All Chapters of Yuk, Nikah!: Chapter 51 - Chapter 60
88 Chapters
Menjemput Nyak Marni
Mendengar beberapa suara mendekat ke arah kami, aku yang sedang merasakan debaran hati dari dekapan kecil Vivi, segera melepas pegangan tangannya dan segera bergeser agak menjauh.Benar saja ada beberapa orang datang, mereka penghuni kosan sini yang pastinya baru pulang dari masjid. Terlihat dari masih lengkapnya mereka memakai sarung plus peci.Vivi bedeham kecil, merapikan anak rambutnya dengan tangan dan mundur ke sampingku, memberi jalan pada yang akan lewat.“Weh, Gam, mau ke mana subuh-subuh udah mau cabut aja?” Bang Agus bertanya, sebagian ikut menghentikan langkah, sebagian lagi permisi lewat begitu saja.“Ini, Bang. Nyak Marni minta dijemput. Hari ini pulang,” jawabku jujur.Bang Agus mangut-mangut serius.“Oh, begitu. Ya sudah kalau begitu hati-hati di jalan. Saya ke belakang duluan,” ucapnya kemudian beranjak. Aku hanya mengangguk seraya mengucap terima kasih.Kulihat punggung mereka mulai menghilang dari pandangan. Kembali aku menatap mata Vivi.“Untung enggak ketahuan mer
Read more
Pendapat Nyak Marni
“Nyaak!” Vivi berlari ketika sudah melihat Nyak Marni dari kejauhan. Bagai kucing melihat majikan, ia begitu amat senang. Melompat ke dalam pangkuan memeluk penuh rindu.Aku menyusul di belakangnya. Nyak Marni tampak semakin berisi saja sepulang dari rumah saudara jauhnya itu. Aku jamin di sana pasti sangat subur makanan.Vivi melepas pelukannya ketika aku sudah tiba di hadapan mereka.“Nyak, maaf telat.” Aku menyalami tangannya sebagai sambutan selamat datang sekaligus meminta maaf.“Iya, bikin emosi lu, Gam. Padahal gue udah hubungin sebelim azan subuh, bisa-bisanya telat begini.” Nyak Marni memasang muka masam.Sungguh. Tak enak sekali rasanya diomeli begini, tetapi aku juga tak bisa membantah karena memang di sini aku yang salah.“Udah Nyak, jangan diomelin. Udah bagus masih jemput. Lagian, Bang Agam telat gara-gara Vivi mau ikut,” bela Vivi.Aku sangat tersentuh karena ia membelaku, meski sebenarnya dia tak perlu mengatakan itu hanya demi melindungiku dari ocehan ibunya yang agak
Read more
Pasar Malam
Akhir pekan adalah waktu paling sempurna untuk memanjakan diri. Meski sejatinya diri ini tukang ngurung diri di kamar kosan, ingin juga merasakan kesibukan lain selain bekerja.Setelah misi penjemputan Nyak Marni selesai, aku dan Vivi niatnya mau jalan-jalan weekend berdua. Angap saja ngedate.Masalahnya, mau izin Nyak Marni malah tidur. Karena takut kena sumpah ini itu, akhirnya kubatalkan lah itu rencana sampai Nyak Marni bangun dari tidurnya.Eh, si Vivi malah merajuk seperti anak kecil. Dia bilang akan marah kalau aku tak pergi saat itu.“Abang ih ayo pergi. Biarin, deh Enyak istirahat. Kita pergi aja, nanti izinnya pas pulang,” rengeknya seraya menarik-narik lenganku kuat.Astagfirullah maksa.Daripada dia ngambek terus, akhirnya aku turuti kemauannya. Meski sudah kuprediksi nanti Nyak Marni akan sangat marah padaku. Baiklah, aku akan pikirkan itu nanti.Kapan lagi bisa jalan begini? Besok aku sudah masuk kerja lagi, sibuk lagi. Vivi pasti lebih kecewa.“Kita perginya pakai motor
Read more
Kilatan Mata Vivi
