All Chapters of Another Word to Say I Love You: Chapter 11 - Chapter 18
18 Chapters
10# Ada Aku
“Bunda tidak mengangkat teleponku, bagaimana ini?” tanya Lisa pada Bima begitu mereka sampai di lobi Rumah Sakit Teratai Jingga. Sesuai dengan ajakan Bima, akhirnya Lisa pun menurut untuk memeriksakan kondisinya. Kebetulan jarak antara rumah sakit dan sekolah tidak terlalu jauh, hanya sekitar 100 meter. Mungkin tak sampai lima menit jika ditempuh dengan berjalan kaki.  Bima menggeleng. “Tidak perlu. Aku yang akan menjadi walimu!” ia menggamit lengan Lisa dan mengajak gadis itu ke dalam. Lisa menahan tawanya sekuat tenaga saat ini. Ekspresi Bima sungguh menyebalkan, tapi lucunya ada rasa hangat menyelimuti dadanya ketika lelaki itu peduli padanya. Begitu mereka tiba di bagian administrasi, Bima meminta Lisa duduk di kursi tunggu. Sementara Bima pergi mengambil nomor antrian. Lisa baru duduk sekitar lima menit, tapi Bima sudah menghampirinya sambil membawa sebuah form. Lelaki itu menyodorkannya pada Lisa, menyuruh gadis itu mengisinya. Lisa menerimanya den
Read more
11# Bicara
“Sebelum melaksanakan prosedur laparoskopi, kami perlu izin dari orangtuamu, apalagi usiamu yang terbilang hampir 15 tahun dengan siklus menstruasi yang belum datang teratur, sehingga saya sarankan untuk kabari walimu segera, oke?” jelas Dokter Mel usai melakukan pemeriksaannya. Wanita itu menenangkan Lisa dengan lembut. “Lisa, kamu masih muda. Jalan masa depanmu juga … saya yakin kamu bisa sembuh, kista tidak mematikan dan bisa dihilangkan. Kamu tidak perlu khawatir.” Lisa mengangguk. Matanya masih panas akibat usai menangis tadi. “Lalu jika Lisa sudah menjalani laparoskopi itu, apa ada kemungkinan kista itu muncul lagi, Dok?” Dokter Mel menghela napas. “Memang masih ada peluang untuk kembali muncul, dan masih belum ada penelitian yang menemukan apa sebenarnya penyebab kista tumbuh di tubuh manusia.” Lisa tercenung. “Jangan terlalu khawatir, di sini ada Tante
Read more
12# Anjani
Melinda segera bergegas ke parkiran rumah sakit setelah ia menutup sambungan telepon Anjani—anak gadisnya. Saat menemukan mobil BMW silvernya, wanita itu berjalan cepat lalu memasuki mobilnya dan tak lupa memasang seat-belt. Kali ini ia mengemudikan mobilnya sedikit terburu-buru, bahkan begitu ke luar dari parkiran, ia langsung membelah jalanan sepi di hadapannya dengan kecepatan penuh. Hal ini lantaran karena Melinda harus segera pulang ke rumah merayakan ulang tahun Anjani. Sebelumnya ia sudah memesan cheese cake dan serba-serbi makanan yang sudah ia simpan di kulkas tadi pagi.Tentunya Anjani juga mengetahui itu, kecuali mengenai kado ulang tahun pemberian papa kandungnya. Khusus untuk yang ini, Melinda masih merahasiakannya dan menyimpannya dengan rapi di bawah kolong tempat tidurnya. Rencananya ia baru akan memberikannya nanti saat tiba di rumah, mengingat papa kandung Anjani yang lagi-lagi tidak bisa turut ikut merayakan ulang tahunnya. Sama sepe
Read more
13# Alasan
Pramana lupa, entah tertidur pukul berapa di meja kerjanya masih dengan kondisi laptop yang menyala. Namun yang jelas, beberapa jam setelahnya lelaki itu terbangun tepat saat jam weker di sebelahnya meraung-raung tanpa henti. Saat matanya memicing, ia mendapati jarum jamnya menunjukkan pukul enam. Pramana langsung terkesiap membelalakkan mata dan mematikan alarmnya. Lelaki itu buru-buru bangkit dari kursi malasnya dan menyambar handuk, lalu melesat ke kamar mandi secepat kilat. Pikirannya mengenai Anjani seketika menguap begitu saja pagi ini.Setengah jam kemudian Pramana sudah bersiap untuk pergi ke sekolah tempatnya mengajar. Lelaki itu sengaja melewatkan sarapannya karena takut terlambat. Mengingat perjalanan dari apartemennya ke sekolah memakan waktu hampir 20 menit, lelaki itu memutuskan untuk sarapan di kantin sekolah saja nanti. Ditambah lagi pagi ini Pramana harus mengajar anak kelas sepuluh Bahasa. Ia tidak boleh datang lebih lambat daripada murid-muridnya.**
Read more
14# Kecup
Anjani menghentikan langkahnya begitu melihat Pramana tiba-tiba menggendong salah seorang siswi dan bergegas menjauh. Ia menyerngit heran, jika melihat gelagat Pramana yang seperti itu Anjani menyimpulkan bahwa kondisi siswinya mungkin benar-benar urgent. Wanita itu mendesah keras, kali ini bukan waktunya. Ia harus mencoba membujuk Pramana dengan cara lain besok. Ingat, Anjani tidak ingin dicap sebagai guru yang tidak kompeten dan jika itu terjadi maka Pramana juga pasti akan membencinya. Anjani tentu tidak ingin itu terjadi. Akhirnya ia memutuskan untuk mengurungkan niatnya dan kembali lagi ke lapangan. Lagi pula, muridnya dari kelas sepuluh Bahasa sudah menunggunya. “Lihat saja, Pramana, akan kupastikan kau akan kembali lagi ke pelukanku.” *** Pramana menarik kursi ke tepi ranjang dan duduk di hadapan siswinya. Tangannya sibuk menuangkan obat merah ke kapas. Ia masih belum menjawab pertanyaan Lisa sebelumnya. “Ini hanya luka lecet b
Read more
15# Bodoh!
