Semua Bab Asisten Pribadi Tuan Muda: Bab 41 - Bab 50
125 Bab
41. Minta maaf
Kesunyian melanda di dalam mobil Mercedes-Benz GLB-Class yang melaju pelan.Mang Joko yang menyupir beberapa kali melirik ke belakang untuk melihat Tuan Muda serta asistennya itu.Suasana seakan mencekam dan Mang Joko sangat merasakan betul aura kegelapan antara Vano dan Mita. Bahkan sejak baru masuk ke dalam mobil untuk pulang. Biasanya Vano berbasa-basi sedikit dengan Mang Joko. Dan Mita akan mengajak mengobrol sang sopir. Namun kali ini memang jauh berbeda.Mereka sama-sama diam dan nggak saling mengeluarkan sepatah katapun. Mita yang biasa cerewet juga diam saja. Sehingga Mang Joko mau nggak mau juga ikut terdiam dan berusaha untuk memfokuskan diri menyetir.Ada yang salah.Benar, memang ada yang salah.Tentu saja salahkan Vano jangan Mita. Gadis itu jengkel dengan kepribadian nyinyir bosnya. Dia merasa sakit hati telah dibilang nggak becus bekerja.Jadi, selama seminggu ini siapa yang menyiapkan segala perlengkapan kerja bosnya, siapa yang mem
Baca selengkapnya
42. Berjodoh?
"Saya nggak suka dengan orang yang mengganggu disaat saya lagi sibuk, sedangkan Bunga tadi merecoki saya." Vano kembali berbicara. Raut wajahnya datar tanpa emosi."Bunga kan pacar bapak," timpal Mita langsung. Sebab dia masih menganggap wajar jika perempuan seperti Bunga ingin mendapat perhatian lebih dari pacarnya yang kaku dan dingin.Tapi kayaknya si kembang yang salah mendapat pacar. Laki-laki macam Vano nggak akan bisa diandalkan untuk bisa perhatian dan peduli. Berarti Bunga saja yang salah memilih pacar."Pacar, terus berhak merecoki kerja di jam kerja?" Vano bertanya.Sedangkan Mita tertohok nggak bisa menjawab. Benar yang dikatakan Vano. Harusnya Bunga peka terhadap kesibukan pacarnya. Jangan mengganggu disaat yang nggak pas.Tetapi kalau dua-duanya benar, lalu yang salah siapa? Duh, kok Mita yang jadi pusing mengurusi percintaan bosnya.Mendapati asistennya yang hanya terdiam membuat Vano kembali mengeluarkan perkataannya. Entahlah, dia meras
Baca selengkapnya
43. No baper
"Jadi, lo baru pulang ngantor apa gimana Lang?" tanya Mita kepada Gilang disampingnya.Mereka menyantap menu yang sama di bawah langit malam kota Jakarta. Tempat yang sederhana akan menjadi romantis jika bersama doi. Apalagi doi nya Gilang. Laki-laki manis nggak ngebosenin yang bisa membuat Mita bahagia hanya melihat senyum dan tawanya saja.Ih, kok jadi lebay."Iya, barusan aja dan langsung mampir," jawab Gilang, kemudian memasukkan sesendok nasi beserta sate taichan ke dalam mulutnya.Perutnya lapar. Gilang kalau lapar makannya jadi seperti kuli, cepat dan banyak."Laper banget masnya," kata Mita menoleh pada Gilang. Ekspresinya seperti jijik, tapi nggak jijik. Kayak apa ya, heran saja gitu dengan Gilang yang makan seperti orang kelaparan.Mendapati ekspresi Mita yang seperti itu membuat Gilang sedikit meringis. "Sorry Mit, gue emang lagi laper banget."Mita terkekeh. "Yaudah, lanjutin aja, gue juga mau lanjut makan, ngobrolnya bisa nanti."
