Semua Bab Obsesi Tuan Hagen: Bab 161 - Bab 170
176 Bab
BAB 160 I Sebuah Jawaban, Princess
Camellia tidak mampu berkata-kata. Dia terlihat terkejut dengan lamaran pria itu, tetapi kesadarannya mulai kembali. Terutama saat Camellia menyadari bahwa Hagen tidak sedang meminta, melainkan memberi sebuah pernyataan. Itu artinya, tidak ada pilihan. Sama halnya dengan kehamilannya saat ini.Dengan rasa marah di dada, satu tangan Camellia pun mendarat di pipi pria itu. Hingga terdengar suara keras benturan kulit bertemu kulit, yang menyebabkan suara-suara bergema dan menyebabkan keheningan setelahnya.Tanpa sedikit pun mengusap wajahnya yang memerah, Hagen pun memalingkan kepalanya kembali ke arah Camellia yang wajahnya sangat memerah dengan napas memburu.“Keluar dari kamar ini, sekarang!” jerit gadis itu.Melihat wajah Camellia yang hendak menangis keras, Hagen pun menariknya ke dalam dekapan.Tidak sekalipun dia mendengarkan permintaan gadis itu yang mengusirnya keluar dari ruangan.“Sssshh … maaf kan aku,” bisik Hagen dengan nada rendah dan suara menenangkan.Kedua tangannya mel
Baca selengkapnya
BAB 161 I Dia Bilang, I Love You
“A-aku ….” Beberapa kali Camellia menarik napas sembari terbata saat memberikan jawaban.Gadis itu bahkan menggigit sudut bibirnya, yang seketika saja menarik perhatian Hagen ke sana.Sadar akan apa yang baru saja dilakukannya, Camellia pun melepas gigitan tersebut, lalu, dengan susah payah dirinya kesulitan menelan saliva, hingga pada akhirnya gadis itupun memejamkan mata sembari menghembuskan napas pelan.“Baiklah … ok.”Untuk beberapa waktu, suasana di sekitar keduanya terasa mati.Bahkan, jam dinding pun tampak enggan berdetak, seolah-olah sadar akan ketegangan di dalam ruangan.Ketika Camellia hendak membuka suara kembali, tiba-tiba saja Hagen menaruh satu jemari telunjuknya di bekas bibir yang gadis itu baru saja gigit.Dan dengan gerakan lembut, Hagen mengusap permukaan sensitive yang tampak sangat sensual di manik obsidiannya yang … lapar.“Aku tahu ini sangat tiba-tiba, tetapi yakinlah Princess, aku tidak akan pernah mengabaikanmu ataupun menyakitimu,” bisik Hagen, sebelum ak
Baca selengkapnya
BAB 162 I Cincin Sebesar Telur Angsa
Setelah meninggalkan Camellia di kamar perawatan, Hagen pun bergegas keluar dan menemui Frank yang saat itu menunggu di luar pintu. Dengan tatapan sangat pasif, bawahannya itu terlihat menanti antisipasi perintah selanjutnya.Dan benar saja, begitu mata mereka bertabrak pandang, Hagen pun mengeluarkan kata pertamanya setelah dua hari pria itu diam di dalam ruangan Camellia.“Aku ingin pergi ke toko perhiasan,” ucap Hagen, yang seketika mendapat perhatian penuh dari tangan kanannya tersebut. “Kita membutuhkan berlian sebesar telur angsa dan benda-benda berkilau lainnya.”Jelas sekali, hal itu bukanlah apa yang Frank duga sebelumnya.Namun, dengan pembawaannya yang tenang, pria itu pun mengangguk sembari memberikan Hagen jalan.“Aye, Boss.”Baru saja keduanya menelusuri lorong rumah sakit, saat tiba-tiba Jaxon bersama beberapa anggota Red Cage lainnya datang dari arah berlawanan.Tampaknya, mereka memang sengaja menunggu di sekitar. Dan terang saja kehadiran mereka tidak disambut dengan
Baca selengkapnya
BAB 163 I Taruhan Menyebalkan
