All Chapters of Ramalan Buku Merah: Chapter 51 - Chapter 60
108 Chapters
- 50 -
Airen memperhatikan keadaan sekitarnya. Lelaki bertopeng yang sudah menyekapnya tidak ada lagi di pandangan. Tinggal dirinya sendiri yang ada di ruangan serba putih itu. Ia terdiam dan berpikir sejenak untuk mencari cara agar bisa kabur. Ia berusaha memahami detail posisi tubuhnya yang terikat. Kedua tangannya terikat ke belakang dengan tali yang dijerat pada bagian pergelangan. Hampir seluruh tubuh termasuk bagian lengan, paha dan betis juga terlilit. Ujung tali lainnya berakhir pada pergelangan kaki yang diikat dengan dua kaki kursi bagian depan.Setelah mengamati keadaan sekitar dan terasa aman, Airen mulai menggerak-gerakkan tubuhnya perlahan. Ia juga membusungkan dada agar tulang rusuknya berkontraksi sehingga ikatan tali sedikit longgar. Selain itu, ia mengepal kedua tangannya dan menekan ke dalam supaya ikatan di pergelangan tangan kian renggang.Airen berusaha sekuat mungkin dengan tenaga yang dimilikinya. Meski terasa sakit tapi ia terus memaksa bergerak-gerak
Read more
- 51 -
Airen mulai tersadar dari pingsan akibat siraman segelas air ke wajahnya. Perlahan ia membuka matanya yang nanar. Meskipun masih samar, tetapi cukup baginya untuk mengetahui siapa yang telah mengguyurkan air tersebut. Pria berperawakan dengan codet di pipi tersenyum sinis melihat Airen berusaha sadar dengan sedikit tenaga yang dimilikinya."Bangun kau!" sergah lelaki itu kasar. "Menyusahkan pekerjaanku saja. Kalau bukan karena perintah, sudah kuhabisi kau."Airen tidak menyimak apa yang lelaki itu ocehkan. Ia masih memikirkan siapa yang telah menyetrumnya dari belakang sehingga ia tak bisa melihat orang itu. Yang pasti bukan lelaki bercodet yang ada di hadapannya. Apa lelaki bertopeng itu yang melakukannya? Siapa pun itu, sudah tidak lagi penting saat Airen menyadari bahwa dirinya kembali terikat. Kedua tangannya terentang dan terikat dengan tali yang masing-masing tangan terhubung ke pancang besi. Otaknya kembali menjalar untuk mencari ide kabur lagi, tetapi sebelum i
Read more
- 52 -
"Kurang ajar," umpat lelaki sangar itu saat netranya tidak mendapati Airen yang terikat kecuali sedikit bekas darah dan pecahan kaca di lantai. "Ia tak mungkin bisa keluar dari sini."Sejurus kemudian tatapan lelaki itu mengarah pada pintu toilet. Airen pasti di dalam sana pikirnya. Ia pun berjalan perlahan mendekati bibir pintu. Jika Airen berada di dalam, ia rasa bukan hal yang sulit baginya untuk satu lawan satu lalu menangkapnya. Terlebih ia mengira Airen tidak memiliki alat yang bisa dijadikan senjata selain pecahan kaca.Secepat mungkin lelaki itu langsung membuka pintu dan menyergap apa yang ada di dalam. Ketika ia hendak memastikan keberadaan Airen di dalam toilet, saat itu juga sebuah hantaman keras mendarat di kepalanya yang botak. Hantaman itu membuatnya mundur beberapa langkah. Belum sempat ia mengatur keseimbangan dan menahan rasa sakit, lagi-lagi hantaman kedua mendarat kembali di tempat yang sama.Airen memukul lelaki itu dengan penutup tangki klo
Read more
- 53 -