“Gila! Ini gila!” Lisa terus menerus mengutuk dirinya sendiri sepanjang jalan menuju toilet siswi. Usai kejadian ‘kecup’ di UKS tadi, gadis itu tidak bisa berhenti memikirkannya. Sensasi aneh dan mendebarkan yang ia rasakan tadi pagi memang masih melekat kuat. Sejujurnya Lisa melakukan itu karena ingin menuntaskan rasa penasaran yang ada di benaknya sendiri. Bahkan hingga detik ini dirinya masih tidak mengerti kenapa harus repot-repot menutup mata di kondisi seperti itu, seakan akan justru menunjukkan bahwa ia rela akan diperlakukan apa saja. Namun gadis itu tidak habis pikir mengapa ia mendapatkan perasaan itu bersama seseorang yang tidak pernah ia duga: Pramana, alias guru olahraganya yang super menyebalkan. Begitu masuk ke dalam toilet siswi, Lisa buru-buru menyalakan kran wastafel dan membasuh wajahnya beberapa kali dengan kasar. Lalu ia menatap pantulan dirinya sendiri di cermin dan mendesah keras. Nampak jelas bahwa plester di dahinya basah karena ulahnya sendi
Read more
16# Dia Mantan Pacarnya
Pelajaran sekolah hari ini berlalu begitu saja bagi Lisa. Namun entah apa yang ia pikirkan saat ini, karena ketika bel pulang berdentang bukannya segera pergi dari sekolah, tetapi gadis itu justru melangkahkan kakinya menuju gazebo dekat perpustakaan. Tiba-tiba ia malas untuk kembali ke rumah, mengingat Bunda lagi-lagi lembur, jadi sudah pasti rumahnya sepi hari ini. Begitu sampai, Lisa mengambil tempat untuk duduk di pojokan. Lalu dikeluarkannya sebuah novel yang sempat ia pinjam di perpustakaan saat jam istirahat tadi. Lisa pun bersandar dan membacanya pelan-pelan.Saat membalikkan halaman bukunya, Lisa mendengar sayup-sayup dua orang yang tengah mengobrol. Kemudian Lisa beringsut mengintip dari sela-sela pagar gazebo.“Mau ke mana kau?”“Mencari siswiku, lepaskan.”Lisa membelalakkan matanya, ternyata dua orang itu adalah Pramana dan guru olahraga wanita yang ia lihat tadi pagi.“Jangan ikuti aku lagi. Aku kan sudah
Read more
17# Permintaan Bima
  Lisa memandangi setelan olahraga di tangannya sejenak dan memutar bola matanya. Saat ini gadis itu sedang berada di kamarnya sendiri. Sepersekian detik kemudian, ia melepas seragam yang melekat di tubuhnya dan menggantinya dengan setelan olahraga itu dengan gerakan secepat kilat. “Argh, dia menyebalkan sekali!” gerutu Lisa sambil memperhatikan bayangannya sendiri di cermin. “Lagi. Ini ke sekian kalinya ia menguntitku dan memberikan perhatiannya yang tidak biasa! Guru macam apa sih, Pramana itu sebenarnya? Ck.” Lisa memutar tubuhnya. Setelan olahraga baru pemberian Pramana ternyata ukurannya sangat pas. “Ah, aku merinding. Bahkan lelaki itu juga memilih ukuran yang sangat tepat. Astaga, apa dia memperhatikan lekuk tubuhku sejeli itu?” TOK! TOK! TOK! “LISA! INI BUNDA, SAYANG!” Mata Lisa membulat. Gadis itu buru-buru berlari membuka kunci pintu kamarnya. Bukannya Bunda bilang akan lembur hari ini? Pikirnya. “Bunda!” seru Li
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status