All Chapters of Ikatan Yang Ditakdirkan: Chapter 161 - Chapter 170
213 Chapters
160. Selamat Malam Nanaku
Alina tidak menduga Zayyad akan datang dengan pertanyaan apakah ia sudah mengeringkan rambutnya. Alina menatap ke bawah, memperhatikan beberapa helai rambutnya yang tergerai itu masih meneteskan air. Di sini tidak ada hair dryer dan Alina terlalu malas mengeringkannya dengan handuk. Itu cukup membuang waktu dan tangannya menjadi lelah karena menggosok. "Tidak, aku hanya mengelapnya sedikit. Nanti juga bakal kering sendiri.." Zayyad berjalan kearah sofa hitam yang terletak di dekat jendela kamar. Alina yang duduk di tepi ranjang, diam-diam memperhatikan wajah Zayyad. Alina mendapati itu datar tanpa ekspresi, terkesan tidak memiliki sentuhan emosi. Bibir coklat keunguannya yang tertutup rapat, membuatnya seperti tidak ingin berbicara banyak. Secara keseluruhan, sikap Zayyad itu membuat atmosfer kamar terasa tegang tak bersahabat. Alina mendesah pelan. Melihat Zayyad yang sudah duduk di sofa, Alina berpikir Zayyad mungkin masih marah dan memilih untuk tidur di s
Read more
161. Berpikir Untuk Berselingkuh?
Jendela kamar dibuka dan segerombolan angin pantai di awal pagi yang cerah, menerobos masuk kedalam. Tiupannya yang kencang, tampak bersemangat menampar tirai putih jendela yang belum di singkap. Kedua pintu balkon ditarik dan suasana mentari pagi yang hangat menyusup masuk mendominasi ruangan. Alina yang masih tertidur pulas di atas bantalan yang empuk, perlahan terjaga dari lautan mimpi yang menyenangkan. Merentangkan kedua tangannya keatas, Alina membuka separuh mulutnya menguap. Tampak secercah sinar keemasan yang hangat, mendarat di kedua lengan telanjangnya yang putih bersih.Alina menurunkan tangannya ke bawah tepat di atas selimut yang masih menutupi separuh badannya. Mata khas baru tidurnya yang sayu tanpa sengaja menatap kearah pintu balkon yang terbuka. Di sana Alina melihat...Seorang pria berdiri bersandar di pegangan balkon. Punggungnya tampak menawan dibalik jubah tidur biru gelap yang sesekali tampak berkibar tertiup angin. Tampak rambut hi
Read more
162. Hanya Omongan Sampah
"Zayyad gynophobic seperti itu pasti memiliki kisah suram di baliknya dan kau datang dengan teganya memperparah lukanya yang belum sembuh. Ah, itu seperti luka tertusuk yang masih berdarah dan kau datang menuangkan air panas di atasnya..stt" Sesaat Cavell mendesis, wajahnya benar-benar mengekspresikan betapa tak tertahankan nya itu.Di samping itu Alina menggertak kan giginya, matanya yang menatap bengis Cavell merasa ingin membunuhnya detik itu juga. Bajingan itu yang tidak tau apa-apa tentangnya. Dengan kejam menggambarkan dirinya seperti seorang wanita tanpa hati dan nurani.."Tapi di samping itu aku ingin memberikan penawaran sempurna padamu. Apa kau benar-benar tidak ingin berselingkuh dengan ku?""..." Tampak dada Alina naik turun, benar-benar menahan diri untuk tidak meledak."Ku pikir jika kau menerimanya, kau dapat berkesempatan mendiskriminasi pria sombong seperti ku" Sesaat Cavell menyeringai tajam, itu tampak seperti iblis yang penuh godaan da