"Sudah hampir dua minggu Airen kabur dari rumah dan pencarian kita selalu berujung nihil," keluh Mira. "Apa tidak sebaiknya kita memperluas area pencarian?""Kurasa tidak perlu," sanggah Airel."Kenapa?""Aku yakin sekali Airen masih berada di kota ini. Hal yang membuat kita sulit menemukannya adalah kebiasaan Airen sama sepertiku. Kami cenderung suka mengurung diri di rumah daripada mencari udara segar di luar," balas Airel."Bukan bermaksud mengecilkan intuisimu, tetapi menurutku usulan Mira ada benarnya," sela Inspektur Yoga yang beranjak dari kursi kerjanya."Aku hanya—" Airel menggantung ucapannya saat terdengar ketukan pintu."Masuk!" titah Inspektur Yoga.Tampak Aipda Hendri masuk terburu-buru. "Lapor, Pak," ujarnya setelah memberi hormat. "Kami baru saja mendapatkan informasi tentang Airen. Seorang warga melaporkan telah melihat perempuan yang diduga sebagai Airen pernah berada di komplek perumahan sederhana daerah Jalan
Read more
- 54 -
Inggit kembali ke ruang tamu lalu meletakkan nampan yang dibawanya ke meja. Ia pun menyuguhkan teh melati dan setoples kukis. "Silakan dicoba!" ujarnya pelan.Setelah menyesap tehnya sekali, Inspektur Yoga pun berkata, "Jadi sudah berapa hari Airen tinggal di sini?""Sekitar empat hari," jawab Inggit."Cukup lama juga ya," tukas Airel sembari menegakkan tubuh. "Sebelumnya aku harus berterima kasih padamu karena telah memberikan tempat tinggal untuk adikku. Maaf, jika selama tinggal di sini dia ada merepotkanmu."Senyuman Inggit merekah. "Sama sekali tidak merepotkan. Aku bahkan sangat senang dia mau menemaniku di sini sehingga aku tidak kesepian.""Awalnya sikap adikmu memang sangat canggung, ternyata dia sedang memerankan orang lain. Pantas saja awal pertemuanku dengannya, dia terlihat sangat bingung ketika aku terlalu banyak bertanya." Inggit terkekeh mengingat kebersamaannya dengan Airen. "Tetapi aku yakin dan bisa merasakan bahwa dia tidak berm
Read more
- 55 -
Airen hanya bisa meringis kesakitan karena luka-luka di sekujur tubuh. Setelah tertangkap kembali karena berusaha kabur untuk kedua kalinya, ia harus mendapatkan penyiksaan yang sadis sebagai hukuman. Beberapa luka lebam akibat cambukan terlukis jelas di kulitnya yang terang. Selain itu beberapa luka sayatan juga terukir di sisi tubuh yang lain.Tidak hanya itu, Airen juga harus menerima kenyataan bahwa dirinya tengah diperlakukan seperti binatang. Ia dikurung dalam kerangkeng besi yang ukurannya tidak bisa untuk dirinya berdiri. Kali ini sulit baginya memikirkan cara untuk kabur, karena lelaki berwajah sangar terus saja mengawasinya. Ia bisa merasakan rasa sakit hati dan dendam dari lelaki itu. Meskipun lelaki itu telah diberikan jatah oleh pria bertopeng untuk menyiksa dirinya, tetap saja Airen bisa merasakan amarah dan dendam yang masih terpancar jelas dari sorot matanya.Lelaki itu bangkit dari duduk, lalu melemparkan sebotol air mineral dan sebungkus makanan kepad
Read more
- 56 -
Airen masih memikirkan omongan pria bertopeng itu, meskipun orangnya sudah tidak ada lagi di hadapan. Ia heran kenapa pria itu menyinggung tentang kematian Yofi. Jika memang ia pelakunya, kenapa ia harus memberitahu orang lain? Apa itu artinya bahwa dirinya sudah dipastikan tidak akan selamat?Apa pun alasannya, Airen berusaha tak mau ambil pusing. Fokusnya sudah berpindah pada cara untuk melarikan diri. Setelah mengamati pintu kerangkeng yang diikat dengan rantai lalu digembok, ia yakin mampu untuk membuka dan membebaskan diri. Sayangnya, permasalahan yang harus dihadapi bukan hanya itu, tetapi ada hal lain yaitu suruhan pria bertopeng—lelaki berwajah sangar dan perempuan yang selalu berpenampilan anggun. Kedua orang itu selalu bergantian menjaganya. Hampir tidak ada waktu kosong bagi Airen tanpa mereka. Meskipun sudah berusaha mengakali kedua orang itu, tetap saja ia tidak mendapatkan celah.Selain itu juga ada CCTV yang dapat dilihat Airen. Ia yakin kamera pen
