All Chapters of Godaan Memikat Lelaki Penguasa: Chapter 201 - Chapter 210
247 Chapters
198. Terkesima
Aarav yang menolak mentah-mentah kemudian dengan semangatnya dia datang dan juga menginginkan pernikahan tersebut, tentu saja itu membuat Adelard dan juga Evelyn kebingungan. Sepasang suami istri tersebut saling pandang, hendak menanyakan hal mengganjal namun ragu, akibatnya sampai sarapan dihidangkan datang mereka masih berkode mata untuk saling lempar bertanya. Evelyn mengerucutkan bibir, Adelard menghela napas panjang. “Kau serius akan menikahi Larisa?” tanya Adelard kemudian. Aarav berhenti mengunyah nasi goreng, dia memandang sang ayah, “Bukankah kalian yang mendesak aku untuk mendekati Larisa?” Aarav balik bertanya. “Jika kau hanya akan menyakiti perasaan gadis muda itu, lebih baik kita urungkan rencana pernikahan kalian,” kata Evelyn. Aarav tampak berpikir sejenak, dia terbayang akan wajah ayu gadis mungil penggoda iman tersebut. tubuhnya tidak sebahenol wanita yang pernah dia kencanii, inytinya bukan type idaman lelaki tersebut. namun, entah mengapa
Read more
199. Gairah Lelaki Matang
Di sebuah kamar luas, di mana dinding bercat putih, ada pintu jendela besar di depan balkon, tertutup tirai warna gold melambai tersapu angin lantaran jendela tidak ditutup. Hari sudah malam, semburat cahaya rembulan masuk menghujani membuat punggung polos berkeringat itu mengkilat. Sebuah ranjang ukuran besar berderit seiring gerakan di atasnya. Sepasang suami istri tengah berada dalam balutan peluh, bergumul. Posisi bersetubuh dengan gaya dogy. Sang pria menggerakkan pinggul keluar-masuk, sesekali dengan cepat lalu kemudian melambat. Tangan kanan menyelusup dari samping pinggul sang istri untuk menyentuh bagian kecil yang menonjol di bagian inti sang istri. Jemarinya bergerak dengan aktif, membuat sang wanita menggeliat dan berteriak. “Sayang, aku sudah tidak kuat lagi!” teriak wanitanya, dia menggigit bibit bagian bawah, menahan segala rasa melayang. Rambut panjang bergelombang itu terurai ke depan sebagian, buah dada yang menggantung bergoyang seiring sodokan lelaki ter
Read more
200. Pesona yang Membelenggu
Lampu gantung led kristal bakarat, berwarna putih susu dengan kristal semakin berkilau. Lampu plafon menambah ruang tamu nan luas itu terlihat menyala benderang. Adelard sudah bersiap menunggu sang istri dengan anak-anaknya di bawah, ruang tengah. Kedatangan Evelyn dengan dress scuba dan riasan elegan yang semakin memancarkan kecantikan, membuat tertegun. Kaki jenjangnya dengan hells senada dress yang dikenakan. Wanita itu menuruni anak tangga satu demi satu, nampak sangat sexy. Paha mulus itu berkilat bersih terpancar sorot lampu. Sang suami menelan saliva, bukan hanya Adelard namun, kedua putranya pun terbengong, terpesona akan kecantikan sosok wanita berusia empat puluh enam tahun tersebut. “Wah, Ibu, kau luar biasa, tidak kalah dengan anak perawan,” ucap Delon. “Hei, mari kita berangkat sudah hampir jam sembilan, kita sudah terlalu lambat,” keluh Aarav. “Kalian berdua berangkat terlebih dahulu, nanti kami menyusul,” ujar Adelard tanpa menoleh, dia mema
