All Chapters of Janda Laila: Chapter 91 - Chapter 100
103 Chapters
Dilema
PoV Ibu SarnihAku tidak mengerti, kenapa rambutku awut-awutan begini. Tadi pas bangun tidur, ditangan kananku terdapat uang monopoli. Ih apaan sih ya? Sebenarnya apa yang terjadi saat aku tidak sadarkan diri? Ya ampuuun ... Kenapa diriku jadi seperti ini?Dari pada malu di rumah Laila dengan penampilan acak-acakan, lebih baik aku pulang saja ke rumah Nafisa. Lagi pula, mampir di rumah Laila tidak diberi uang! Buang-buang waktu. Tapi ada hikmahnya juga mampir ke rumah Laila, aku jadi tahu kalau Nafisa dan Laila saudara angkat. Ada pula Salma, mantan pacarnya Haris yang sekarang bekerja di rumah Laila. Hadeuh, semuanya jadi saling berkaitan. Serasa dunia Sempit! Aku harus memutar otak untuk segera merebut harta Nafisa sebelum ia mengetahui tentang siapa aku yang sebenarnya.***Tiba di rumah Nafisa, terdengar keributan. Aku menyembunyikan hasil belanjaan di samping rumah, simpan di bawah kolong meja yang tidak terpakai. Kalau orang rumah sudah tidak ada, aku aka
Read more
Bimbang
PoV Ibu SarnihAku jadi penasaran, apa yang Nafisa lakukan sehingga Ummi Abi Laila kecewa? Oh iya, kelihatannya si Nafisa sudah tua, apa dia sudah pernah menikah atau memang perawan tua? "Nak, jangan sedih. Jangan berpikir kalau kamu berada di tengah orang asing. Walau bagaimana pun, mereka adalah keluarga kandung kamu. Kamu harus menyayangi mereka, Nak!"Ya ampun ... Aku jadi geli mendengar ucapan sendiri. Kayaknya aku memang berbakat menjadi artis. Lain kali aku harus datang ke lokasi-lokasi sinteron! Menunjukkan bakat actingku pada sutradara. Atau aku akan coba ikutan casting. Kali aja aku cocok jadi artis. "Iya, Bu. Terima kasih nasihatnya. Maaf ya, kalau ucapan Ria bikin ibu sakit hati." Bosan sekali mendengar Nafisa minta maaf. Entah sudah berapa dia meminta maaf semenjak kami saling kenal."Tidak apa-apa. Kan emang benar, ibu pernah masuk ke kamarnya. Sudah ya, jangan diambil pusing," ucapku pura-pura menerima perlakuan buruk Ria. Padaha
Read more
Memanfaatkan Kesempatan
PoV Bu SarnihHari ini aku sangat bahagia sekali karena Nafisa, Erni dan Ria pergi dari rumah. Nafisa ingin bertemu dengan Laila, sedangkan Erni dan Ria aku tidak tahu mereka akan pergi kemana. Ria dan Erni sudah pergi lebih dahulu dari pada Nafisa. Hari Minggu yang menyenangkan. Aku tidak akan buang-buang waktu lagi. Saat Nafisa sudah keluar rumah, aku akan menggeledah rumah ini. Mencari barang-barang berharga. Kalau si Naya, dia itu anak ingusan. Nanti akan aku suruh dia pergi juga. Aku suruh belanja ke warung atau menyuruhnya bermain. "Bu, aku nitip ibu dan Naya ya? Maaf kalau merepotkan," ucap Nafisa ketika akan berangkat menemui Laila."Iya, Naf. Kamu tenang saja. Ibu akan menjaga ibumu dan adikmu, Naya." Aku harus meyakinkan Nafisa agar dia percaya padaku sepenuhnya."Baiklah, kalau begitu, saya berangkat sekarang. Naya, kamu baik-baik di rumah ya? Jangan merepotkan Ibu Iis.""Iya, Kak," sahut bocah yang sedang memeluk bonekanya. Aku t
Read more
Bertemu Nafisa
