All Chapters of Let's Play With Me: Chapter 41 - Chapter 50
71 Chapters
THE NEW ZERO O'CLOCK
"Kau mau anggur?" tawar Shea sambil mengangkat botol anggur yang sudah habis setengah. "Tidak. Aku lebih suka kopi," tolak Cora sambil mengangkat cangkii  lalu menyeruput kopi hitam kesukaannya. Kopi yang dia dapat dari kedai yang berhasil menggeser racikan dari barista langganannya sebelumnya. Kedai di dekat kampusnya yang juga milik Tn. Warren, lebih ia sukai akhir-akhir ini. Mereka sedang berbincang-bincang di rumah Shea, tepatnya duduk di balkon sambil menikmati cahaya bulan. "Ngomong-ngomong, kau sudah dapat ide untuk permainan Zero O'clock?" tanya Shea mulai masuk ke inti pembicaraan. Mereka ingin cepat-cepat memulai perjudian ciptaan mereka sendiri. "Mungkin tidak akan jauh-jauh dengan permainan sebelumnya. Intinya kita buat peserta mencari kartu pair saja, tapi dengan cara yang berbeda. Tidak lagi menggunakan kue kering dan botol wine lagi," usul Cora. "Kita harus me
Read more
PENYEGELAN
Tumpukkan kaset-kaset tua sudah menggunung di keranjang Cora . Beranekaragam jenis pencipta, genre, dan juga tahun sudah berkumpul di san. Cora sangat semangat mengumpulkannya. Koleksi itu bukan hanya untuk Cora dengarkan sendiri, melainkan akan menjadi media perjudian yang akan dijalankannya.   “Ini sudah sangat banyak, apalagi yang kau cari?” keluh Shea. Rasa pegal sudah mulai menyerang otot-ototnya. Hampir 5 jam mereka berpindah-pindah toko antik demi mencari itu. Puluhan rak sudah mereka jelajahi, namun Cora masih tak berhenti melakukannya. Seolah tenaga Cora tak pernah habis.    “Sekalian Shea. Lagipula kaset ini juga menjadi incaran kolektor lain. Daripada nanti kehabisan,” balas Cora, masih fokus memilih kaset-kasetnya.   “Ini sudah cukup banyak, belum lagi yang ada di mobil.” Shea terus mengomel agar Cora mau mendengarkan isi hatinya.   “Baiklah-baiklah, kit
Read more
TEMPAT BARU
“Kau yakin mau membeli tempat ini?” tanya Shea ragu. Dia dan Cora kini sudah berada di cafe klasik yang pernah dikunjunginya saat di pasar malam waktu itu. “Tentu saja. Lagipula tempat ini memang untuk berjudi. Dan setahuku tak ada polisi yang pernah mengobrak tempat ini,” jawab Cora dengan yakin. “Iya, juga.” Shea belum tahu kalau cafe ini juga milik Tn. Warren. Dia juga tidak tahu, kalau sebelum hari ini Cora sempat membahas tentang cafe yang menjadi plan B jika gedung Flash House disita. Dan si pintar Cora, hari ini datang hanya untuk berpura-pura membeli tempat yang memang sudah diberikan untuk Cora. “Kau sudah membawa uangnya, kan?” “Iya, aku bawa.” Cora meletakkan koper berisi uang puluhan miliar dari hadiah kemenangannya kemarin, ke atas meja. “Kau sudah mau semester 2 ya?” tanya Shea yang tiba-tiba mengalihkan pembicaraan
Read more
PERSIAPAN
Suasana ramai yang identik dengn cafe klasik di tengah-tengah pasar malam yang sekarang menjadi milik Cora, hari ini tak terlihat lagi. Cafe itu sangat sepi detik ini. Di dalamnya hanya tersisa para pegawai yang  berjejer membentuk satu barisan di depan Shea dan Cora. “Aku sudah mengurus kepemilikan cafe ini. Dan sekarang aku ingin menjelaskan peraturan baru yang harus kalian jalani mulai sekarang,” kata Cora membuka percakapan. “Jadi dengarkan baik-baik,” lanjut Shea. “Kau akan meneruskan cafe ini?” tanya Yoland, satu-satunya barista perempuan dari 3 barista lainnya. “Ya. Tn. Warren yang memberikannya sendiri padaku,” jawab Cora seadanya. Beberapa tukang, mulai mengisi cafe dengan meja gambling yang cukup besar dan cukup mencolok. Walaupun cafe ini memang sering digunakan untuk berjudi, meja yang digunakan hanya meja biasa.
