Semua Bab Mendadak jadi Ibu: Bab 11 - Bab 20
191 Bab
Bab 11
Antonio berjalan mendekati keduanya, semakin mendekat mengikir jarak antara mereka."Sayang, kamu mundur yang jauh ya nak." Antonio yang berusaha menahan amarahnya bersiap mendobrak pintu kamar mandi.Brakk.. "Mamaa." Gadia kecil itu berlari ketakutan mencari mamanya. Memeluk erat tubuh Sabrina membuat Sasa sedikit merasa tenang. "Bibi, tolong bawa anak saya ke kamarnya,"Nio menarik perlahan lengan Sabrina yang tengah terdiam memandangi kepergian anaknya. Dirangkulnya bahu Sabrina dengan begitu mesra dihadapan Lastri."Apa-apaan ini!" Amuk Lastri yang tak terima dengan sikap Antonio."Saya hanya memeluk istri saya," santai Nio mengejutkan semua orang, termasuk Sabrina yang saat ini direngkuhnya."Keterlaluan kamu. Semudah itu kamu melupakan anak mama Nio," tak terima posisi anaknya tergantikan membuat Lastri begitu murka.Selama ini ia masih menganggap Antonio sebagai menantunya, laki-laki yang
Baca selengkapnya
Bab 12
Sabrina begitu kesal dengan semua ucapan Antonio, ingin rasanya ia menenggelamkan laki-laki itu kedasar laut. "Maaf ya pak tuan, saya gerah ini," mendorong pelan dada Antonio yang tak bergerak sama sekali."Aneh sekali panggilannya, " mengernyitkan dahinya."Ya terus mau dipanggil apa ?""Suamiku," lantangnya.Sabrina tak bisa berkomentar, ia yang terlalu terkejut hanya diam sambil membuka mulutnya. Dengan gemasnya Antonio menutup mulut Sabrina dengan tangannya. "Tangannya," melepas paksa tangan Antonio."Saya cuma takut nanti kemasukan naga mulutny," canda Antonio dengan tampang dinginnya."Lagian juga aneh, ngapain saya manggil suamiku segala.""Kita akan segera menikah.""Menikah ???" Saking kagetnya hingga membuat Sabrina tak mengontrol suaranya. Dengan kencangnya ia berteriak tepat didepan Nio, memekakan telinga siapapun yang mendengar."Jangan aneh-aneh deh kalau ngomong, ming
Baca selengkapnya
Bab 13
Darma murka, amarahnya memuncak mendengar ucapan Lastri. Tak habis pikir dibuatnya, mengapa dia orang luar begitu ikut campur. "Jangan egois!" "Papa," Bulan mendekati suaminya, menenangkannya agar tak terbawa emosi. "Hak apa anda melarang anak saya," begitu ketusnya Darma bertanya. Bahkan itu bukan Darma yang selalu ramah. "Dia adalah suami anakku! Aku hanya melindungi posisi anakku dalam keluarga ini," serunya tak ingin kalah. Darma tertawa terbahak-bahak. Ia mentertawakan ucapan yang baru saja Lastri serukan. Posisi?  "Apa yang mau anda lindungi disini? Posisi anak anda memang sejak lama sudah mati dalam keluarga ini." "Jangan keterlaluan Darma," teriak Lastri yang mulai terbawa emosinya. "Anak saya sudah mempertaruhkan nyawanya demi melahirkan cucu kalian, anak saya sudah begitu banyak berkorban waktu untuk kelurga ini." "Mempertaruhkan nyawa adalah tugasnya sebagai seorang ibu. Melahirkannya juga adalah
Baca selengkapnya
Bab 14
