Four Moons

Four Moons

Oleh:  Sung Rae Ri  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
45 Peringkat
49Bab
2.7KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Rencana awal liburan untuk bersenang diri, nyatanya liburan itu menjadi petaka bagi 2 keluarga. Hanya dalam jangka waktu 6 bulan saja, "Sanggar Seni Kenangan" menjadi tempat yang sangat membekas hingga menimbulkan sebuah trauma bagi beberapa orang di dalamnya. Apa yang terjadi di "Sanggar Seni Kenangan" hingga berubah menjadi tempat yang meninggalkan luka? Dan apa yang terjadi di liburan itu, hingga mampu merusak hubungan antara 2 keluarga sekaligus?

Lihat lebih banyak
Four Moons Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Sepenuhnya.Manusia
Semangat kak nulisnya! Semoga banyak yg baca, Amin...
2022-03-18 20:54:58
2
user avatar
Purpelo
kalimatnya bagus, nyaman di baca. next up kak
2021-11-04 17:06:50
1
user avatar
Li Na
kerenn. semangat lanjut Kak ...
2021-10-08 07:30:35
1
user avatar
Cadburry♥
Penasaran :" lanjut ya ka!
2021-09-24 21:26:16
2
user avatar
Ryuzy_hdr
kereen. bikin penasaran nih, lanjut kakak
2021-09-23 15:06:07
1
user avatar
elhrln
masih penasaran, lanjutt
2021-09-21 06:51:03
1
user avatar
Andi Sasa
Amazing. Good luck sis
2021-09-20 22:39:08
1
user avatar
Miss Yuka 85
semangat kak
2021-09-20 21:50:55
1
user avatar
I'm okay
Menarik sekali kak!
2021-09-20 11:23:56
2
user avatar
Nicholas Underwood
Cerita yang menarik Kak.
2021-09-20 10:23:24
1
user avatar
Senja99
Semangat thor
2021-09-20 05:27:44
1
user avatar
Penulis Lepas
Wah keren nih cerita, lanjutkan lagi
2021-09-20 04:35:25
1
user avatar
Aksara Rindu
Semangat Thor
2021-09-19 21:07:59
1
user avatar
Intan lestari
Semangat kak ...
2021-09-19 21:01:50
1
user avatar
Dian Apriria
Segera lanjut, dong, Thor... Suka banget ceritanya...
2021-09-17 19:51:25
1
  • 1
  • 2
  • 3
49 Bab
#1 Sanggar Seni Kenangan
  Sebuah sanggar seni dibangun di tengah-tengah kota yang ramai. Desas-desus tentang sanggar seni itu sudah menyebar di banyak telinga, bukan karena keburukannya, namun karena kehebatannya yang selalu menorehkan prestasi dari kalangan usia yang tidak menentu. Pemilik sanggar seni ini memang sengaja tidak memberikan batasan usia untuk siapapun yang ingin mendaftar disini, karena beliau merasa semua orang berhak berkreasi dengan ide-idenya yang sudah tertanam di pikirannya.   Desas-desus tentang sanggar seni yang bernama ‘Sanggar Seni Kenangan’ ini juga mampir ke telinga ibu rumah tangga muda yang bernama Sinta, dan saat pertama kali mendengar tentang sanggar seni itu, bu Sinta langsung merasa seperti beliau sudah mengenal baik sanggar seni itu, beliau merasa dekat dan ingin segera mengunjunginya.   Setelah beberapa kali rencananya gagal untuk mengunjungi sanggar seni yang terkenal itu, akhirnya hari ini bu Sinta bisa melowongkan
Baca selengkapnya
#2
Karena hari ini adalah hari Sabtu, bu Niken pulang kerja pada jam 12 siang. Bu Niken tidak langsung pulang ke rumahnya begitu saja, beliau pergi ke sanggar seni kenangan seperti hari Sabtu sebelum-sebelumnya. Dalam perjalanannya menuju ke sanggar, bu Niken tadi sempat menghubungi bu Aliyah, apakah beliau juga akan pergi ke sanggar dan memintanya menanyai bu Tia juga, dan ternyata jawabannya adalah mereka berdua juga sedang dalam perjalanan menuju sanggar. Setelah mematikan teleponnya, bu Niken memasukkan kembali ponselnya ke tas selempangnya, lalu beliau mulai memanaskan kembali mesin mobilnya yang tadi sempat ia hentikan di pinggir jalan untuk menelpon bu Aliyah.   Sesampai di sanggar, bu Niken mendapati bu Aliyah dan bu Tia sudah berada disana dan sedang berbincang dengan pemilik sanggar, bu Larni. Bu Niken menghampiri mereka bertiga, lalu menyapanya begitu sampai di dekat mereka.   “Jalanan macet ya?” tanya bu Aliyah pada bu Niken.