Read more
- 57 -
Airel turun dari mobil dengan kaki jenjangnya. Untuk sesaat ia terpaku di depan sebuah hunian sederhana. Ia melihat kembali ponselnya untuk memastikan bahwa alamat yang dituju telah benar. Belum sempat ia mengetuk pintu, seseorang telah membukakan nya terlebih dahulu. Orang itu menyambut Airel dengan senyuman hangat. Ia mengenakan kaos tebal berlengan panjang dan syal rajut berwarna kelabu yang membalut lehernya."Terima kasih telah mau datang ke gubukku. Silakan masuk!" ujar Dokter Doni.Airel masih tergamam dengan perlakuan Dokter Doni. Lelaki itu tak sekaku kedengarannya. Padahal sebelum berangkat ia telah mengira akan mendapatkan sambutan yang dingin."Apakah Anda sedang sakit, Dok?" tanya Airel setelah dipersilakan duduk. Ia merasa heran dengan pakaian yang dikenakan oleh Dokter Doni. Padahal di luar rumah cuaca sangat cerah dan panas."Hanya sedikit meriang, bukan masalah yang berarti.""Seharusnya Dokter bisa beristirahat, bukan malah menyur
Read more
- 58 -
Airel masih mengingat kebersamaannya dengan Dokter Doni. Setelah menemani minum teh, dokter itu meminta Airel untuk menemaninya makan malam. Airel sempat ingin menolak. Namun setelah dipikir, tiada salah juga jika ia mengamini harapan lelaki itu. Anggap saja sebagai ucapan terima kasih karena telah membantunya. Terlebih keinginan Dokter Doni hanya ingin memperlakukan Airel seperti anaknya sendiri. Ia berharap Airel mau menikmati makanan yang biasa ia nikmati bersama putrinya.Untuk menu makan malam, Dokter Doni berinisiatif membuatkannya sendiri untuk Airel. Ternyata lelaki paruh baya itu jago dalam memasak seperti lihainya ia memainkan pisau bedah. Jemarinya begitu lincah bak koki profesional. Ia pun memilih untuk memasak makanan barat yang dipadupadankan dengan rasa khas Indonesia.Airel memperhatikan bagaimana lelaki itu bekerja di dapur. Ia tak merasa telah menunggu karena terlena dengan kepiawaian lelaki itu dalam mengolah bahan makanan. Layaknya sekejap, dua pors
Read more
- 59 -
Pria itu menyesap wine beberapa kali hingga tandas. Baginya wine adalah minuman yang bisa memberikan ketenangan. Akhir-akhir ini ia memang cukup risau dengan apa yang tengah dihadapi, tetapi ia juga cukup puas dengan apa yang telah dicapainya.Sesekali ia terkekeh saat melihat foto-foto yang terletak di atas meja. Di antara deretan foto-foto terdapat gambar Anggi dan Yofi yang telah tersilang dan beberapa gambar orang lain yang masih bagus."Kalian harus bersabar ya, giliran pertunjukan untuk kalian akan dimulai pada episode selanjutnya," ucapnya dengan senyum menyeringai pada sekelompok foto yang belum tersilang."Karen saat ini adalah giliran untuk dua gadis kembar itu." Tatapannya nyalang menghunus gambar Airen dan Airel yang tertempel di papan dart.Pria itu pun memutar alunan lagu klasik seakan sedang menikmati kemenangan. Ia pun menghempaskan tubuh ke sofa sembari memijit pelan pangkal hidungnya. Belum sepuluh menit ia men
Read more
PREV
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status