All Chapters of Four Moons: Chapter 21 - Chapter 30
49 Chapters
#21 Mencintai dengan Penuh Kecemasan
Bu Niken pulang ke rumah dengan tidak sabar, karena beliau ingin menceritakan tentang kejadian tadi kepada suaminya. Bu Niken merasa percaya diri karena menurut beliau hubungannya dengan pak Surya sudah membaik, dan sudah tidak aneh jika mereka berdua saling bertukar cerita semacam itu. Bu Niken bersenandung dengan riang, sambil menunggu kemacetan yang ada habisnya. Jika biasanya bu Niken uring-uringan pada saat terkena kemacetan panjang seperti ini, kali ini bu Niken menikmatinya dengan baik. Tiba-tiba ponsel milik bu Niken berbunyi, dan layar menunjukkan nomor yang tidak dikenal oleh bu Niken. Sebenarnya bu Niken sempat ragu untuk menjawab telepon tersebut, tapi karena takut telepon tersebut merupakan hal yang penting, jadi beliau mengangkatnya. “Halo?” bu Niken menjawabnya dengan penuh tanda tanya. Sempat terjadi kesunyian sejenak di seberang sana, namun samar-samar bu Niken bisa mende
Read more
#22
Setelah kurun waktu 12 jam telah terlewati, akhirnya pak Surya sadar dan begitu beliau membuka kedua matanya, ada sosok bu Niken di depannya. Pak Surya segera meminta maaf kepada bu Niken, karena beliau melihat kedua mata istrinya itu berkaca-kaca. Setelah itu beliau menceritakan kronologi bagaimana beliau bisa sampai menjadi korban tabrak lari. Dan ternyata, pada saat itu pak Surya hendak menyeberang untuk bertemu dengan temannya yang sudah menunggu di kafe dekat kantornya. Namun, celakanya ketika pak Surya menyeberang, tiba-tiba ada sebuah motor yang dikendarai secara ugal-ugalan oleh seorang anak yang sepertinya masih berusia di bawah umur. “Terus bagaimana bisa Ayah luka sampai separah ini?” kedua mata bu Niken masih berkaca-kaca. “Pada saat aku hendak menghindar, sudah terlambat, dan kepalaku terbentur di aspal dengan cukup kencang, untungnya semua warga yang ada di sekitar situ langsung berusaha k
Read more
#23
Setelah merasa semua barang sudah dibawa, bu Niken kembali ke mobilnya dan berangkat ke rumah sakit lagi untuk menemui dan menjaga suaminya. Di perjalanan, bu Niken melihat toko-toko yang ada di sekelilingnya, karena memang sekarang jalanan seperti biasa sedang macet-macetnya. Sambil menunggu jalanan kembali lancar, bu Niken bersenandung pelan. Bu Niken sudah agak tenang dibanding semalam, karena beliau merasa kondisi pak Surya sudah mendingan. Tadi pagi, bu Sinta sempat mengajak bertemu bu Niken, tentu saja bu Niken menolak ajakan tersebut dengan cara yang sopan. Bu Niken menolak ajakan bu Sinta, yang katanya juga akan bertemu dengan bu Tia untuk saling sharing. “Ini ada apaan sih di depan, lama banget,” keluh bu Niken, karena sudah lebih dari 30 menit mobil yang dikendarainya tidak bergerak sama sekali. Meskipun awalnya bu Niken terlihat tenang, tetapi lama-kelamaan bu Niken mulai mengkhawatirkan kondisi su
Read more
#24
