Semua Bab Enam Tahun Tanpa Malam Pertama: Bab 71 - Bab 80
96 Bab
70. Mencari Raka
 Edwin terbangun tepat azan Subuh berkumandang. Kaki dan tangan ia renggangkan untuk mengusir rasa kaku di sekujur tubuhnya. Kesadarannya belum semuanya pulih, masih sedikit bermalas-malasan di atas kasur busa miliknya. Begitu azan selesai, Edwin beranjak keluar dari kamar dan melewati kamar Raka tanpa rasa curiga sedikit pun, karena pintu kamar itu tidak terbuka dengan lebar. Sehabis mandi dan berwudu, Edwin pun melaksanakan salat Subuh di kamarnya. Lelaki paruh baya itu masih belum merasa ada yang aneh pada kamar anaknya. Langit di luar juga masih belum terlalu terang dan lampu rumah belum ada yang dinyalakan selain lampu kamar mandi dan kamarnya sendiri. Selesai salat, Edwin berjalan keluar kamar hendak menyingkap gorden jendela. Namun pandangannya seketika melebar, saat tahu pintu sudah terbuka. Lekas Edwin berlari ke kamar Raka. Betapa kagetnya ia saat tak mendapati putranya di sana. “Raka!&rdquo
Baca selengkapnya
71. Kecelakaan
Sebelum lelaki tidak waras itu mengenalinya, Siwi sudah berbalik badan dan meninggalkan teras kafe dengan langkah cepat. Tidak, Raka pantas mendapatkannya, bahkan ini belum seberapa dibandingkan dengan penderitaannya terdahulu."Siwi, lu baik-baik aja'kan? Muka lu pucat banget. Kalau gak sehat, ayo gue antar pulang," cecar Evan saat memperhatikan wajah wanita itu yang mendadak pias. Siwi masih terlalu kaget dengan hadirnya Raka di Jakarta. Bagiamana bisa dia sampai di sini? Apa dia berjalan kaki?"Siwi." Evan menyentuh pundak Siwi dengan lembut. Siwi tersentak, lalu tersenyum canggung. Wanita itu menggeleng. Dia meyakinkan diri sendiri, bahwa dia baik-baik saja."Gue gak papa. Cuma laper. Mana nih makanannya?" Siwi berpura-pura tak sabaran menanti pelayan mengantarkan roti bakar pesanannya. Tanpa sengaja, matanya kembali menatap keluar kafe. Raka masih ada di sana dan tengah mengais tempat sampah di depan. Mata Siwi terbel
Baca selengkapnya
72. Raka Kritis
Katakanlah ia istri yang paling egois saat ini dan tidak memiliki rasa iba sama sekali. Namun, foto ceceran darah di aspal yang dikirimkan Nuri. Serta karet rambut helo kiti yang tergenggam erat dalam jemari lelaki gila itu, membuat hati kecilnya seketika iba. Siwi bingung harus berbuat apa saat ini. Haruskah ia melihat keadaan lelaki itu? Ayah dari anaknya. Lelaki kejam yang pernah ia cintai walau setitik.  Ting Sebuah video masuk ke pesan WA. Kali ini pun masih dari pengirim yang sama yaitu Nuri. Detak jantung Siwi semakin tidak karuan. Video apa ini? Gumam Siwi dengan resah dan tak sabar menanti logo roda berputar menunggu video dapat terbuka sepenuhnya dalam ponselnya. "Ya Allah." Siwi menutup mulutnya tidak percaya. Tampilan CCTV memperlihatkan seorang lelaki tengah mengejar sebuah mobil dan itu adalah mobil yang ia naiki bersama Evan. Tak lama kemudian, sebuah mobil pick up melaju ken
Baca selengkapnya
73. Talak
Siwi segera turun dari ranjang dan berjalan memutar untuk menuangkan air yang ada di dalam botol besar air mineral ke dalam gelas. Suara air jatuh mengisi gelas hingga penuh bagaikan alunan melodi yang memecah keheningan antara mereka berdua.Bola mata Raka tak pernah lepas menatap Siwi. Bahkan lelaki itu tersenyum sangat tipis dalam keadaan hati yang sangat baik malam ini."Aku sebenarnya ingin sekali melemparkan air ini ke wajahmu, seperti yang pernah kami lakukan dulu padaku, tetapi itu tidak mungkin. Minumlah!" ujung sedotan dimasukkan Siwi ke dalam mulut Raka. Lelaki itu diam sambil terus menyeruput air putih hingga gelas kosong."Terima kasih," lirih Raka dengan suara amat pelan. Matanya masih menatap Siwi yang kini meletakkan kembali gelas, lalu memutar tubuhnya untuk menggendong Ayumi yang terlelap."Dia cantik sekali, persis kamu," ujar Raka masih dengan suara lemah. Siwi memutar bola mata malas.