PoV LailaMinggu ini, Nafisa mengajakku bertemu di salah satu pusat perbelanjaan. Damar tidak ikut, suamiku memilih di rumah, mengerjakan pekerjaan kantor. Sedangkan Salma ikut denganku, sekalian belanja kebutuhan untuk di rumah."Mbak, saya gak apa-apa pakai baju kayak gini?" tanya Salma saat kami dalam perjalanan. "Memangnya kenapa?" "Takut malu-maluin Mbak Laila," katanya sambil merunduk."Kamu ini ada-ada saja. Tidak apa-apa, Salma. Nanti aku ngobrol sama Nafisa, kamu belanja sendiri ya? Biar tidak buang-buang waktu.""Iya, Mbak."Mobilku masuk area parkir pusat perbelanjaan. Mematikan mesin mobil, kami turun dan berjalan beriringan masuk ke dalam. Handphone berdering, panggilan dari Nafisa."Kamu di mana, La?""Sudah masuk Mall. Kamu di mana?""Aku udah di tempat makan. Kamu langsung ke sini saja.""Oke!" Aku dan Salma berpencar. Salma ke tempat sembako dan kebutuhan rumah tangga lainnya, esedangkan aku naik ke lantai paling
Read more
Dirampok
PoV Laila"Kamu jangan nakutin deh, La! Masa sih Ibu itu tega menggasak barang-barang di rumahku?" Nafisa mengelak, dia tidak percaya kalau ibu angkatnya Haris suka mengambil barang-barang berharga. Aku menghela napas panjang. "Kalau di rumah kamu ada orang sih, mungkin enggak akan berani. Di rumah kamu ada siapa?" "Ibu aku sama ... Naya. Erni dan Ria lagi pergi ke toko buku.""Bukankah ibu kamu tidak bisa bergerak? Cuma bisa melihat dan mendengar?" tanyaku memastikan kabar yang tempo hari Nafisa ceritakan sebelum pindah ke Indonesia."Iya. Kenapa?""Astaga, Nafisa! Mending sekarang kita lihat keadaan rumah kamu deh! Aku curiga Bu Sarnih memanfaatkan keadaan," ucapku berusaha meyakinkan Nafisa.Nafisa ceroboh sekali. Membiarkan Ibunya yang tidak bisa apa-apa dan Naya yang masih kecil ditinggal berdua sama Bu Sarnih di rumahnya! Bagaimana kalau dugaanku benar? Aku tidak yakin kalau ibu sepenuhnya berubah. Buktinya waktu dia kumat gila
Read more
Beraksi Lagi
PoV Bu SarnihDi dalam mobil, aku tak henti tersenyum. Memeluk tas dengan erat. Rasanya hatiku sangat bahagia. Mendapatkan uang dan barang-barang berharga hanya dalam waktu kurang lebih satu jam. Hahahaha ....Aku memberitahu supir taksi ke salah satu hotel. Sementara waktu aku tinggal di sana dulu. Besok baru akan mencari penginapan. Uang Nafisa cukup untuk beberapa hari ke depan. Setelah mendapatkan tempat tinggal yang layak, barulah aku jual semua perhiasan Nafisa. Kemudian hasil penjualan perhiasan, aku simpan di Bank. Tiba di hotel, aku langsung membooking selama dua hari. Di dalam kamar, menghempaskan tubuh ke atas kasur empuk. Gelak tawaku membahana, memenuhi kamar hotel. Mengambil tas, mengeluarkan kembali uang dan perhiasan. Menghitung jumlah uang dan mengenakan perhiasan. Mematut diri di depan cermin, alamak ... Aku masih terlihat cantik! Pakaian Halimah yang bagus, aku kenakan. Untunglah, tidak kebesaran dan kekecilan. Sepertinya pakaian
Read more
Menggasak
PoV Bu SarnihAku harus menunggu Susi benar-benar terlelap. Sambil menunggu waktu, duduk di bangku meja rias. Kutatapi wajah Susi yang tenang. Sayang sekali, aku hanya memberinya dua pil obat tidur. Susi bodoh! Dia tidak dapat membedakan mana obat tidur, mana obat flu. Mungkin sudah menjadi takdirku, selalu dipermudah dalam segala urusan. Sudah sepuluh menit Susi terlelap. Sepertinya dia sudah tidur nyenyak. Aku berdiri, menyusuri pandangan ke seisi kamar. Tempat yang pertama kali aku geledah adalah lemari pakaian Susi. Sudah terbukti, kalau barang-barang berharga biasanya disimpan di sana. Contohnya Nafisa dan adiknya. Aku berjalan santai, membuka pintu lemari yang kuncinya memang tergantung. Pintu lemari sudah terbuka, senyumku langsung mengembang. Ada laci! Membuka laci tersebut, tidak ada perhiasan atau uang. Hanya terdapat kumpulan kertas mirip struk minimarket. Mengobrak-abrik, memeriksa kertas apa saja. Ya ampun, bukti tagihan listrik dan struk mi