Read more
PRIA ASING
“Hai, Cora. Sudah lama tidak melihatmu,” sapa pria itu setelah mendudukkan dirinya di hadapan Cora. Mendengar kalimat itu, Cora langsung mengalihkan pandangannya dari cangkirnya untuk mengamati wajah pria itu. Setelah lama membolos dari perkuliahan, Cora jadi lupa dengan teman-temannya. Apalagi di awal-awal kuliah, dia lebih sering menyendiri untuk menutupi KDRT yang menimpanya. “Kita pernah sekelas?” tanyanya. Dia tidak ingat sama sekali dengan pria itu. Dia juga tidak merasa pernah melihat wajahnya. “Ternyata kau tidak mengingatku,” kekeh pria itu. Cora jadi malas menggubris pria itu dan memilih kembali menikmati kopi pesanannya. Dia merasa sangat terganggu. Sebenarnya niatnya ke cafe ini untuk menenangkan pikirannya dan tak ingin bicara dengan siapapun. “Kau sekarang terlihat lebih segar,” sahut pria itu lagi sambil menatap dalam mata Cora.&n
Read more
MINI PARTY
“Aku memang tak pernah melihatmu,” elak Cora dengan tatapan yakinnya. Dia tidak mungkin salah. Wajah Rexy tak pernah melintas di depan matanya, apalagi sekelas dengannya. “Tidak. Kita sering bertemu. Sangat sering,” ucap Rexy dengan nada lembut dan tatapan intens-nya. Cora membuang mukanya karena tatapan yang diberikan Rexy. Bukan salting, malas saja melihat tatapan seperti itu tapi bukan dari mata Max.  “Kau mau jalan kapan?” Rexy mengulum senyum, menelan kecewa sambil melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Ternyata yang dikatakannya benar. Cora adalah orang yang berkepribadian dingin. “Mulai sekarang kalau kau butuh bantuan, kau bisa menghubungiku,” tawarnya.   “Tingkahmu sangat mencurigakan,” sahut Cora masih enggan bertatapan lagi dengan Rexy. “Perubahan sikapmu juga karena sesuatu, kan?” b
Read more
SUDAH WAKTUNYA
Cora mendekati mobil yang sama dengan milik Axel dulu. Dia menekan tombol di kuncinya sebelum membuka pintu dan masuk. Sebelum melajukannya, dia mengamati tiap sudut mobil itu. Mencari kamera yang mungkin saja sengaja dipasang untuk mengawasinya. Ya, setakut itu dia dengan rencana Tn. Warren yang sama sekali belum tercium olehnya. Ternyata Cora tak menemukan apapun  yang mencurigakan. Mobil ini benar-benar kosong. Hanya ada beberapa permen kopi di laci kecil yang ada di sebelah setir mobil. Dia kemudian mencomot permen itu sebelum melajukan mobil ke apartemennya. Dari kejauhan 50 meter, masih ada Rexy yang memang menanti mobil itu berjalan. Melihat mobil pemberiannya sudah jalan menjauh, dia baru melangkah kembali pulang ke apartemennya. Dia tinggal di apartemen yang tak jauh dari tempat pertemuan yang Cora gunakan tadi. Cukup berjalan kaki 5 menit, dia sudah berada di rumah. “Bagaimana Rex
Read more
JUAL CURANG
Cora mengawali pagi ini dengan pergi ke kampus. Masih hari yang sama dengan hari pertama, ia membuka perjudiannya. Dia memang sudah terbiasa langsung beraktivitas di pagi hari tanpa tidur sedikitpun. Jam tidurnya memang sering terbalik. Apalagi kebiasannya yang sering minum minuman bercafein saat malam hari. Alhasil walau hari sudah gelap, ia tak merasakan kantuk sama sekali. Tubuhnya baru bisa tidur tengah hari, tepat setelah dia pulang kuliah. Sebenarnya dia sudah tidak ada niat untuk melanjutkan kuliahnya hingga lulus menjadi sarjana kedokteran lagi. Alasan sekarang dia masih datang ke kampusnya adalah untuk mencari tahu di mana Finn sekarang. Tak peduli dia menjilat ludahnya sendiri, dia ingin segera bertemu dengan Finn. “Akhirnya selesai juga,” lega Cora setelah dosen mengucapkan kalimat terakhir untuk menutup kelasnya. Dia langsung membereskan buku-buku yang sama sekali
Read more
KEANEHAN-KEANEHAN
“Call! Berikan aku 5 chips lagi,” potong Chelsea sambil memanggil asistennya untuk membayar chips tambahannya itu. “Baiklah, kita tutup di 15 chips. Selanjutnya, pemain silahkan memakai headseat kalian dan tentukan dua tombolnya.” Cora membalik jam pasir, mempersilakan mereka menentukan kartu pair-nya. Vita langsung menekan 2 tombol yang ia dapat dari kode Aidan dengan sangat yakin, tanpa mendengarkan lagu-lagu yang lain. Bahkan sebelum 60 detik berakhir. Sedangkan Chelsea, masih sibuk menerka-nerka lagu lawas itu. Dia sudah mempelajari lagu-lagu di permainan sebelumnya tapi ternyata hari ini alurnya jauh berbeda.    "Waktu habis! Panitia silahkan cek kartunya. Untuk pemain, selamat menikmati minuman kami hari ini," kata Cora mengistirahatkan pemain. Vita dengan santai menikmati minuman yang diracik spesial itu, sambil tersenyum. Dengan saba
Read more
DUA TOMBOL
Sesuai tujuan Rexy tadi, dia mulai memasang kaset pada walkman Cora untuk mengungkap sedikit trik dari perjudian Zero O’clock nanti malam. Dengan penuh harap, dia berusaha memenangkan perjudian itu. “Oke, jadi aku harus mulai dari mana?” gumam Rexy sambil mendudukkan pantatnya di ranjang tanpa divan, lalu menyeret kotak berisi kaset-kaset lawas. Dia mulai memperhatikan satu-satu kaset dengan berbagai genre, penyanyi, dan pencipta. Iseng dia mengambil satu kaset dengan asal, memasangnya di walkman untuk mendengarkannya. Satu lagu selesai, dan secara otomatis walkman itu memutar lagu kedua. Masih di kaset yang sama dan penyanyi yang sama. “Astaga… Lagunya sangat membosankan,” keluh Rexy setelah menghabiskan semua lagu di satu kaset itu. Dia mengganti kaset tadi dengan kaset yang lain. Kaset selanjutnya yang ia pilih, ternyata genrenya tidak jauh berbeda dengan kaset pertama. Sama-sama g
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status