Read more
201. Dalam Pengawasan!
Di tempat lain Kenzo Julian sudah berdiri dengan tatapan yang tidak dapat diartikan. Dia dan keluarga kecilnya sudah berada di kediaman Edzard, lebih tepatnya di serambi rumah. Sang empunya rumah hanya bisa pasrah melihat tingkah kekanakan yang dilakukan. Lelaki tersebut begitu posesif terhadap putrinya kini. Mereka akan menghadiri pesta rumah baru putra Akbar, namun menjadi demikian. “Larisa berangkat bersamaku,” ujar Kenzo, “aku yakin cecunguk itu pasti ada di sana, dengan kedua mata ini aku awasi dia,” lanjutnya. “Ken, keluarga Adelard akan berkunjung besok, tidakkah kau berpikir ulang tentang perbuatan kekanakanmu?” tanya Edzard. “Tapi Om Edzard, kita tidak boleh menyerahkan begitu saja Larisa kita yang imut ini kepada lelaki hidung belang tersebut dengan mudah. Biarkan kami menjaga Risa dari pandangan mesum Om Aarav,” timpal Rafael yang duduk di kursi rotan bercat putih tersebut. “Kita buat lelaki itu tidak berkutik, siapa tahu dia menyerah untuk menika
Read more
202. Emir Tahu
Suasana menjadi canggung ditambah penampilan Aarav yang tidak jauh berbeda dari Emir. Mereka berdua sontak menjadi tontonan umum, situasi yang tidak bisa dijelaskan secara singkat. Emir tidak menjawab, Aarav yang menjadi tersangka utama memandang ke arah pemuda itu. Tidak jauh berbeda Edzard pun menatap Aarav. ‘Apakah, lelaki tersebut kena karma? Dia memukuliku tanpa ampun, sekarang wajahnya nampak lebih parah dariku,’ tanya Emir dalam benak. “Aku yang memukul Emir,” jawab Aarav membuat mata membulat. “Kenapa bisa?” tanya Angel berkacak pinggang siap untuk memukul Aarav. “Yah, aku minta maaf untuk itu, aku kira dia hendak berbuat hal tidak senonoh kepada Risa,” cicit Aarav. Risa menepuk jidat, bisa-bisanya keadaan menjadi terlihat rumit seketika, mengherankan. ‘Kepalaku mendadak pusing,’ keluhnya. “Astaga, jadi kalian berdua babak belur karena saling berkelahi?” tanya Akbar. “Bukan begitu, Ayah,” ujar Emir. “Untuk Aarav,
Read more
203. Perasaan yang Lain
Larisa mengekor Emir, mereka masih berdiam diri, duduk di sebuah kursi taman menghadap kolam renang. Emir masih terlihat syok, Risa paham benar itu. Dia mencoba memberi sedikit waktu kepada Emir sebelum menjelaskan semuanya. Ah, salah memang harusnya dia mengatakan segalanya sejak awal. Larisa patut dicurigai, dia penghianat dalam hubungan cinta tersebut. Memberi luka mendalam pada pemuda berparas gagah itu. Hening, hanya angin yang membalut, menyapa wajah mereka dalam remang cahaya temaram. Larisa tidak menduga hal seperti ini akan terjadi, sungguh dia tidak bermaksud melukai Emir. “Emir,” sapa Risa. Emir terlihat menghela napas panjang kemudian menoleh ke arahnya. Gadis tersebut menundukkan kepala ketika bersua pandang, kikuk. “Emir, kamu pasti marah sama Risa, maaf,” lanjut Risa, mata gadis tersebut mulai berkaca-kaca. “Apa benar kau akan menikah dengan Om Aarav? Ini terlalu mendadak juga melukaiku, Risa. Kau tahu kan betapa aku mencintai dirimu, mengapa kamu
Read more
204. Godaan Memabukkan Larisa
Larisa menerawang ke atas langit pekat berbintang, bayangan yang seharusnya tidak hadir di saat dirinya tengah berduaan dengan Emir malah menyambangi, terukir jelas di dalam ingatan. Dia mengingat pertemuan dirinya dengan Aarav sore itu, di mana lelaki tersebut datang dengan percaya diri meminta ijin kepada kedua orang tua untuk mengajak makan malam. Tentu saja itu hanya alasan saja. Hal yang sebenarnya terjadi Aarav dan Larisa akan melakukan sebuah kesepakatan. “Aku akan menikah denganmu, tapi mari kita sepakat untuk tidak mencampuri urusan masing-masing. Kita berjalan sendiri-sendiri. Kau juga tenang saja, aku tidak akan melarangmu menemui Emir,” kata Aarav di sebuah cafe yang cukup ramai pengunjung. Mereka duduk di bagian beranda, ditemani lampu-lampu menggantung yang terlihat indah kelap-kelip pada pekat malam. Mereka menghentikan perbincangan ketika sajian datang, sementara perbincangan terputus, Larisa sibuk menikmati hidangan lezat sesuai selera. Olahan kerang, ah gadis