Read more
163. Hanya Ilusi Sesaat
Alina sadar, dulu ia terlalu sering memanfaatkan kelemahan Zayyad dengan mengancamnya. Tidak hanya itu, ia bahkan menghina betapa lemahnya Zayyad sebagai seorang pria dan juga mencium kasar bibirnya sampai berdarah. Secara tidak langsung Alina menyadari— Itu mungkin karena instingnya sebagai seorang misandris, sedikit demi sedikit telah mengikis nuraninya terhadap pria. "Kenapa kau tiba-tiba bertanya begitu?" Zayyad menatap serius ke bawah, memandangi wajah Alina yang samar-samar terlihat muram. "Tidak ada, hanya bertanya saja" Alina mengalihkan tatapannya dari memandang  wajah Zayyad, pergi melihat jauh lurus ke dinding kamar kayu yang bercat kan hitam minyak. Zayyad berhenti mengusap kepala Alina. Pelan Zayyad mengambil pergelangan tangan Alina dan membawa telapak tangan itu melekap lembut di pipinya, "Bagaimanapun itu semua sudah menjadi masa lalu. Tidak peduli apa! Sekarang aku hanya mencintaimu..." Mata Alina yang menatap lurus ke de
Read more
164. Terimakasih Karena Sudah Menolak
Tak terasa sudah itu menjadi hari terakhir bagi Zayyad dan Alina menginap di hotel 'pulau cinta'. Meskipun mereka datang untuk berbulan madu seperti yang diharapkan dua orang tua itu. Tapi yang terjadi mereka menjalaninya lebih seperti dua orang bersama untuk menikmati liburan yang menyenangkan.Ya, hanya itu.Tepat pukul delapan pagi, Alina mengajak Zayyad untuk berjemur di tepi pantai. Mereka berbaring di atas kursi panjang yang sudah di siapkan oleh staf hotel. Sinar matahari yang hangat, memantul menawan di wajah Alina yang putih bersih. Membuat kulit wajahnya terlihat cerah dan bercahaya cantik.Alina memilih memejamkan mata dan menikmati kehangatan matahari pagi bersama udara bersih pantai yang tentunya sangat jauh berbeda dari perkotaan yang padat akan debu dan polusi.Di samping itu Zayyad duduk bersandar di kepala kursi, tampak sangat menikmati buku di tangannya."Apa yang kau baca?" Alina bertanya dalam keadaan mata terpejam."..."
Read more
165. Makan Malam Romantis
"Ah, aku tau pengakuan ku ini membuat mu sangat terkejut" Alina hampir saja lupa kalau ia baru saja mengaku pada Chana kalau ia  ingin balas dendam pada suaminya itu. Biarpun keduanya bukan pasangan suami-istri yang hangat, tapi Chana tetaplah seorang istri yang baik, nuraninya begitu bersih dan sifatnya begitu halus."Kau benar! Sejujurnya aku sangat terkejut" Chana tersenyum pelan, mengakuinya. Tampak bulu matanya bergetar gugup dan mulutnya terbuka pelan ragu-ragu ingin mengatakan sesuatu, "Tapi bolehkah aku memohon sesuatu padamu.."Alina menahan senyum lurus di bibirnya. Dari sorot mata Chana, ia seakan mampu menebak apa yang akan wanita cantik itu mohon padanya, "Apa itu?""Kau tau..Atifa masih kecil" Tampak Chana meremas ujung blusnya. Suaranya terdengar ragu-ragu dan takut, "Alasanku bertahan sejauh ini dengan pernikahan ku yang hambar itu juga untuk memberikan keluarga yang lengkap untuk Atifa. Jadi..."Alina menatap Chana diam dan menunggu.
