pulau. Masih perlu menunggu sekian jam untuk bisa datang dan memeluk anak serta istrinya yang sedang berduka. Buatnya pasti juga sangat berat. Berpisah sekian lama, jarang bisa bersama, harus mendapat kabar putrinya meninggal. "Tuhan kenapa ga sembuhin kakak, Ma? Kenapa kakak diambil kayak gini?" Tangisan pilu gadis remaja itu menyayat hati.
Senyum tipis muncul di bibir Lena yang sedikit kering. Dia memandang Clarissa. "Memang benar, ada sesuatu yang kita perjuangkan belum tentu juga akan kita dapatkan. Sakit, kecewa, pasti. Cuma, seperti mama bilang, aku harus punya hati bersih." Lena melanjutkan kalimatnya. Clarissa masih duduk di tempatnya, memandang pada Lena yang bicara dengan suara lebih lemah. "Hidupku akan segera berakhir. Kenapa ... aku harus meninggalkan semua ... dengan luka? Aku mau pergi dengan ... hati bersih." Makin lirih dan pelan kalimat itu keluar dari bibir Lena. "Lena?" Clarissa menyentuh lengan Lena. Kuatir karena suara gadis itu makin jauh, matanya makin redup. "Aku hanya ngantuk ..." ucap Lena. Dia pejamkan matanya. Clarissa menarik nafas lega, Lena terpengaruh obat yang dia minum. Clarissa bangun dari kursinya, berjalan perlahan meninggalkan ruangan itu. Di depan kamar, Adimasta dan mama Lena sedang berbincang. Adimasta menoleh ke arah Clari
Ponsel Adimasta kembali berdering. Mama Lena terus mencoba menghubungi dia. Mata Adimasta juga masih memandang Clarissa. Dia kembali kuatir kalau Clarissa akan mengeluarkan tanduk di kepalanya. "Terima, Di. Pasti penting." Clarissa berkata, tenang, tidak ada marah di sana. "Oh, oke." Adimasta pun menerima telpon dari mama Lena. Suara wanita setengah baya itu cemas, bahkan hampir menangis. Adimasta terkejut. Lena drop, masuk ke rumah sakit. Sejak semalam terus saja minta Adimasta datang. Clarissa memperhatikan Adimasta yang wajahnya berubah tegang."Kenapa, Di?" tanya Clarissa. Dia juga penasaran apa kabar yang Adimasta dapat. Adimasta melihat ke arah Clarissa, tapi belum menjawab, masih mendengar suara dari ponselnya. Clarissa menunggu, hingga Adimasta selesai berbicara dengan mama Lena. "Lena sakit lagi?" tanya Clarissa. Adimasta mengangguk. "Iya. Dia masuk rumah sakit. Dia ingin ketemu aku." Adimasta mengatakan itu tetap
Tangan Adimasta masih sedikit gemetar. Dia pegang kuat kedua tangan Clarissa seakan tidak mau ditinggal sendiri. Dia memandang Clarissa dengan wajah yang sulit digambarkan. "Adi ..." Clarissa mencoba mencari kesasadaran dari tatapan bola mata Adimasta yang campur aduk. "Aku ingat. Aku ingat semuanya ..." Tangis Adimasta mulai terdengar. Dia raih Clarissa dan memeluknya erat. Debaran jantung Clarissa melonjak. Adimasta ingat semuanya? Benarkah? Clarissa masih belum yakin. Adimasta terus saja menangis. Belum pernah Clarissa melihat seorang pria menangis sampai seperti ini. Pelan, Clarissa usap punggung Adimasta, tidak ingin mengatakan apapun. Dia akan tunggu hingga Adimasta tenang, lalu mereka bisa kembali bicara. Sementara di kepala Adimasta, semua kisah muncul dengan jelas. Runtut, semua yang berlubang mulai tertutup. Semua kembali pada tempatnya. Adimasta melepas pelukannya dan memandang Clarissa. Masih campur aduk di dalam hatinya. Seb
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments