Semua Bab PEREMPUAN MASA LALU: Bab 11 - Bab 20
60 Bab
Bab 11
POV RALINE“Apa benar ia akan datang, Far?” tanyaku pada Farah yang sejak kemarin mengabarkan kedatangan Rafan. Ya, bahkan telinga ini mendengar saat Farah meneleponnya dan menanyakan kejelasan. Aku juga mendengar tentang kalimat cinta yang lelaki itu ucapkan karena Farah memang sengaja menekan icon speaker.Hati ini luluh dan ingin membalas kata-kata itu. Namun, Farah membekap mulut ini dengan tangan kanannya. Aku tahu maksud sahabatku, ia pasti ingin aku bahagia entah bersama Rafan atau pun tidak. Hanya saja ... ia bilang menunggu saat tepat dan Rafan harus datang dulu. Jika ia serius, tentu akan menuruti saran Farah. Jika tidak, kami semua akan pertimbangkan ulang untuk menerima Rafan kembali atau tidak. Ini bukan hanya masalah dihormati atau tidak, tetapi hati. Rasanya terlalu sakit jika harus tinggal serumah dengan adik madu.Jangankan serumah dan berbagi cinta, ketahuan bercanda ria dengan perempuan lain saja hati pasti menaruh ras
Baca selengkapnya
Bab 12
Saat Mei beralih menatap Rafan, ia memasang wajah kecut. “Rafan, kamu nyakitin Raline sama aja nyakitin aku dan Farah. Kami sudah satu rasa sehingga jika Raline sedih kami juga sedih. Kalau kamu berani nyakitin Raline, dzalim sama dia, berarti kamu harus selalu siap berhadapan sama kami.”“Iya, Mei, aku paham. Maafkan aku menyakiti sahabatmu.”“Kalau gitu ... aku pamit dulu,” ucap Rafan lagi.Aku menatapnya yang tersenyum kecut, lalu beralih menatap ayah dan ibu. Keduanya mendekati Rafan. “Tinggallah di sini bersama Raline sampai semuanya kembali seperti dulu, Nak,” ucap Ibu tersenyum.Rafan mengangguk, lalu ikut tersenyum. Hari ini sepertinya akan berlalu dengan baik. Semoga saja Rafan tidak berubah dan melakukan kesalahan yang sama. Sungguh aku berharap ia kembali ke dalam pelukanku. Saat malam menyapa setelah makan kami langsung kembali ke kamar. Rafan terlihat kaku, mungkin masih malu-malu.
Baca selengkapnya
Bab 13
Masih teringat saat Kak Rina juga bertamu ke rumah ibu, hati sangat ingin mengutarakan segala beban. Namun, ibu melarang dengan alasan kasihan kakak yang akan kepikiran. Aku memaklumi dan hanya bisa memendam dalam hati. Lagi dan lagi.Setelah kakak pulang, barulah Rafan datang dengan membawa boneka warna merah muda. Boneka itu memeluk bantal love bertuliskan huruf R. Rafan membeli di mana aku tidak peduli asal itu halal. Boneka itu kini di tanganku, sementara Rafan sudah berangkat kerja sepuluh menit yang lalu.“Farah mana, ya?” gumamku saat melihat jam.Jika berada dalam kamar sendirian, pikiran terus menerawang jauh. Sebenarnya tadi malam Rafan mengajakku pulang ke rumah karena malu terus-terusan menumpang, tetapi aku enggan. Khawatir pikiran semakin kacau dengan bayangan Marsha, kemudian melakukan tindakan bodoh yang bisa mencelakai diri.WhatsApp Mei tidak pernah aktif saat aku cek tadi malam. Kabari dari Farah, ia semakin manja dan mungki
Baca selengkapnya
Bab 14
Hari sabtu adalah yang dinanti-nanti seorang istri karena sang suami tidak harus pergi bekerja melainkan menghabiskan waktu bersamanya. Namun, rencana memanfaatkan weekend dengan jalan-jalan bukan sekarang, tetapi besok. Ibu berencana di rumah saja untuk menghidupkan suasana karena biar bagaimana pun rumah adalah surga kita.Kami semua sudah mandi, aku memakai baju kaos putih lengan panjang bermotif ungu sepasang dengan Rafan, sementara Ayah dan Ibu juga couple dengan baju gamis dan kemeja. Kali ini aku memakai rok model baru berwarna hitam serasi dengan celana Rafan. Kami terlihat seperti keluarga bahagia. Sebelum mengobrol ringan sambil menikmati banyak kue dan minuman yang sudah Ibu persiapkan sejak semalam bahannya, kami mengambil beberapa foto dulu. Kak Rina dan suaminya juga diundang dan sedang dalam perjalanan.Jam sudah menunjuk angka setengah dua belas, pintu terketuk dan suara salam terdengar dari luar. Ya, itu jelas suara milik Kak Rina. Ibu mem
Baca selengkapnya
Bab 15
Kami berada dalam kamar setelah mencuci pakaian. Ayah dan Ibu berada di bawah dengan kesibukan masing-masing. Sejak kepulangan mertua dan Kak Rina kemarin, aku dan Rafan belum saling bicara. Mungkin sekarang adalah saatnya.Ia duduk termenung di tempat tidur, sementara aku berada di kursi. Memang tadi malam kami masih satu ranjang, tetapi tetap saling memunggungi. Bukan aku tidak takut dosa, tetapi hati ini butuh untuk dipulihkan dan sepertinya saat ini Rafan bukanlah penawar luka.“Rafan ....” Ia mengalihkan pandangan kepadaku. Kedua matanya bengkak lagi merah seperti habis menangis.“Boleh kamu beri penjelasan dengan jujur tentang kata-kata Marsha kemarin?”“Kata-kata yang mana?” tanya Rafan dengan suara yang lemah. Sebenarnya aku ingin mendekap, lalu menghiburnya. Namun, harus bagaimana jika hati ini saja sama bahkan lebih terluka.“Kamu selalu merindukannya dan lebih menyayangi Marsha karena ia telah me
Baca selengkapnya
Bab 16
Nyatanya Hati Ini RinduAku adalah perempuan lemah yang tidak tahu harus berbuat apa jika dihadapkan pada masalah serius terutama jika belum pernah mengalami sebelumnya. Memang sering membaca kisah dan cara jitu hadapi istri kedua, tetapi mempraktikkannya susah sekali. Apalagi mengingat mereka yang sah di mata agama.Tidak semua perempuan kedua adalah pelakor. Adapun dalam islam memperbolehkan poligami, tetapi dengan syarat tertentu. Sepertinya aku harus berusaha seikhlas Arini dan membunuh dongengnya sendiri. Namun, ucapan adalah hal mudah, sedangkan mempratikkannya barulah tantangan besar.Saat kita berlayar, harus selalu siap ketika berada di tengah laut dan diempas ombak berulang kali. Jika selamat di tengah badai, itu adalah pertolongan Allah dan jika harus tenggelam, itu adalah takdir dari-Nya. “Lin?” panggil Ibu saat aku tengah mencuci piring. “Iya, Bu?”“Ibu mertuamu masuk rumah sakit, penyak
Baca selengkapnya
Bab 17
POV RAFAN .Hujan Di MatakuAku yang tak pernah bisa lupakan dirinyaYang kini hadir di antara kitaNamun 'ku juga tak 'kan bisa menepis bayangmuYang selama ini temani hidupkuKalau saja waktu itu ku tak jumpa dirinyaMungkin semua takkan seperti iniDirimu dan dirinya kini ada dihatikuMembawa aku dalam kehancuranMaafkan aku menduakan cintamuBerat rasa hatiku tinggalkan dirinyaSeandainya bila kubisa memilihAku menyanyikan lagu band Ungu tanpa musik dalam perjalanan menuju kantor. Sebenarnya kepala sedikit sakit saat pagi tadi menerima pesan WhataApp dari Marsha. Ia terus menuntut agar aku menjatuhkan talak tiga pada Raline. Bagaimana mungkin sementara cinta masih terus tumbuh padanya.Lagu ini aku nyanyikan dalam siatuasi berbeda. Bukan tidak bisa melupakan Marsha, tetapi ia yang datang seakan menjebak. Terlebih saat itu ia sedang butuh seseorang karena dikhianati. Lantas, apa aku ha