Sepulang dari rumah sakit untuk menjenguk suami bu Niken yaitu pak Surya, bu Tia langsung menuju rumahnya tanpa mampir ke suatu tempat lagi. Sejujurnya, bu Tia termakan omongan bu Niken, yang beliau tahu hanya diucapkan untuk memanas-manasi bu Tia. Bu Tia sempat berpikir, mengapa tiba-tiba bu Niken berusaha memanas-manasi dirinya, padahal menurut beliau, dirinya tidak melakukan sesuatu yang bisa menjadi alasan untuk bu Niken berlaku seperti itu. Bu Tia sampai di rumahnya, dan karena beliau melihat pak Andrian belum pulang, jadi bu Tia menghampiri kamar Bita terlebih dahulu untuk bermain dengan anak semata wayangnya itu. Namun, pada saat bu Tia hendak membuka pintu kamar Bita, sosok pengasuh Bita keluar dari kamar tersebut. “Oh Ibu sudah pulang? Bita barusan tertidur Bu,” pengasuh Bita memberitahu bu Tia bahwa Bita saat ini sedang tidur. Bu Tia tersenyum mendengar kalimat tersebut, karena
Read more
#25
Bu Sinta datang ke sanggar dengan mengendarai mobilnya sendiri. Tadi pagi, bu Sinta sempat mampir ke rumahnya yang dulu, untuk menjenguk Zahra sejenak. Yang sangat disyukuri adalah, ketika bu Sinta baru sampai di depan rumah, Zahra ada di depan rumah untuk menunggu mobil antar-jemputnya, bersama bibi pengasuhnya. “Zahra,” sapa bu Sinta ketika turun dari mobilnya. Begitu melihat bundanya ada di depannya, tentu langsung membuat Zahra menghambur ke pelukan bu Sinta. Zahra dan bu Sinta saling berpelukan dengan cukup lama, sampai pelukan tersebut dipisahkan oleh bibi pengasuh Zahra, dengan alasan Zahra sudah waktunya berangkat sekolah. Padahal, bu Sinta sangat tahu kalau mobil antar-jemput anaknya itu belum sampai. “Maaf Bu, tapi Zahra sudah rapi jadi tolong jangan dibuat berantakan lagi,” meskipun bibi pengasuh Zahra berusaha dengan keras untuk berpura-pura bersikap sopan, akan tetapi tetap saja bu Sinta merasa apa yang d
Read more
#26 Pelukan Hangat yang Menenangkan
Bu Sinta tidak bisa berhenti memikirkan ucapan Hani tadi, bagaimana bisa urusan rumah tangganya diketahui oleh semua guru Zahra. Bu Sinta mencoba mencari alasan yang paling masuk akal dari hal tersebut. Dan ketika bu Sinta mencari alasan tersebut, bu Sinta hanya bisa berpikir pak Helmilah yang mengatakan tentang permasalahan itu ke salah satu guru Zahra. Karena, menurut sepengetahuan bu Sinta, pak Helmi cukup dekat dengan salah satu guru Zahra yang bernama bu Yolinda.   Tanpa sadar, bu Sinta tidak pulang ke rumah orang tuanya, tapi beliau justru memasuki area parkir hotel yang sering beliau kunjungi. Ketika sadar akan sikap dan keputusan bawah sadarnya itu, bu Sinta sempat berpikir apakah yang dilakukannya ini sudah benar. Bu Sinta tak kunjung keluar dari mobilnya, beliau terus menundukkan kepalanya ke setir mobil.   Tak lama kemudian, bu Sinta akhirnya turun dari mobil dan semakin membulatkan tekadnya untuk terus mengikuti isi hatinya. Seba
Read more
#27
Hari ini bu Aliyah ada janji dengan salah satu ibu dari temannya Dania, meskipun awalnya bu Aliyah merasa sedang tidak ingin bertemu orang lain, tapi akhirnya bu Aliyah memilih tetap menemui ibu teman Dania tersebut. Sesampai di tempat mereka bertemu, ternyata bu Aliyah datang lebih dulu. Cukup lama bu Aliyah menunggu sampai ibu dari teman Dania tersebut datang. Bu Aliyah terus meminum minumannya sambil melamun ke arah depan kafe. Ketika bu Aliyah sedang melamun itu, terlihat sosok bu Sinta yang sepertinya sedang berteleponan dengan suaminya, karena bu Sinta terlihat sangat bahagia. Ketika bu Aliyah berniat untuk menyapa bu Sinta, bu Aliyah mengurungkan niatnya itu karena ternyata ibu dari teman Dania sudah tiba. Dan begitu bu Aliyah menoleh kembali ke arah tempat bu Sinta tadi, bu Aliyah sudah tidak bisa melihat sosok bu Sinta disana. “Maaf ya Bu, saya telat.” Ucapan yang dilontarkan oleh ibu teman Dania itu