Baca selengkapnya
74. Mulai Hari yang Baru
Dua hari sudah Raka diperbolehkan pulang oleh dokter. Namun dengan catatan;Raka harus kontrol ulang pekan depan. Edwin memutuskan untuk tinggal di Jakarta sampai kondisi Raka benar-benar pulih. Ia tidak ingin anak lelakinya kabur lagi dari rumah hanya untuk mencari Ayumi.Bermodalkan tabungan terakhirnya yang bernilai dua juta rupiah, Edwin mencari kos di dekat rumah sakit. Lumayan untuk mengirit biaya hidup mereka sampai nanti bisa mendapatkan rejeki kembali. Dion pun sudah kembali ke Surabaya karena mendapat panggilan untuk bekerja sebagai security di komplek perumahan mewah.Tinggallah Edwin dan Raka yang tengah duduk di depan pintu kamar kos. Raka berada di dalam sambil melamun memainkan ikat rambut Ayumi. Sedangkan Edwin duduk di depan pintu dan kini tengah menikmati langit sore, sambil memperhatikan betapa padatnya penduduk di daerah tempatnya kini berada. Edwin menoleh ke belakang untuk melihat Raka yang masih saja melamun.
Baca selengkapnya
75. Kenal tak Kenal
"Permisi, Bu." Lelaki itu membungkukkan sedikit tubuhnya, lalu berjalan kembali melewati Siwi sambil membawa ember dan juga alat pel. Mulut Siwi setengah terbuka melihat sosok yang sudah tidak ingin ia temui, tapi pagi ini, di awal hari menyambut masa depannya yang lebih baik, malah lelaki itu yang ia temui lebih dahulu.  Siwi bahkan sampai menoleh kembali ke belakang hingga melihat punggung Raka yang hilang dari balik tangga.  "Wi, kamu sudah sampai?" Evan menegurnya. Siwi kembali terlonjak kaget dengan sapaan Evan yang tiba-tiba. Belum lagi usai rasa terkejutnya dengan kehadiran Raka, kali ini Evan langsung muncul di depannya. Siwi mengusap dadanya karena kaget. "Lagi merhatiin apa sih, sampai kaget gitu?" tanya Evan penasaran masih dengan senyum lebarnya. "Ah, bukan apa-apa, Van. Kamu juga baru datang?" tanya Siwi balik. Evan mengangguk sambil menaikkan
Baca selengkapnya
76. Membuka Hati
Sudah satu jam berlalu dan pintu ruangan Erlan belum juga terbuka. Di dalam sana masih ada Raka yang menggantikannya untuk memijat Erlan. Bukan ia khawatir akan Raka, tetapi ia lebih was-was akan bosnya. Siwi hapal betul tabiat Raka bila sedang marah. Yah, walaupun ia tidak yakin lelaki itu tengah marah atau melindunginya, yang jelas perasaannya saat ini begitu resah.  Cklek Pintu terbuka lebar dan Siwi bangun dari duduknya. Ia melihat Raka menutup kembali pintu itu dengan pelan. Lalu berjalan seperti biasa dengan kain lap disampir di pundak kanannya. "Pak Erlan sudah tertidur. Sepertinya lelaki itu memang menyukai pijatan. Tapi memijat lelaki yang sedang mabuk bukanlah suatu pekerjaan mudah untuk perempuan. Berhati-hatilah lain kali. Saya permisi, Bu." Raka berjalan semakin menjauh dan menghilang di balik anak tangga. Untuk kesekian kalinya lelaki itu tidak membiarkan Siwi mengatakan apapu
Baca selengkapnya