Read more
205. Masih Mengingat Malam Panas
Lelaki tersebut mendekat ke arah Risa, membuat gadis itu ambruk di ranjang. Jantung Risa berdetak kencang, dia kebingungan. Wajah Aarav sudah tepat di atasnya, belum sempat bersuara bibir lelaki itu sudah mendarat di bibirnya. Astaga, ciuman itu, Risa tidak memungkiri ciuman Aarav sangat enak terasa. Bagaimana mungkin dia menikmati saja bibir itu, hal tersebut sangat bertolak belakang dengan tujuan awal Larisa. Dia bertekad untuk setia pada Emir, namun dikalahkan pesona Aarav, sungguh gila. Di tengah kewarasan gadis itu memukul-mukul dada Aarav, lelaki itu tidak menghentikan aksinya. Satu tangan mencekal Larisa, tangan kanannya menyingkap blouse yang dikenakan gadis tersebut. Tangan berotot itu menyusup setelah menarik bra sedikit ke atas. Aarav sendiri nampak sangat benci pada persyaratan terakhir yang diajukan Larisa, dia merasa ditolak, dan penolakan tidak ada dalam kamus Aarav Adelard. Lelaki itu menyentuh ujung dada Risa bergantian, membuat tubuh gadi itu menggeliat.
Read more
206. Om-om Mesum
Bayangan kejadian malam itu telah tersapu angin, Larisa menjadi canggung tidak dapat menatap Emir, dia merasa bersalah sekaligus malu. Bagaimana bisa dia berperilaku memalukan seperti itu. Gadis tersebut menepuk pipi dengan kedua tangan, berusaha serius, saat ini dirinya sedang bersama Emir, seharusnya tidak mengingat lelaki lain apalagi ingatan mesum, menjijikkan. Risa geli dengan tubuhnya sendiri yang tidak mampu mengelak sentuhan Aarav. Hal asing yang baru saja pertama kali dia rasakan, memabukkan juga membuat gundah gulana. ‘Menghilanglah bayangan mesum itu, dasar laknat!’ desis Larisa kesal sendiri, dia menepuk kepala dengan kedua tangan. “Sayang, kau kenapa?” tanya Emir. Sadar, sudah pasti, Risa menelan saliva, menoleh ke arah Emir dengan gugup. Emir mengernyitkan kening, pemuda tersebut mengira jika Larisa tengah menahan sakit yang sama. Perasaan bimbang tidak mampu menolak keinginan orang tua, gadis manis malang. ‘Kau pasti merasa tertekan Ris
Read more
207. Perang Hati
Sebuah rumah mewah, dengan dekorasi interior gaya skandinavia, dinding cat yang lebih dominan warna putih. Ada hiasan dinding dengan ukiran kayu mewah menempel sempurna di ujung ruang, sedangkan di dekat tempat duduk, ada rak untuk meletakkan beberapa vas antik, terlihat elegan. Hangat dan sederhana. Biasanya orang-orang yang menggunakan desain yang satu ini karena ingin terlihat sederhana namun tidak kehilangan unsur keindahannya. Para tamu tanpa dipersilahkan masuk begitu saja untuk melihat-lihat. Aarav yang baru saja melihat adegan menjengkelkan masuk dengan paras suram mirip cucian baru digiling, kusut. Dia menghela napas, secepatnya merubah mimik wajah agar tidak kentara. Kenzo menoleh ke arah bujangan keduanya saling menatap tajam satu sama lain. Seolah bertarung saling mengintimidasi dengan tajamnya mata. "Hai, ngomong-ngomong orang tuamu tidak hadir di sini, Aarav?" tanya Akbar yang masuk ke dalam rumah. Kedua orang tersebut langsung beralih pandang. Suasa
Read more
PREV
1
...
1920212223
...
25
DMCA.com Protection Status