Baca selengkapnya
44. Asisten atau istri Vano?
Kini Mita menatap langit-langit kamarnya. Jam di dinding sudah menunjuk angka sepuluh malam dan dia nggak bisa tidur padahal tubuhnya terasa lelah sekali.Pikirannya mulai menerawang kemana-mana akibat nggak bisa tidur.Baik mengenai Gilang ataupun Vano yang sikapnya berbeda jauh. Kemudian Mita teringat tentang ucapan Vano yang ingin mengakhiri hubungan dengan Bunga.Mita nggak habis pikir saja, mengapa dia bisa mendengar pengakuan bosnya yang datar. Apalagi hal itu mengarah ke urusan pribadi bosnya.Dan ketika sehabis gadis itu mendengar pengakuan Vano, dia nggak bereaksi apa-apa. Tertegun, bingung dan nggak tau harus mengatakan apa. Mita dan Vano terjebak dalam keterdiaman agak lama sebelum Mang Joko datang dengan membawa dua kopi cup merk terkenal.Bahkan sampai rumah, Mita dan Vano pun nggak mengucapkan apa-apa, hingga Mita memutuskan pulang setelah berpamit dengan Bik Muti dan Mang Joko.Gadis bermata sipit itu semakin dibuat bingung dengan tingkah
Baca selengkapnya
45. Asisten bar-bar
Memasukkan pakaian sudah, menata barang dan dokumen yang dibutuhkan juga sudah.  Menyiapkan pakaian ganti sudah, merapihkan kamar Vano juga sudah. Lalu, Mita memperhatikan pintu kamar mandi yang masih tertutup rapat. Gemericik air terdengar disana. Dia berdecih sengit, kemudian menuju ranjang Vano kembali.Betapa sibuknya gadis itu di pagi buta seperti ini. Packing barang-barang bosnya dengan diawasi Vano sendiri. Mita bahkan nggak habis pikir, dia yang memasukkan juga pakaian pribadi a.k.a dalaman bosnya.Mita dan Vano bahkan sempat berdebat karna hal itu. Mita yang nggak mau kalah dan Vano juga yang nggak mau ngalah."Apa salahnya, ambil dan masukkan? Itu cuman kain dan nggak lagi saya pakai," ucap Vano cuek kala itu, tanpa mengalihkan pandangan dari tabletnya di meja kerja."Ya bukan gitu pak, itu barang pribadi Pak Vano sendiri, masa saya pegang-pegang?""Yang kamu akan pegang itu celana bersih, bukan pegang-pegang alat vital saya."Astaga, kalau Mita inga
Baca selengkapnya
46. Bertindak tanpa berpikir
Dentingan suara sendok dan piring mengalun memenuhi ruang makan. Suasana yang biasanya hangat karna tercipta oleh obrolan diantara mereka, kini hanya canggung yang terasa. Bukan canggung sih, Mita saja yang merasakan canggung. Sedangkan Vano hanya berekspresi datar, lalu Bik Muti dan Mang Joko yang kebingungan dengan suasana yang tercipta. Mereka berdua jadi ikutan terdiam.Mita sungguh nggak berani mendongak, dia sedari tadi menundukkan kepala saja. Bahkan tanpa melihat pun dia dapat merasakan tatapan pedang yang ingin mencabik-cabiknya.Tentu saja berasal dari Vano yang duduk tepat di depannya. Laki-laki itu seolah ingin menghakimi Mita dan menghukumnya dengan menembak mati targetnya.Dan Mita sendiri nggak nyaman dengan keadaan seperti itu. Dia hanya mengambil makan sedikit karena di rumah, dia sudah makan terlebih dahulu. Harusnya Mita bisa dengan cepat menghabiskan makanannya, tetapi karena nggak nyaman dia kalah cepat dengan Mang Joko dan Vano, bahkan kalah deng
Baca selengkapnya
47. Tempat curhat Bunga
Sore semakin larut. Sinar jingga menyinari kota dengan julukan Paris Van Java.Bandung, kota dengan sejuta keindahan wisata buatannya. Tempat-tempat kekinian yang sering terpajang di media sosial, tempat muda-mudi dan keluarga menghabiskan akhir pekan. Walau keberadaannya dekat dengan Jakarta, nyatanya Bandung memiliki cuaca nggak sepanas ibu kota. Dulu Mita pernah ikut perjalanan semasa kuliahnya ke Bandung. Dengan kearifan lokal yang masih melekat, nyatanya Mita telah terpikat dengan sang kota kembang.Ya, seenggaknya Mita dulu pernah menikmati perjalanannya menuju Bandung. Namun berbeda dengan yang sekarang. Dia kurang menikmati namun malah jadi tertekan.Bagaimana enggak, Vano dengan tingkah balas dendamnya atas kejadian intim di dalam kamar, terus saja mengganggu dan mengerjai gadis itu tanpa ampun. Bukan mengomel atau nyinyir, tetapi dengan seenak jidat menyiksa Mita dengan suruhannya yang nggak ada habisnya. Mana labil dan nggak jelas.Iya, itu tugas asisten priba