77. Dua Wanita dalam satu tempat
Sebuah kejutan untuk Raka. Wanita yang pergi begitu saja meninggalkannya tepat di hari pernikahan, kini muncul sendiri; bahkan begitu dekat. Ada banyak yang harus ia selesaikan pada wanita itu, walau sepertinya tidak mudah. Gandengan tangan begitu lekat dengan lelaki pemilik perusahaan, dapat dipastikan bahwa Rena adalah istri dari Erlan.Sepertinya akan menjadi sebuah permainan menarik untuknya saat ini. Rena akan menerima pembalasan darinya tipis-tipis, tanpa wanita itu sadari, hingga akhirnya dia bisa bertanggung jawab atas kekacauan yang telah ia buat. Termasuk mengambil semua harta milikku. Begitu kata hati Raka, saat tanpa sengaja ia mengikuti langkah Rena dan Erlan masuk ke dalam kotak besi khusus petinggi perusahaan.Raka menoleh ke belakang saat begitu kenal dengan suara renyah yang ada di belakangnya. Siwi dan salah satu petinggi perusahaan juga. Berdua masuk melalui lobi parkir mobil dengan wajah merona. Terutama Siwi. Raka menu
Baca selengkapnya
78. Foto Syur
  “Tunggu, apakah kalian berdua saling kenal? Sayang, kamu kenal OB ini?” tanya Erlan tiba-tiba, saat ia mendengar petugas kebersihan menyapa istri cantiknya. “Maaf, Tuan, mm ….” Rena semakin mendelik ketakutan saat Raka membuka mulut, mencoba menjelaskan siapa dirinya. Tatapan Raka begitu tajam seakan sedang  mengejek Rena. Wanita itu masih menopang tubuhnya yang lemas pada pinggir meja. Tungkai kaki yang tinggi seakan kebas tak bertulang, semua karena Raka yang  begitu berbeda tampil di depannya. “Kami hanya teman lama saat masih sama-sama susah. Namun sekarang Bu Rena sudah lebih sukses daripada saya sepertinya. Mari, Tuan, saya permisi, maaf mengganggu waktunya. Permisi, Bu,” ujar Raka lagi sambil berbalik badan dan berjalan keluar ruangan Erlan. Tak lupa ia membawa nampan kembali ke dapur. Siwi hanya bisa melirik sedikit saat Raka me
Baca selengkapnya
79. Jebakan Raka
 “Foto siapa itu, Sayang?” tanya Erlan lagi sambul menaruh dagu di atas pundak istrinya. Rena langsung menekan tombol kecil di samping kanan ponselnya. Benda pipih itu pun padam. “Teman kampusku dahulu mengirimkan foto mesum. Tidak perlu dilihat, mending mesum sama suami sendiri, dapat pahala.” Rena segera mengalihkan perhatian Erlan dengan mencium rakus bibir suaminya.  Detak jantungnya masih naik turun tidak beraturan. Foto itu benar-benar bisa mengancam kebahagiaan rumah tangganya. Rena mendorong tubuh Erlan hingga hingga terjatuh di atas kasur empuk mereka, lalu mulai melancarkan serangan, hingga lelaki itu berteriak tidak berdaya. Satu hal yang selalu ia banggakan pada dirinya—bahwa ia begitu beruntung menjadi wanita yang mahir di ranjang, sehingga lelaki manapun bertekuk lutut. Erlan tertidur begitu pulas, sampai mengeluarkan suara dengkuran yang sangat kencang. Lela
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status