Baca selengkapnya
#3
Hari Sabtu yang cerah akhirnya tiba juga, hari yang sudah ditunggu-tunggu oleh bu Aliyah, bukan karena apa, hanya saja beliau sudah tidak sabar menyalurkan hobinya bersama teman-temannya. Bu Aliyah berjalan menuju ruang keluarga sembari memegang nampan yang di atasnya terletak gelas yang berisikan kopi hitam. Sesampai di ruang keluarga, bu Aliyah meletakkan gelas itu ke meja yang berada di depan suaminya. “Hari ini bunda ke sanggar lagi?” tanya suami bu Aliyah tanpa melihat ke arah bu Aliyah, beliau tetap memfokuskan kedua matanya ke arah koran yang sedang dibacanya. Bu Aliyah duduk di samping suaminya. “Iya, kan aku udah lama nggak kesana, ini mumpung semua bisa datang, biasanya pasti ada aja yang nggak bisa karena kesibukannya masing-masing.” Bu Aliyah tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Suami bu Aliyah meletakkan koran yang tadi dibacanya ke meja depannya, lalu belia
Baca selengkapnya
#4
Sinar matahari telah menembus tirai kamar bu Tia dan suaminya, sehingga bu Tia segera terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Sesaat bu Tia membuka kedua matanya dan mengakhiri mimpi indahnya, sosok suaminya yang masih tertidur pulas langsung muncul di hadapannya. Sejak awal mereka menikah, hingga masuk ke tahun 4 sekarang ini, bu Tia tidak pernah bosan untuk memandangi wajah tampan suaminya tersebut. Meskipun jam dinding sudah menunjukkan pukul 6 pagi, dan hal ini berarti bu Tia telah memandangi suaminya itu selama setengah jam, bu Tia masih enggan untuk beranjak dari tempat tidurnya. Setiap bu Tia memandangi wajah suaminya secara diam-diam seperti ini, bu Tia selalu bernostalgia ke momen dimana mereka pertama kali bertemu. Bu Tia pertama kali bertemu dengan suaminya pada saat bu Tia sedang mengerjakan kerjaannya di sebuah kafe terpencil di daerah kampung halamannya, Bandung. Awalnya, bu Tia tidak memperhatikan kehadiran laki-laki tampan ters
Baca selengkapnya
#5
Di pertemuan atau kelas selanjutnya, bu Niken izin dengan alasan urusan keluarga. Bu Larni pun mengizinkan bu Niken tanpa menanyakan lebih lanjut mengenai alasannya.   “Tadi bu Niken ngomong apa ke kamu?” Bu Aliyah yang sedang beristirahat di ruangan bu Larni mencoba mencari tahu mengenai alasan bu Niken tidak masuk kelas hari ini.   Bu Larni yang sedang membereskan rak bukunya hanya bisa menjawabnya dengan singkat. “Katanya ada urusan keluarga yang tidak bisa ditinggalkan, jadi terpaksa beliau tidak bisa masuk hari ini.”   Rasa ingin tahu bu Aliyah tidak berhenti sampai disitu, meskipun bu Larni sudah menjawabnya dengan cukup jelas, bu Aliyah tetap bersikeras untuk mengorek lebih dalam mengenai kehidupan bu Niken.   “Menurutmu urusan keluarga seperti apa yang sampai tidak bisa ditinggalkan? Bukannya bu Niken tidak punya anak, jadi apa yang sampai mendesaknya seperti itu.” Bu Aliyah tidak sedikit pun
Baca selengkapnya
#6 Liburan yang Tak Diinginkan
“Bagaimana kalau kita liburan ke puncak sama-sama?” usul bu Aliyah pada saat pertemuan kelas selanjutnya yang telah dihadiri bu Niken dan bu Sinta juga, jadi formasi 4 sekawan dalam Sanggar Seni Kenangan sudah lengkap.   “Kita berempat, Bu?” Bu Tia balik bertanya ke bu Aliyah sang pemberi usul.   “Kalau saya sih sarannya mending sama keluarga masing-masing, ajak suami dan anak masing-masing, biar nanti suasana jadi lebih rame, anak-anak kita juga jadi bisa berteman.” Bu Aliyah terdengar sangat antusias.   Mendengar ucapan bu Aliyah barusan, membuat bu Sinta dan bu Niken menjadi gelisah. Memang mereka berdua bisa saja menolak ajakan tersebut dengan sopan, tapi ucapan bu Aliyah selanjutnya membuat bu Sinta dan bu Niken tidak sanggup menolak.   “Kita bertiga dari dulu nggak pernah liburan bareng kan, padahal udah kenal selama 1 tahun lebih, jadi ini kesempatannya buat kita lebih kenal satu sama lain. Ap