Read more
Meninggalkan Rumah Susi
PoV Bu Sarnih"Iya, Pak. Walaupun baru saya beli beberapa bulan lalu, tidak masalah kalau saya jual. Jadi total semuanya berapa?"Aku tidak mau mereka semua lebih lama di rumah Susi. Khawatir kalau Susi terbangun dan tetangga kanan kiri menaruh curiga. Bisa gawat kalau hal itu terjadi. Pak Kuto menyebutkan nominal hasil penjualan barang-barang elektronik milik si janda gatel. Lumayanlah, lebih dari sepuluh juta. Setelah menyerahkan sejumlah uang, anak buah Pak Kuto mengangkut barang-barang tersebut ke dalam mobil pick up. "Terima kasih banyak, Bu. Kalau mau jual barang-barang elektronik lagi, jangan lupa hubungi saya," ujar Pak Kuto tersenyum. Aku hanya mengulum senyum, tidak menanggapi dengan kata-kata.Pak Kuto dan mobilnya pergi meninggalkan rumah Susi. Aku masuk ke dalam. Menyimpan uang ke dalam tas. Masuk ke kamar, melihat kondisi wajah si Susi. Ya ampun, wajah Susi seeprti Kepiting rebus. Merah merona. Terdapat bintik-bintik juga. Aku ber
Read more
Dilaporkan ke Polisi
PoV Laila"Nafisa, sabar ya?" Kupegang pundak kanan Nafisa, menuntunnya duduk di sisi ranjang. Air mata sudah membasahi kedua pipinya. "Kak! Ada apa?" Ria datang langsung bertanya, dia duduk di samping Nafisa. Meletakkan buku-buku di atas lantai. Tidak lama datang Erni. Adik ketiga Nafisa. "Kak Laila, Kak Nafisa kenapa? Kenapa Kak Nafisa menangis?" Belum sempat aku menjawab, Nafisa menghambur dalam pelukan adiknya. "Ria ... Maafkan Kakak ... Maafin Kakak ...." lirih Nafisa pada adiknya. Mungkin Nafisa merasa bersalah karena telah memasukkan Bu Sarnih ke rumah ini. Kasihan sekali Nafisa. Bu Sarnih benar-benar tidak berubah. Padahal dia sudah pernah mengalami gangguan kejiwaan. Ria melepaskan pelukan, menatap wajah Nafisa dengan lekat. Memegang kedua pundak Nafisa. Kakak kandung Haris itu hanya merunduk sambil terisak."Kak, ada apa? Kenapa Kakak menangis? Kak Laila kenapa Kak Nafisa menangis?" Tatapan Ria beralih padaku. Ia menu
Read more
Makan Malam
PoV Bu SarnihHahahha ... Hatiku sangat bahagia. Di dalam tas ini, uangku saaaaaangat banyak! Sekarang hidupku sudah banyak uang! Aku jadi orang kaya sungguhan. Hahahaha ....Menghempaskan tubuh ke atas kasur, merentangkan kedua tangan, menatap langit-langit kamar hotel. Mulai besok, aku akan mencari tempat tinggal baru. Tidak mungkin selamanya di hotel. Aku ingin mencari rumah yang dapat dicicil tiap bulan. Pembayaran tiap bulannya, aku akan mencari target-target bodoh seperti Nafisa dan Susi!Ngomong-ngomong soal Susi, sekarang dia sudah sadar belum ya? Aku tidak dapat membayangkan jika ia sudah terbangun seperti apa reaksinya. Apalagi wajahnya sangat merah, ditambah bintik-bintik. Iiih ... Menyeramkan! Belum lagi, jika Susi telah menyadari, barang-barang di rumahnya hilang! Dia pasti tambah terkejut dan frustasi. Ah ... Semoga saja si Susi jadi sakit jiwa! Hilang akal warasnya! Terus, dia masuk rumah sakit jiwa deh seperti aku dulu! Kalau mengingat tem
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status