Mentari mulai menyusutkan cahayanya ketika ia mulai tenggelam ke ufuk barat bersama arakan awan kelabu diterpa angin.Dalam cuaca ini, hatiku mengambang di atas bahagia yang sesungguhnya. Bergandengan tangan dengan kekasih hati mengitari lapangan luas yang penuh pengunjung bak lautan manusia.Lelah tak dirasa, keringat basah tak pernah membuat aku berhenti berlari ke sana ke mari. Kami lepas, tertawa renyah bersama, tersenyum malu-malu kala mata kami saling bertemu di momen manis tertentu, mencoba berbagai wahana yang ada, membuat banyak kenangan indah yang pasti tak akan bisa kulupa dengan mudah.“Mulai hari ini panggil Vivi begitu terus, ya?” ucapnya membuka kembali percakapan setelah kami duduk sambil memakan es krim.Dahiku mengerut.“Susah, Vi. Itu cuma keluar di momen tertentu,” sahutku seraya menggigit cone es krim yang dipegang.“Ih!” dengkusnya menyenggol keras. Membuat es krim yang belum tandas jatuh.Aku menganga di tempat, tak bisa lepas pandangan pada makanan enak itu di
Read more
Batal Ditinggal
Sudah siap-siap dengan merangkai kalimat bujukan dalam otak, Vivi malah memalingkan muka sambil menunjuk tukang penjual permen kapas tadi.“Mau itu juga!” rajuknya. Antara gemas dan merasa lucu, aku mencoba bertahan untuk tidak tertawa.“Iya, dibeliin. Tapi jangan cemberut, ya, jelek.” Kuacak rambutnya sekali, ia langsung menepis kasar. Ya, sudah aku tak masalah. “Mau ikut ke sana atau nunggu di sini?” tanyaku kemudian.“Tunggu di sini aja. Di sana pasti gerah, keliatan sesak gitu,” jawab Vivi masih dengan nada jutek. Ya, ampun. Setelah jadi pacar, dia mudah sekali marah. Dasar si perasa manja.“Abang masih suka dia, kan?”Langkahku terhenti ketika Vivi bertanya demikian. Bersamaan dengan itu ponselku berbunyi, tanda notifikasi pesan masuk.“Jangan ngadi-ngadi. Enggak, lah,” sangkalku jujur. Memang kenyataannya begitu, ya meski sedikit ada rasa senang sekaligus sedih kalau bertemu seperti tadi.Aku berucap sambil membuka pesan.Clara. Dahiku mengerut melihat namanya terpampang di laya
Read more
Kecelakaan Tak Terduga
Jika dikatakan bodoh karena terbutakan cinta, aku mungkinlah lelaki yang paling bodoh. Sudah disakiti dengan nyata, masih saja mencoba memaklum dan mengkhawatirkannya.Sungguh budak cinta! Lagi-lagi aku terperangkap dalam kalimat tersebut.Setengah gila aku mengebut di jalanan. Membelah hujan yang semakin deras menerpa tubuh. Dalam hati aku berdoa, semoga Vivi baik-baik saja di sana.Sial! Kenapa juga tadi harus baper karena dibandingkan dengan orang lain. Padahal, kenyataannya dia hanya mencoba membalas rasa cemburu yang menguasainya.“Kalau sampai Nyak Marni tahu anaknya ditinggalkan di jalanan di bawah hujan geledek petir begini, habislah aku kena gampar,” gumamku cemas sekali.Bersamaan dengan itu, ponselku berdering berkali-kali. Siapa pun itu, tak niat aku melihatnya. Namun, terpikir jika mungkin Vivi, walau susah aku berusaha meraih ponsel dalam kantong celana.“Nyak Marni?” gumamku fokus melihat ponsel. Pasti mau ngomel dan nanyain Vivi ke mana.Dirasa bukan telefon yang darur
Read more
Kecemasan Mereka
“Agaaam!”Keluargaku menghambur masuk ke dalam kamar tempat aku dirawat.Saat ini aku sudah dipindah ke kamar pasien biasa. Sebelumnya karena kritis, aku sempat dibawa ke ruang ICU.Kulihat wajah ibu tampak lelah. Ada bapak dan kakak perempuanku. Mereka menangis melihatku terbaring lemah di sini.Kabar baiknya, alhamdulillah aku tak mengalami patah tulang. Ya, walau luka dalam di kepala terdengar lebih menyeramkan.Kata dokter, aku akan berangsur pulih perlahan dengan rutin minum obat serta latihan pergerakan otot. Dengan catatan aku harus menyimpan banyak stok sabar di sini, sebab membutuhkan banyak waktu menuju proses penyembuhan dan pemulihan.“Ya Allah anak ibu ... alhamdulillah masih dikasih kesempatan hidup,” ucap ibu seraya mengelus lembut wajahku. Tangannya lalu turun menggenggam tangan ini.Terasa hangat dan nyaman.Bapak masih diam, tetapi aku lihat ia lebih cemas dibanding siapa pun. Kakak tak bisa berhenti menitikkan air mata, sampai aku terharu begini. Ternyata mereka beg
