All Chapters of Tentang Harapan: Chapter 21 - Chapter 30
35 Chapters
BAB 21 Permasalahan Hati
Ini masalah hati yang menjalaniTidak bisa di paksa, apalagi di permainkan »|« Suasana pagi sebelum matahari terbit itu paling bisa dinikmati. Udara segarnya yang menusuk ke dalam indra penciuman dan tubuh tak bisa di pungkiri. Di hari Minggu seperti ini, Jihan kembali melakukan aktivitas seperti biasanya kala di rumah. Sudah lama juga Jihan tak menjalani aktivitas-aktivitasnya di rumah. Jihan menyiram setiap tanaman yang ada di depan rumah sambil bersenandung pelan, meski tidak banyak setidaknya terawat dan menambah kesan sejuk yang melihatnya. Lagi pula sepertinya sang Mama yang menyimpan tanaman ini tak berniat merawatnya. “Pagi, neng Jihan. Kapan pulang?” tanya seorang wanita paruh baya yang hendak ke pasar. Beliau tetangga sebelah yang hanya berjarak tiga rumah saja.Jihan tersenyum menyapa. “Pagi, Bu. Baru pulang kemarin.” Dia sempat terkejut juga, namun untungnya Irma sudah memberitahukan alasa
Read more
BAB 22 Permulaan
Aku bersedia menjadi tempat bersandar Dikala kamu membutuhkan sebuah tumpuan »|« Tepat pukul 8 malam, hujan mengguyur kota Bandung dengan hawa dingin yang menusuk membuat siapapun enggan beranjak dari kasur kesayangannya. Beda halnya dengan Kenzo yang sedang duduk termenung di teras rumahnya seraya memandangi rintikan hujan membasahi tanah. Pikirannya melayang jauh, memikirkan seseorang yang akhir-akhir ini sering memenuhi otaknya. “Kira-kira, Jihan lagi apa, ya?” gumamnya seraya memandang langit gelap. “Lagi mikirin kamu, dong.” Tiba-tiba saja, Rey datang merecoki acara melamun Kenzo. “Ganggu banget, sih. Sana masuk, belajar biar masuk kampus negeri.” Rey ikut duduk di samping Kenzo seraya mengangkat kedua bahunya acuh. “Ogah, ah. Swasta aja biar lebih bergengsi.” Adiknya ini memang agak menyebalkan dengan segala tingkah lakunya yang nyeleneh itu. Bahu Kenzo di tepuk keras oleh Rey yang menggurui. “Gini, ya, A. Menurut pepatah
Read more
BAB 23 LDR
Lebih baik berkomitmen Daripada memiliki hubungan yang hanya mengandalkan rasa suka Suka dan sayang itu berbeda rasanya »|« Kantin kampus cukup sepi di pagi hari, lain halnya bagi Genta dan Daniel sibuk merebutkan siapa yang lebih dulu memesan. “Gue dulu, anjir.” Genta mendorong Daniel dengan kencang. “Elah, gue harus ngasih perut gue asupan dulu.” Terlalu sibuk berdebat, pedagang kantin pun segera menyiapkan pesanan keduanya tanpa bertanya lagi karena sudah hapal dengan makanan keduanya setiap ke kantin. “Akang Genta, Akang Daniel, mangga di candak[24].” Genta dan Daniel menoleh, lalu tersenyum lebar melihat pesanannya sudah siap. Daniel lebih dulu membayar dan membawa mangkuk buburnya. “Nuhun, Bu.” Daniel sedikit berteriak seraya meninggalkan Genta sendiri. “Selamat makan.” “Lo nyerobot pesenan gue terus.” Genta datang tak santai. Daniel memilih tak peduli dengan meniup buburnya yang masih panas. “Masih pagi, elah. Jangan bua
Read more
BAB 24 Tertekan
Aku kira rumah adalah Tempat berpulang yang paling nyamanNyatanya tidak sama sekali»|«Dipandangi setiap jajaran camilan yang ada di rak supermarket tersebut. Jihan mengambil beberapa sesuai keinginannya. Setelah dirasa cukup, dia langsung membayar pesanannya dan bergegas pulang untuk melanjutkan rebahannya. Jihan berjalan sebagai transportasinya untuk pulang karena jarak ke supermarket dengan rumah cukup dekat, namun selama perjalanan Jihan merasa ada yang menguntit dirinya.Sebenarnya ini juga pertama kalinya bagi Jihan untuk berjalan-jalan keluar rumah. Biasanya perempuan itu mengurung diri karena tak ingin bertemu dengan tetangga yang ingin tau kemana perginya dia.Mata bulatnya menoleh ke belakang penasaran dengan sesuatu yang di curigainya, namun yang dia lihat tidak ada apa-apa membuat Jihan meluruskan kembali pandangannya. Bulu kuduknya meremang seketika.“Masih siang enggak mungkin ada hal begituan, mana rame banget ini komplek.” Dil
Read more
BAB 25 Ketenangan
Diam bukan berarti merasakan tenang»|« Semilir angin sore terasa sangat menyejukkan membuat hati Jihan menjadi tenang merasakannya. Dia membawa salah satu koleksi novelnya untuk di baca di taman yang akhir-akhir ini menjadi favoritnya ketika suasana hatinya sedang tidak baik. Kedua alis Jihan menukik dengan heran saat mendengar suara grusuk di dekat pohon yang ada di sampingnya. Tatapannya terarah pada pohon tersebut. Dengan perasaan was-was, Jihan melirik keadaan sekitar yang hanya ada beberapa orang saja. Dia berdiri berjalan ragu untuk melihat ke belakang pohon tersebut. Saat hampir sudah dekat, bayangan sebuah kaki yang mengenakan sepatu pantofel membuatnya mendengus kasar. Jihan berjalan cepat dan mendapati Bara yang sedang menoleh ke samping mencoba mengalihkan pandangan dengan tubuh yang memepet pada pohon. “Mas Bara, ikuti aku lagi, ya?” tuding Jihan dengan perasaan dongkolnya. “Saya enggak ikuti kamu, Jihan,” elak Bara yang keluar da
Read more
BAB 26 Manisnya Suara Tentangga
Jagalah lisanmu sebelum perkataan itu Menyakiti perasaan orang lain »|« Pagi-pagi buta, Irma sudah belanja sayuran ke toko swalayan yang ada di komplek. Saat memilih beberapa sayuran dan lauk pauk untuk nanti memasak, bisik-bisik para ibu-ibu memenuhi tempat tersebut. “Maksud ibu apa, ya? Kok bawa-bawa putri saya?” tanya Irma tidak suka saat nama Jihan terselip di antara pembicaraan gosip itu. Salah satu ibu komplek itu berdecih pelan. “Dih, anak jadi pemuas laki-laki kok marah?” “Tau, ‘tuh. Bu Irma ini gimana, enggak tahu atau pura-pura enggak tahu?” “Sayang sekali, di usia muda Jihan sudah bukan gadis lagi.” Tangan Irma terkepal marah, sebisa mungkin dia menahan emosinya. Putrinya memang bukan seorang gadis lagi, tetapi bukan sebagai wanita pemuas nafsu. “Jika ibu tidak tahu menahu hal yang sebenarnya terjadi, lebih baik diam. Saya dan keluarga saya tidak pernah mengganggu apa-apa pada tetangga lainnya,” jawab Irma dengan nada yang
Read more
BAB 27 Berkunjung
Pertama kali bertemu, mengapa harus berantakan seperti ini»|«Untuk pertama kalinya antara Jihan dan Kenzo bertemu setelah beberapa minggu terpisah dengan hubungan jarak jauh. Sebenarnya niat Kenzo ini sudah disiapkan dari jauh-jauh hari, di hati kecilnya berharap Jihan menerimanya.Manik coklat terangnya melihat seseorang yang sudah di nantikannya sejak awal. Langkah kaki jenjangnya perlahan menghampiri Kenzo yang sudah duduk di meja bernomor dua belas.“Hay!” Jihan menyapa dengan senang. “Mas Kenzo apa kabar?”Senyum lebar Kenzo membuat Jihan yang melihatnya turut tersenyum. “Enggak, Jihan pasti baik-baik aja ‘kan?”“Kayak yang Mas liat.”Kenzo menggeleng. “Bukan, maksudnya Jihan pasti baik-baik aja ‘kan enggak ketemu sama Mas?”Perlahan pipinya berubah memanas menimbulkan semburat merona yang menambah kesan manis di wajah Jihan saat tersenyum malu. “Padahal Mas enggak baik-baik aja karena rindu. Untungnya sekarang bisa ke
Read more
BAB 28 Jujur
Kejujuran tak selalu berakhir menyakitkan bukan?»|«Sinar matahari mengintip malu-malu di antar gorden kamar Jihan yang masih tertutup. Sang pemilik kamar nyatanya sudah terjaga dari tidurnya hanya saja belum mau beranjak meninggalkan kasur untuk keluar kamar.Setiap panggilan sang Mama yang mengajaknya sarapan pun dia tolak begitu saja. Kedua matanya sembab karena terlalu lama menangisi ucapan para ibu-ibu semalam. Jihan menggeleng, mengusap wajahnya dengan kasar. Pikirannya terasa kacau sekali hari ini karena memikirkan alasan apa yang membuatnya bisa sampai di gunjing seperti itu, terlebih lagi di depan kekasihnya. Suasana hatinya benar-benar buruk sekali, Jihan hanya takut bila Kenzo akan percaya dengan ucapan-ucapan semalam. Ponselnya berbunyi menyadarkan Jihan dari acara melamunnya.“Pagi, Jihan?” sapa Kenzo di seberang sana.Jihan tersenyum tipis dengan matanya yang berat. “Pagi.”Suara serak yang di dengarnya membuat Ken
Read more
BAB 29 Komitmen atau Janji
Semoga hubungan yang aku harapkan ini baik-baik saja »|« Saat memasuki cafe yang akan menjadi tempat bertemu, Jihan berjalan menghampiri meja yang terdapat kekasihnya. Jihan merasa gugup sekarang sehingga jantungnya berdegup kencang tak tertahan membuatnya tak nyaman saat mendengar suara debaran tersebut. Jihan harap Kenzo tak akan menyadari kegugupan dan kecemasan yang di alaminya sekarang. Keduanya hanya memesan minuman biasa, namun Kenzo yang lebih dulu peka dengan ketidaknyamanan yang di rasakan kekasihnya saat ini. “Sebelum pergi, kita makan siang dulu, ya?” Jihan hanya mengangguk sebagai jawaban, membuka buku menu untuk memilih makanan yang akan di pesan. “Jihan apa ada yang mengganggu kamu?” tanya Kenzo dengan hati-hati. Mata coklat terangnya menatap sang kekasih yang berulang kali mengembuskan napasnya dengan kasar. Walau ragu, Kenzo memberanikan diri untuk menggenggam tangan kanan Jihan secara perlahan. “Enggak ada kok, Mas.” Jihan menggel
Read more
BAB 30 Waktu
Ternyata waktu berlalu begitu cepat tanpa dirasa »|« “Ibu, lagi apa?” Tangan besar Kenzo merangkul bahu Nina yang sedang menyiapkan perlengkapan barang untuk di bawa ke dalam bagasi. Nina menoleh menatap putra sulungnya seraya tersenyum lebar. “Ini bawain, ya?” “Oke, Bu.” Kenzo dengan sigap membawa tas besar berisi pakaian dan beberapa perlengkapan lainnya untuk keperluan di hotel nanti, namun lelaki itu kembali memutar tubuhnya. “Ibu-” “Iya, iya. Ibu tau, nanti di bawakan kue yang kemarin di buat untuk Jihan dan keluarganya.” Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, Kenzo berniat bersilaturahmi dengan keluarga Jihan sekaligus membawa izin pada kedua orang tua gadis itu untuk di ajak ke Bandung saat wisuda Kenzo nanti. Keluarga Syahputra memang membawa barang cukup banyak karena akan liburan sekaligus berkunjung ke rumah keluarga Jihan. Lagi pula kekasihnya sudah mengetahui hal ini. “Rey yang bawa, boleh enggak, Yah?” Pinta Rey pada Aris ya
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status