Syan menyeringai saat mendapat pembelaan dari mamanya. Carisa, ia bahkan tak bertanya lebih lanjut lagi tentang masalah anaknya karena selama itu berhubungan dengan Sabrina maka dialah yang salah."Memangnya apa rencana mama?""Kita bakar semua barang-barangnya."Tersenyum puas dengan ide mamanya, Syan mencoba menghubungi Sabrina. Namun tak satupun panggilan itu mendapat respon dari Sabrina."Ih kurang ajar banget sih," emosinya."Ada apa lagi Syan," dengan begitu sabar Carisa bertanya."Ini mah, masa Sabrina nggak angkat panggilan aku sih."Carisa mengambil ponsel yang Syan genggam, digenggamnya kedua tangan anaknya sambil berkata," Itu nggak penting. Sekarang yang terpenting adalah anak mama ini makan biar sehat.""Ahh, mama so sweet deh." "Tapi ya mah, barang apa yang kita bakar nanti. Secara dia kan nggak punya barang berharga dirumah ini?" lanjut Syan berfikir."Kata siapa nggak punya," dengan tel
Baca selengkapnya
Bab 15
Esok pagi yang begitu cerah, Sabrina tengah sibuk menyiapkan sarapan saat tiba-tiba saja Nio datang menghampirinya."Masak apa," tanyanya menyandarkan punggungnya pada lemari es."Air.""Baru tau saya kalau air berbentuk butiran," ledeknya."Punya mata bisa kali lihat sendiri saya masak apa pak," malas Sabrina berdebat."Mamaaa," Sasa berlari dari anak tangga mencari mamanya. Gadis kecil itu berlari sambil terus menangis memanggil-manggil mamanya."Mama, mama.""Pak dari pada nganggur disini bisa kali samperin anaknya, tuh nangis loh dia." omel Sabrina menatap Antonio yang hanya diam menatapnya."Baiklah, sesuai permintaan nyonya Nio saja.""Dih apaan sih," geli Sabrina mendengar Nio memanggilnya nyonya.Dipagi yang sama, Carisa juga tengah sibuk namun bukan menyiapkan sarapannya. Carisa terlihat sibuk mencari sesuatu didalam gudang."Mana sih," gumamnya terus saja membongkar barang satu persatu."Du
Baca selengkapnya
Bab 16
Kotak merah, kotak yang dulu digunakan Carisa untuk menyimpan benda milik Sabrina. Benda berharga dan satu-satunya milik Sabrina."Ternyata disitu ya," girangnya.Kalung putih bersinar, berhiaskan permata cantik berwarnakan ungu menghiasi kilau indahnya. Kalung yang menggugah untuk dimiliki oleh siapapun, tak termasuk Carisa."Kalau saja dulu papa nggak ngelarang aku buat ambil ini, pasti sekarang udah jadi milik aku.""Suruh bocah tengik itu kesini dulu aja," segera ia mengirimkan pesan singkat pada Sabrina untuk datang menghampirinya."Beres," senangnya. Ia pun segera pergi meninggalkan gudang dan membersihkan dirinya dari debu yang bersarang ditubuhnya. Sabrina begitu heran saat menerima pesan singakat dari Carisa, dalam benaknya ia bertanya-tanya mengapa ia diminta datang setelah diusir keluar dari rumah."Ada apa mama manggil aku ? Benda apa ya," gumamnya penuh tanda tanya. Namun ia tak ingin banyak berfikir, h
Baca selengkapnya
Bab 17
Darma segera menghubungi ponsel milik Nio, namun tak satupun panggilan dijawab oleh anaknya tersebut. "Dimana anak ini, apa dia lagi sama Sabrina ?" gumam Darma menatap layar ponselnya."Gimana pah," nampak khawatir Bulan. Darma hanya menggelengkan kepalanya."Mama," tangis Sasa.Kini langit senja telah berganti dengan kilauan bintang malam. Menampakan cantiknya sang rembulan."Udah malam loh pah, kenapa mereka berdua belum pulang ya?""Sabar dulu mah, kita tunggu sebentar lagi ya.""Papaa," teriak gadis kecil itu dengan langkah riangnya saat melihat kedatangan papanya."Aduh aduh aduh, anak papa yang cantik." Tanpa tahu apa-apa, Nio menggendong putri kecilnya tersebut dengan riang. Ia bahkan tak memperhatikan mata cantik gadis kecilnya yang sudah membengkak."Darimana saja kamu," tegur Bulan."Dari perusahaan mam, darimana lagi," duduk memangku Sasa dalam pangkuannya."Mama mana pah, tad