Baca selengkapnya
#7
Hari ini bu Sinta sedang keluar bersama suaminya dan Zahra, anak tercintanya. Mereka bertiga pergi untuk belanja bahan makanan dan rumah tangga lainnya di supermarket terdekat. Zahra terlihat sangat bahagia begitu mendengar dirinya akan pergi bersama bunda dan ayahnya, karena sudah lama mereka bertiga tidak pergi bersama. “Bunda, nanti aku mau es krim cokelat ya,” pinta Zahra pada saat mobil yang dikendarai oleh pak Helmi -suami bu Sinta- sudah melaju dengan kencang. Bu Sinta yang duduk di bangku depan samping bangku pengemudi alias samping suaminya itu langsung menolehkan kepalanya ke arah Zahra. “Iya, Nak. Disana nanti cari semua yang kamu inginkan.” Bu Sinta menatap anaknya dengan penuh kasih sayang. Mendengar jawaban dari Bundanya itu, Zahra langsung berteriak happy. Raut wajah Zahra benar-benar bersinar cerah. Melihat raut wajah anaknya itu sumringah sekali seperti itu, bu Sinta juga ikut sen
Baca selengkapnya
#8
Akhirnya, setelah sekian lama merencanakan liburan yang dinanti-nanti itu, keempat keluarga bisa berangkat liburan juga. Mereka memutuskan untuk menyewa bus kecil untuk berangkat ke puncak. Malam sebelum hari keberangkatan, bu Aliyah tidak bisa tidur, karena beliau terlalu excited menunggu hari liburan. Bahkan, tingkah laku bu Aliyah yang tidak biasa itu sempat ditegur oleh suaminya, pak Rio. “Bunda kenapa sih, kok nggak tidur-tidur dari tadi?” Nada suara pak Rio bercampur antara kesal dengan penasaran. Bu Aliyah yang awalnya mengira suaminya sudah tidur, langsung meletakkan ponselnya dan menoleh ke arah suaminya. “Aku tidak pernah merasa seantusias ini sebelumnya, tapi entah kenapa kali ini aku merasa sangat antusias sampai tidak bisa tidur,” ucap bu Aliyah. Lalu beliau melanjutkan, “Apalagi Ayah sama anak-anak mau ikut, aku jadi makin bahagia.” Nada suara bu Aliyah terdengar sangat m
Baca selengkapnya
#9
Bus terus melaju dengan keceriaan yang terdapat di dalamnya. Anak-anak tidak pernah berhenti tertawa dan bermain bersama. Bahkan, Zahra yang biasanya menjadi anak yang pendiam, kali ini terlihat sangat aktif dan tawanya pun terus terlihat. “Zahra umur berapa, Bu?” Tanya bu Aliyah kepada bu Sinta yang sedang duduk bersama suaminya. Karena bu Sinta sedang berbicara dengan pak Helmi, sehingga beliau tidak sedang melihat ke arah bu Aliyah, jadi bu Sinta sedikit kikuk ketika mendapat pertanyaan dadakan itu. “4 tahun Bu, Desember ini nanti dia ulang tahun yang ke-5.” Jawab bu Sinta setelah membalikkan badannya untuk melihat ke arah bu Aliyah yang duduk di sampingnya. Setelah itu, perbincangan terus berlanjut. Dari mulai perbincangan tentang kehidupan rumah tangga, hingga kehidupan pekerjaan kembali mereka perbincangkan. Namun, yang menjadi perbedaan adalah, sekarang ada sosok Hani d
Baca selengkapnya
#10
Hari telah berganti, dan matahari telah menyapa semua orang kembali. Satu per satu para penikmat liburan telah terbangun dari tidurnya dan mulai mencari kesibukannya masing-masing.   “Gimana Bu, apakah nyenyak tidurnya?” Tanya bu Tia kepada bu Sinta dengan memegang cangkir yang berisikan latte. Bu Tia memang terkadang harus meminum kopi di pagi hari, supaya kondisinya tetap merasa semangat sampai akhir hari.   “Syukurlah Bu, anak sama suami nyaman tidur disini, saya pun jadi tidak perlu kepikiran.” Bu Sinta menjawab pertanyaan bu Tia tanpa memberikan jawaban utamanya.   “Bu Aliyah bisa dibilang sangat cermat mencari vila yang pas,” kali ini bu Tia mengucapkan kalimat tersebut tanpa ditujukan untuk siapa pun, karena memang sebenarnya itu adalah hanya gumamannya saja yang secara tidak sengaja dikeluarkan dengan suara yang agak kencang.   “Makasih Bu pujiannya,” tidak ada yang melihat kehadiran bu Aliya
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status