Read more
#28
Hari ini bu Aliyah dengan sengaja mengajak jalan rekan-rekan sanggarnya karena ada sesuatu hal yang perlu beliau tanyakan kepada mereka. Tak seperti biasanya, bu Aliyah kali ini berdandan secantik mungkin untuk bertemu mereka. Entah kenapa bu Aliyah merasa harus mengubah perilakunya yang selama ini tidak terlalu mementingkan penampilannya. Bu Aliyah memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri dan tidak diantar sopirnya seperti biasa. Ketika sudah sampai di tempat tujuan, bu Aliyah bisa melihat sosok bu Sinta sudah ada disana, dengan penampilannya yang sangat cantik dan seperti anak muda. Bu Aliyah pun segera menghampiri bu Sinta. “Yang lain belum datang Bu?” tanya bu Aliyah kepada bu Sinta yang sedang meletakkan ponselnya ke tas jinjingnya. Bu Sinta menoleh dan mengangguk. “Iya Bu, saya tadi sudah hubungi bu Tia katanya sudah mau sampai,” ucap bu Sinta. Setelah itu terjadi kehe
Read more
#29
“Apa kamu membutuhkan bantuanku untuk membawa Zahra kembali ke pelukanmu?” tanya pak Rio sembari memeluk tubuh bu Sinta yang sedang menangis karena terlalu merindukan buah hatinya. Bu Sinta menengadahkan wajahnya untuk menatap kedua mata pak Rio yang juga sedang menatap bu Sinta dengan tatapannya yang penuh dengan kelembutan dan kasih sayang. Tidak lama kemudian, bu Sinta menggelengkan kepalanya untuk menolak usulan pak Rio. “Aku akan berusaha sendiri sebisa mungkin.” Nada suara bu Sinta terdengar sedikit tidak yakin, meski di sela-selanya ada keyakinan yang lebih memenuhinya. “Kalau kamu membutuhkan bantuanku, aku akan membantumu segenap mungkin. Aku akan mencari cara supaya kamu bisa mendapatkan kebahagianmu lagi yang sudah hilang selama ini,” raut wajah dan intonasi pak Rio penuh dengan keseriusan. Bu Sinta semakin mempererat pelukannya. “Jika sekiranya ak
Read more
#30
Sanggar terlihat lebih sepi dari biasanya, bu Sinta awalnya mencurigai tentang hal tersebut, tetapi karena ternyata pada saat beliau masuk, Sanggar tidak terlihat sesepi yang ada di pikirannya, jadi bu Sinta mengabaikan pikiran sebelumnya. “Bu,” sapa bu Sinta kepada bu Aliyah, bu Niken, dan bu Tia yang sudah sampai duluan. Mereka bertiga balik menyapa bu Sinta dengan senyuman. “Ini sudah sampai mana kelasnya, maaf saya tadi ada keperluan jadi telat,” bu Sinta menunjukkan sikap perasaan bersalahnya dengan tulus. “Masih baru kok Bu, bu Yanti juga baru sampai,” jawab bu Tia. Bu Yanti adalah guru merajut di Sanggar Seni Kenangan. Mendengar jawaban dari bu Tia, bu Sinta bernapas lega, dan akhirnya beliau langsung duduk di samping bu Aliyah yang lagi fokus merajut kain di depannya. Karena bu Sinta tidak ingin mengganggu aktivitas rekan-rekannya itu,
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status