Read more
Saling Memaafkan
“Baang!”Inginnya kutangkap tubuh mungil itu masuk ke dalam pelukan, tetapi sayang tak bisa terhalang luka yang menyakitkan. Yang bisa kulakukan hanyalah memandangnya berlari ke arahku dengan mata berkaca.“Vivi,” gumamku kembali memanggil namanya.Mataku mendadak panas. Segumpal cairan bening mulai terbendung di pelupuknya, dan aku masih berusaha menahan agar tak jatuh.Jika tak ingat ada mbak-ku, sudah luruh air mata ini.“Abang, masyaallah akhirnya abang sadarkan diri. Maafin Vivi, semua gara-gara Vivi,” sesalnya meraih jemariku. Dia menggenggam cukup erat. Dia menangis di sampingku tanpa peduli dengan keberadaan kakakku. Dasar.“Bukan salah siapa-siapa. Jangan menyalahkan diri sendiri, semua sudah takdir. Allah yang telah mengatur semua,” Aku berusaha meyakinkannya agar dia tak lagi menyalahkan diri lagi.Coba lihat saja betapa kasihan pacarku ini. Matanya sembab, wajahnya kusam. Pasti dia telah melewati tiga malam dengan tangisan. Pasti kurang istirahat karena aku. Dia pasti mend
Read more
Vivi Tambah Dewasa
Dua hari ke belakang aku sering merasa pusing sekali. Terkadang pandangan berputar layaknya seperti diri ini sedang naik wahana roaler coaster.Terkadang juga timbul rasa mual dibarengi dengan kilasan-kilasan kecelakaan malam itu amat menyiksa.Ketika aku mengadu kepada dokter, katanya wajar. Itu adalah bagian dari trauma yang kualami. Ya Allah, ada saja cobaan. Sudah pusing karena terus-terusan disuruh minum obat setiap hari, bahkan disuntik sesekali. Sekarang ditambah dengan trauma segala.Kuharap semua segera berlalu. Aku ingin kembali pada aktivitas biasaku. Menjalani hari-hari sibuk di kantor, lalu melewati waktu libur bersama Vivi.Dalam insiden itu, motor kesayanganku jadi korban. Dia harus berada di bengkel untuk beberapa waktu agar keadaannya kembali seperti semula.Jangan tanya aku rugi berapa, yang jelas tabunganku terkuras hampir habis untuk mengganti rugi pada pemilik minibus yang kendaraannya rusak gara-gara aku main pindah jalur sembarangan. Tak terbayang andai orang tu
Read more
Pemulihan
Mentari mulai undur perlahan, tergantikan oleh pekatnya malam yang gersang.Aku duduk di teras depan sembari menikmati segelas susu putih. Kulihat bayangan diri dari cahaya lampu yang menyorot dari atas kepala. Sesekali memainkan kaki agar bayangan yang terlihat nampak lucu.Sudah hampir dua minggu aku terkungkung dalam sakit hasil kecelakaan. Hari ini keadaanku sudah terasa sangat baik, walau memar dan bekas luka goresan masih belum hilang, bahkan beberapa belum mengering.Keluargaku sudah pulang kembali ke kampung setelah benar-benar merepotkan Nyak Marni di sini. Aku merasa tidak enak, tetapi diri ini tak bisa berbuat apa.Ibu, bapak, serta mbak-ku merencanakan pulang kemarin malam dan pergi tadi pagi. Setelah memastikan aku baik-baik saja dan sudah bisa kembali pada aktivitas sehari-hariku, mereka pemitan.Tak ada yang bisa kuberi untuk mereka bawa pulang. Hanya doa setulus hati juga harapan agar keselamatan selalu menyertai.Malam ini aku kembali menghuni kamar kos sendiri. Rasan
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status