Baca selengkapnya
48. Nggak tanggung jawab
Diam, Mita mencoba menikmati semilir angin malam yang berhembus menerpa wajahnya. Dia memakai sweter tebal sebab cuaca di Bandung memang sedang dingin, dan dia juga memakai celana training panjang hingga mata kaki. Tampilannya santai dan sedikit berbeda dengan rambut sepunggungnya yang tergerai. Karena biasanya Mita selalu mencepol ekor kuda rambutnya. Memakai riasan serta berpakaian formal. Bagi Vano yang pertama kali melihat asistennya dengan tampilan santai nggak seperti biasa itu, sempat tertegun sejenak. Sebab gadis bermata sipit itu makin terlihat polos dan semakin baby face."Mau makan apa pak?" tanya Mita memecah keheningan diantara mereka bedua. "Kalau disini adanya makanan-makanan pinggir jalan jauh dari kata steril seperti makanan yang disediakan di hotel," ucapnya sekali lagi sembari memberitahu Vano keberadaan tempat makan pinggir jalan yang berderet-deret dan ramai akan pengunjung.Dia nggak habis pikir saja saat bosnya melapor padanya mengatakan lapar dan nggak
Baca selengkapnya
49. Saling melengkapi
Dua hari telah berlalu, kegiatan kerja yang mana sebagai tujuan utama sudah selesai dilaksanakan. Mita lega akhirnya dia bisa pulang juga. Gadis itu sudah selesai packing barang-barangnya serta packing barang-barang milik bosnya. Mereka akan beranjak pulang sesuai dengan jam tiket kereta pada pukul sepuluh malam.Lalu karena ini masih pagi baru akan menjelang siang, yaitu tepatnya baru pukul sembilan. Gadis itu hanya menikmati sisa waktunya dengan duduk-duduk di jendela kaca tebal menatap gedung serta jalanan dengan hiruk-pikuk kendaraan yang berlalu-lalang. Mita menyenderkan kepalanya disana, tiba-tiba melamun sedangkan suara acara televisi memenuhi kamar yang sudah rapih dan bersih.Sebenarnya dia ingin membelikan oleh-oleh untuk keluarganya. Ya nggak banyak tapi seenggaknya sebagai tanda buah tangan karena Mita pergi ke luar kota.Tapi gadis itu nggak tau tempat oleh-oleh yang berada dekat dari hotel.Maka berbekal dari teknologi masa kini yang mumpuni. Mita p
Baca selengkapnya
50. Menyukai Hansel
"Bapak nggak beli apa-apa?" tanya Mita heran.Susah payah dia membawa barang-barang ditangannya. Sebab dia sehabis membeli beberapa makanan khas Bandung untuk dibawa pulang. Yaitu ada bakso goreng renyah, mochi, bolu serta kue-kue kering lainnya. Pasti Hansel akan senang dibawakan banyak makanan seperti ini."Nggak, buat apa," sahut laki-laki itu menjawab pertanyaan Mita.Ya, buat oleh-oleh lah, masa buat apa. Tapi diingat kembali, Vano kan kaya raya. Mungkin sudah biasa berpergian ke luar kota. Apalagi ini hanya Bandung, kota yang dekat dengan Jakarta. Pasti Vano sudah biasa pulang pergi Jakarta Bandung urusan bisnis. Jadi nggak terlalu excited seperti Mita."Kamu beli makanan sebanyak itu buat siapa?" tanya balik Vano melirik pada plastik tentengan asistennya. Dia terdengar ramah ketika mengucapkan kalimat itu. Kan Mita jadi enak dengarnya."Buat keluarga saya pak, terutama Hansel, adek saya itu suka makan."Vano mengangguk merespon jawaban Mita. Raut
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status