Hagen baru saja kembali dari salah satu toko perhiasan. Tangannya terus saja memegang sebuah kotak cincin yang berada di dalam saku celana meskipun saat itu dirinya dalam keadaan berjalan.Kaki jenjangnya teru saja membawa pria itu mendekati kamar perawatan Camellia. Namun, sebelum dia benar-benar tiba, sebuah firasat membuatnya seketika mempercepat langkah.Dan benar saja. Setelah pintu ruang perawatan itu dibuka, Camellia tidak ada di dalam sana.Dengan perasaan marah dan kesal, Hagen pun segera menghubungi seseorang yang kemungkinan bertanggung jawab akan semua ini.“Angkatlah, brengsek!” umpat Hagen, dikarenakan panggilannya ditolak berkali-kali. Dan sebanyak itu pula dia tidak menyerah.Saat panggilan yang entah ke berapa, barulah telinganya mendengar sebuah sapaan di ujung sambungan.“Aku tidak mengira kau akan terus mencoba, Hagen,” ejek Jaxon, yang dengan sangat jelas memancing amarah.Mendengar suara langkah kaki yang mendekat, kepala Hagen sedikit terangkat. Dan saat itu dia
Baca selengkapnya
BAB 164 I Tidak Percaya
“Ha-happy Wedding?” gumam Hagen dengan gumaman bertanya. Matanya menatap marah bercampur bingung ke arah Jaxon yang kini menepuk pundaknya pelan. “See, tidak sulit membuat hari ini menjadi lebih indah lagi,” ucap Jaxon dengan kepuasan yang kentara di wajah. Jelas sekali bahwa pria itu sangat senang akan rencananya yang sama sekali tidak melibatkan Hagen sedikit pun. Sejenak, tangan Hagen mengepal, dan dia menahannya agar tetap berada di sisi tubuh. Sementara manik obsidiannya menatap panas ke arah Jaxon yang mulai berjalan menuju pintu dan diikuti oleh yang lain. Sebelum mereka tiba di depan pintu, kepala Jaxon menoleh ke arah Hagen yang seolah hendak melubangi punggungnya dengan tatapan laser nan membara. “Kenapa berdiri saja? Masuklah,” ajak Jaxon, mengisyaratkan dengan tangannya pada pintu di hadapan mereka.Tanpa mengatakan sesuatu, kaki Hagen melangkah cukup lebar dan hanya dalam kerlingan mata, sebuah bogem mentah melesat tajam ke wajah Jaxon yang seketika menghapus senyum
Baca selengkapnya
BAB 165 I Bukan Pria Romantis
Sekembalinya dari rumah sakit, Camellia ditempatkan di sebuah ruangan yang cukup besar dengan nuansa pastel. Gadis itu bahkan tertidur sangat lelap, hingga tidak menyadari sesosok tubuh yang hangat tengah berbaring di sebelah. Dia mengira sedang bermimpi, sehingga tangannya seakan-akan meraba tubuh hangat yang kini memeluknya erat. Tanpa ada infus di lengan, Camellia bergerak lebih leluasa. Dia bahkan merasa jauh lebih baik dari sejak bangun pagi tadi. Dan kini, sebuah bantal besar yang hangat tengah memeluk, hingga menularkan panas yang membuat tidurnya semakin nyaman. “Mmm,” gumam gadis itu sembari terus membenamkan wajah di antara bantalan empuk di bawah kepala. Namun, wangi maskulin yang sangat familiar seketika membuka mata Camellia. Dan benar seperti dugaannya, bantal hangat itu adalah tubuh Hagen yang juga ikut tidur di sebelah. “A-apa yang kau lakukan?” tanyanya sembari memperhatikan pintu, takut bila seseorang melihat mereka dalam posisi berbaring bersebelahan. Lagi pul
Baca selengkapnya
BAB 166 I Selamat Atas Pernikahanmu, Blake
Langkah kaki Hagen terdengar sedikit menggema saat dia melintas di atas lantai keramik sebuah rumah tua. Kepalanya yang sempat menunduk pun sedikit terangkat ketika mendengar seseorang memanggil namanya dari arah pintu. “Kau baru saja tiba?” tanya Rey yang berdiri sembari menyandarkan bahu pada kusen pintu. Melihat senyum simpul pria itu, rasanya Hagen ingin melemparkan sebuah tinju ke wajah pria-pria di Red Cage. Berani-beraninya mereka mengundang pendeta dan membuatnya menikah di hari itu juga. Untungnya tidak terjadi perkelahian selama pengikraran janji suci berlangsung, tetapi melihat ekspresi Camellia yang menghunus geram ke arahnya malam itu, membuat Hagen meringis kembali. Bahkan, dengan sangat marah, Camellia menutup pintu kamar tepat di depan wajahnya, sehingga mereka tidak tidur bersama. Benar-benar bukan sebuah pernikahan impian. Dengusnya kesal, karena membuatnya harus tidur di kamar terpisah dengan istrinya tepat di malam pertama mereka. Bahkan, sampai saat ini, Ca