Read more
166. Pemula Yang Cepat Belajar
Zayyad meletakkan buku bacaannya di sofa, mengangkat wajahnya ia melihat pintu balkon terbuka. Di sana berdiri siluet tubuh kurus dengan piyama putihnya yang tertiup angin, membawa kesan betapa ringannya sosok itu seakan sapuan lirih itu kapanpun dapat menerbangkannya. Secercah sinar perak rembulan jatuh di atas rambut lurusnya yang sepekat tinta. Tampak sesekali tatanannya berantakan oleh sapuan angin lalu. Zayyad bangun dari duduknya, mengambil beberapa langkah mendatangi balkon dan berdiri tepat di pintu berkata, "Angin malam tidak bagus, ayo masuk" Alina menghela nafas berat. Ia ragu yang dibelakangnya itu orang tua berumur atau mantan pengusaha muda. Menolehkan kepalanya ke belakang, Alina melebarkan kedua sudut bibirnya tersenyum pelan, "Peluk aku..." Bibir Zayyad melengkung tinggi keatas, membalas senyum Alina. Tak lupa dengan mata coklatnya yang menatap Alina lembut. Mengambil beberapa langkah ke depan, Zayyad memeluk pinggang kecil Alina dari belakan
Read more
167. 'Love Blooms Here'
Seorang pelayan wanita itu tampak menghela nafas seraya menjatuhkan sepasang bahunya merasa lelah. Tangannya entah sudah berapa kali mengetuk, tapi tak seorangpun yang didalam menyahut. Melihat lampu kamar yang menyala, jelas sepasang suami-istri itu belum tidur. "Maaf" Alina menarik pintu dan mendapati sosok tubuh yang berdiri dengan raut wajah kelelahan, tepat di sampingnya ada kereta dorong yang berisi seperangkat alat minuman. Poci dan dua cangkir kecil.  "Ah, saya dari bagian pelayanan tamu. Karena ini adalah malam terakhir, kami menyediakan minuman spesial yang satu-satunya hanya dapat anda miliki di hotel kami" Tutur wanita bertubuh kecil itu, jelas raut wajahnya terlihat senang penantiannya membuahkan hasil. "Minuman apa itu?" Samar-samar aroma manis buah yang bercampur harum bunga dan rempah yang pekat datang dari poci menusuk dua lubang hidung Alina. "Ini adalah minuman dari campuran aneka sari buah tropis yang manis, yang di beri sedik
Read more
168. Malam Panjang Dan Melelahkan
Alina yang mengalungkan tangannya di leher Zayyad, menatap mata coklatnya dengan api gairah yang berkobar-kobar. Tampak bibirnya yang merah lembab karena ciuman panas mereka beberapa saat lalu terbuka mengatakan, "Kita adalah sepasang suami-istri, kenapa tidak?""Alina tapi kita—emhp"Alina terus berjinjit, memotong ucapan Zayyad dengan menyedot habis bibirnya kedalam mulut kecilnya. Ciuman yang sangat ambisius itu memancing api dalam tubuh Zayyad kembali berkobar. Alhasil, akal sehat dua orang itu benar-benar lenyap sudah tergantikan dengan gelora hasrat dan haus.Ciuman panas itu perlahan berubah menjadi perang bibir karena Alina tampak begitu agresif menarik Zayyad dalam setiap gerakannya yang cepat dan menggebu. Langkah kaki mereka tampak beradu, berputar-putar hingga menabrak sisi ranjang.Bruk!Keduanya jatuh memukul ranjang putih yang empuk. Masih dengan pergulatan bibir yang terus berlanjut, Alina yang berada di atas Zayyad dengan tid
Read more
169. Gagal Atau Berhasil?
Erina melangkah ke dapur, menemukan Irsyad yang tampak sibuk dengan peralatan makan. Dua gelas susu vanilla hangat sudah di siapkan bersama dua piring omelette yang baru saja di angkat dari teflon. Tepat ketika Irsyad berputar kebelakang membawa semua itu ke meja, "Kau sudah bangun?" Irsyad dikejutkan dengan keberadaan Erina yang berdiri dibelakangnya sambil menyilang kan tangan di dada. Wajah pucat itu mengulas senyum tipis, "Baru saja" Tampak sorot mata tua itu menyipit, melepas senyum kecil yang menggambarkan khas orang baru bangun tidur. Mendapati itu, kedua sudut bibir Irsyad tersenyum manis menanggapi, "Ayo sarapan!" Irsyad berjalan ke ruang makan. Menata dua gelas susu vanilla di atas meja beserta dua piring omelette hangat yang menguarkan aroma lezat telur ke udara. Erina melangkah pelan mendatangi kursi, mendapati itu Irsyad dengan cepat menarik benda kayu itu untuk mempersilahkan Erina duduk. "Terimakasih.." Erina mengulum senyum kecil di bi
Read more
PREV
1
...
1516171819
...
22
DMCA.com Protection Status