Baca selengkapnya
Bab 18
Dalam perjalanannya, Nio menghubungi papanya. Menanyakan dimana alamat Sabrina tinggal sebelumnya."Disini, tapi kenapa sepi ya?" Antonio menatap bangunan rumah megah didepannya dengan kerutan pada dahinya. Sepi, dan Nio yakin jika Sabrina tak berada disana."Kalau nggak disini, kemana si nakal itu?" Sudah 2 kali Nio berkendara berulang menyisir setiap jalan menuju rumah Max, namun ia tak juga melihat Sabrina.Namun matanya menangkap satu jalan yang belum ia lalui. Jalan yang nampak begitu sepi juga gelap. "Jalan itu, apa dia lewat sini ya ?" gumam Nio ragu. Sebab jalanan itu begitu gelap juga tak ada tanda ada kehidupan disana."Gimana kalau memang disana!"Tiba-tiba saja ia begitu panik, kekhawatiran membuat Nio meyakinkan dirinya. Begitu yakin hingga ia menerobos kegelapan itu dengan mobilnya.Dan benar, begitu gelap hingga Nio sendiri kesulitan untuk sekedar melihat. Tubuh Nio tiba-tiba saja terasa
Baca selengkapnya
Bab 19
Antonio mengernyit heran saat mendengar lirih Sabrina bergumam. Nana, nama yang berulang disebut oleh Sabrina."Siapa Nana?" batin Nio meletakkan Sabrina dengan perlahan diatas ranjang."Mama," tangis Sasa masuk kedalam kamar."Ssstt, anak cantik jangan berisik ya. Mama lagi bobok," ucap Nio pada putri kecilnya.Bulan menurunkan Sasa diatas ranjang, perlahan tangan mungil itu membelai wajah lelah mamanya. Menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah ayu Sabrina."Pah, mama kenapa mukanya gini ?" polosnya bertanya."Oh, mama tadi habis main lumpur nak."Nio berkilah, ia berbohong pada putrinya agar ia tak merasa cemas. "Nio, kamu bersihin badan dulu. Mama akan bantu Sabrina ganti baju dulu," ucap Bulan pada putranya."Yaudah, aku mandi dulu ma. Kalau ada apa-apa langsung kabarin ya.""Papa tenang aja ya, Sasa pasti jagain mama kok," polosnya."Anak pinter," membelai puncak kepala anaknya.Nio k
Baca selengkapnya
Bab 20
Antonio masuk kedalam kamar, melihat dokter tengah membersihkan luka ditangan Sabrina."Papa, ssstt jangan berisik," bisik Sasa saat Nio masuk kedalam kamar.Nio hanya tersenyum mendengar peringatan anaknya, matanya begitu fokus menatap dokter yang tengah memegang tangan Sabrina."Dok," panggilnya."Saya tuan," membalikkan pandangannya."Bisa nggak dokter nggak usah megang-megang tangannya," serunya dengan wajah seriusnya.Semua orang menatap Antonio dengan pandangan penuh tanya, pandangan yang begitu heran atas yang ditunjukkannya."Papa, kan om dokter lagi obatin mama.""Iya nak, tapi-"Nio, kenapa sih nak kamu ini," heran Bulan"Enggak gitu mah, " jawabnya kebingungan."Kalau cemburu lihat-lihat kondisi nak," sindir Darma pada anaknya."Maaf, apa saya boleh mengobati lagi?" "Silahkan dokter," ucap Darma. Namun ia menatap anaknya yang terlihat begitu kesal melihat Sabrina disentuh laki
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
20
DMCA.com Protection Status