Baca selengkapnya
Bab 18
POV RALINE.Sebuah Rencana Yang MendebarkanFoto Rafan yang dicium istri keduanya sungguh membuat sakit hati. Sepertinya ia sengaja melakukan itu meski Rafan terlihat terpaksa. Perempuan kedua yang sengaja menghancurkan rumah tangga kami, memanfaatkan keadaan dan perasaan di masa lalu suamiku. Ia pandai menyusun rencana sehingga apa yang menjadi keinginan hatinya akan terwujud dengan cara apa pun.Aku tidak boleh lengah dan kalah pada permainan yang ia jalani sekarang. Meski mungkin Marsha sudah ahli dalam urusan seperti ini, aku punya Allah yang mampu atas segala sesuatu. Lagian ada Farah dan Mei yang akan membantu jika saja otak tidak mampu berpikir mencari jalan.Foto itu sudah aku hapus. Tangan ini mengelus dada sambil terus tersenyum. Penjelasan dan air mata Rafan seakan menjadi obat karena itu sebagai bukti bahwa di hatinya masih ada aku. Tinggal bagaimana cara mempertahankan posisi sebagai Ratu. Marsha mengibarkan bendera perang, tetapi aku
Baca selengkapnya
Bab 19
Titah Orangtua“Aku berangkat, ya,” pamit Rafan sambil melangkah ke mobil setelah kucium punggung tangannya.“Iya, hati-hati di jalan. Pulang kerja langsung ke sini, ada kejutan untukmu.”“Iya, Sayang. Assalamualaikum.” Rafan sudah berada di dalam mobil. Senyuman hangat itu kini telah kembali. Aku pun membalas dengan senyum hangat paling indah.“Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh,” balasku sambil menatap kepergiannya.Ayah sudah pergi sejak tadi. Sebenarnya aku melarangnya bekerja, tetapi ia kekeh dengan keputusannya. Mau bagaimana lagi, itu adalah keputusan yang tidak bisa diganggu gugat.Aku melangkah masuk ke rumah dan langsung menuju wastafel mencuci piring. Di dapur sudah ada Ibu yang baru saja selesai menyapu. “Lin, setelah cuci piring ke ruang tengah, ya. Ibu mau bicara.”“Iya, Bu,” jawabku lalu mencuci piring yang jumlahnya hanya beberapa. 
Baca selengkapnya
Bab 20
Perempuan Kedua ItuRafan sudah berangkat bekerja, sementara aku tidak tahu harus melakukan apa. Hari jumat yang penuh berkah, semoga Allah anugerahkan bahagia untuk sekarang dan seterusnya. Sejak tadi aku senyum-senyum sendiri, kaki seakan melayang di udara karena hati yang selalu berbunga-bunga.Ingin menatap senja, sore masih lama. Ingin melihat pelangi, hujan tidak turun. Pun ingin memandangi lelaki tampanku, ia sedang di kantor.Hampa. Sepi. Sunyi.Pekerjaan rumah sudah beres bahkan aku sudah selesai mandi. Jam masih menunjuk angka sembilan dan sejak tadi Ibu sudah pergi bersama teman-teman pengajiannya.Kuembuskan napas kasar. Baru saja ingin menelepon teman-teman, tetapi suara ketukan di pintu menghentikanku. “Siapa?”Saat daun pintu terbuka lebar, terlihat Marsha tersenyum penuh keangkuhan. Perempuan itu tetap cantik meski memakai pashmina. Aku sempat deg-degan karena tidak ada orang lain di rumah, tetapi sekarang tidak l
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status