Baca selengkapnya
BAB 167 I Pergulatan Di Ranjang
“Kau sudah membawa semuanya?” tanya Hagen pada Frank begitu dirinya tiba di Petunia.Setelah meninggalkan Denver, Hagen memutuskan untuk meminta bawahannya agar mengantarkan Camellia kembali ke rumah. Dan mereka pun tiba dalam waktu terpisah.“Aye, Boss,” jawab Frank diikuti anggukan. “Nyonya ada di dalam kamar. Beristirahat,” ujar Frank, yang segera merubah panggilannya pada Camellia.Dalam waktu sangat singkat, kabar pernikahan keduanya pun menghebohkan para pelayan di Kastil Petunia. Bahkan, tidak sedikit yang merayakan bergabungnya nyonya baru di sana. Setidaknya, Hagen telah memilih wanita yang tepat, dan bukannya wanita seperti Irene yang pasti akan menyiksa para pelayan.“Aku meminta Jaxon untuk mengurus Alfred,” ucap Hagen secara tiba-tiba, yang tentu saja membuat Frank mengerti akan maksudnya.Kepala keamanan Petunia itu tampak mengangguk paham dan setelahnya berdeham pelan.“Aku akan datang ke kediaman Ryder untuk memberikan kabar.”Mendengar ucapan bawahannya itu, Hagen tid
Baca selengkapnya
BAB 168 I Aku Mencintaimu, Camellia
Hagen menemani Camellia saat mengunjungi Edgar Duncan di rumah sakit. Dengan perasaan yang berat, Hagen menyadari bahwa pria tua di hadapannya benar-benar tidak memiliki harapan untuk umur panjang, membuat pandangannya jatuh pada Camellia yang tampak setia menunggu sang ayah yang terbaring layaknya tubuh tanpa nyawa dengan bantuan penunjang kehidupan di atas tempat tidur.Tanpa sedikit pun mengganggu gadis itu, Hagen bergegas keluar dari ruangan dan memilih duduk di salah satu rangkaian kursi tunggu, yang berada tepat di depan ruang perawatan Edgar Duncan.Sesekali Hagen menarik napas sembari menengadah pada langit-langit lorong rumah sakit.Saat itulah dia menyadari bahwa dirinya tidak mungkin menyembunyikan keberadaan bayi mungil yang kini diberikan pada Danny Johanson.Cepat atau lambat, Camellia harus mengetahui keberadaan bayi itu. Meskipun keduanya tidak berhubungan darah, tetapi Talia Duncan tetaplah adik bagi Camellia. Dan, tidak mungkin dia akan diam saja saat mengetahui sem
Baca selengkapnya
BAB 169 I Dia Tidak Akan Tahu
Petunia tidak seperti hari-hari biasa. Kini, kastil megah itu dihiasi oleh berbagai rangkaian bunga yang menghiasi setiap dinding, meja, dan sudut-sudut ruangan. Bahkan, dengan sangat spesifik, Hagen memesan beberapa jenis bunga atas saran dari Jaxon Bradwood.Tentu saja hal itu dikarenakan mereka menghindari insiden di masa lalu, dimana pernikahan Jaxon berakhir bencana akibat Mia alergi bunga Snow on Mountain. Dengan sangat hati-hati, orang-orang yang bekerja di Kastil Petunia pun memilah dan mengawasi setiap bunga yang datang sebelum menyebarkannya di beberapa tempat.Frank bahkan tampak lebih sibuk dari biasanya.Kini, stelan hitam pria itu dilengkapi alat komunikasi yang terpasang di telinga.Dan dengan mata elangnya yang mengawasi jalannya persiapan, Frank memberi sedikit instruksi di sana sini pada penjaga kastil yang berkeliling dari satu ruang ke ruang lainnya.Sementara itu, Erlinda tampak sibuk menyiapkan beberapa kamar untuk setiap tamu yang akan menginap. Begitu pula deng
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
131415161718
DMCA.com Protection Status