All Chapters of Mendadak Kawin: Chapter 61 - Chapter 70
161 Chapters
BAB 61
"Bentar-bentar!" Heni menatap gemas ke arah Brian. "Konsep nikahan kita ini mau gimana sih?"Mereka tengah duduk di meja kerja seorang desainer undangan, membicarakan bagaimana desain undangan pernikahan mereka yang sudah disepakati oleh ke dua belah pihak akan dilaksanakan dua bulan lagi. Pertemuan sudah dilakukan, dan semua sepakat merujuk pada tanggal itu. Kini disela-sela kesibukan mereka berdua, baik Heni maupun Brian harus kejar target mengurus pernikahan mereka. Dadakan sih, cuma untuk segala macam hal harus tetap diupayakan sempurna, bukan? "Ya konsepnya pokoknya kawin." balas Brian santai, karena yang terpenting bagi Brian adalah itu, kan? Heni mendesah, menatap Brian dengan tatapan gemas. Sementara di desainer undangan nampak sekuat tenaga menahan tawanya. Untuk dekorasi dan lain-lain, sudah diurus bunda yang kebetulan free. Sponsorship terbesar mereka, mas Bagas dan mama-papa Brian, sudah mengatakan bahwa siap menggelontorkan Dana berapapun untuk pesta pernikahan ini. A
Read more
BAB 62
“Cebong?”Sebenarnya Heni sudah bisa menebak siapa orang yang Brian maksud, tetapi dia hendak memastikan apakah benar orang yang dimaksud Cebong oleh calon suaminya ini adalah Kelvin, kakak nomor dua Karina.“Iya, si Cebong, abangnya Karin itu loh. Yang somplak dan otaknya agak geser.” Sahut Brian yang kini mulai mengaduk-aduk makanannya.Hampir saja tawa Heni pecah. Ngatain orang somplak dan otaknya geser, memang Brian ini tidak, apa? Brian pun sama somplak dan gesernya kok. Pakai ngatain orang lain. Heni menggeleng perlahan, ia kembali fokus pada makanan di piring ketika panggilan itu begitu lembut keluar dari mulut Brian.“Sayang ....”Jika dulu Heni terkesima dan sedikit kikuk dipanggil ‘Sayang’ oleh Brian, kini panggilan itu sudah terdengar sangat familiar di telinganya. Bahkan tidak sekali dua kali Heni memanggil Brian dengan panggilan yang sama. Sebuah panggilan yang membuat senyum Brian merekah sempurna dan bonus peluk kadang kecupan di pipi kalau tempat mereka memungkinkan Br
Read more
BAB 63
Brian mendesah panjang begitu Heni turun dari mobil dan melangkah masuk ke bangunan kost yang masih akan dia tempati sampai beberapa bulan ke depan, ya setidaknya sampai kemudian mereka menikah dan Brian bisa memboyong Heni ikut tinggal di kontrakannya.Jantung Brian sudah berangsur normal setelah pertanyaan mematikan tadi dia dapatkan. Untungnya dia bisa tetap tenang dan berpikir jernih. Jadi Brian bisa menjawab pertanyaan itu tanpa membuat Heni curiga. Bagaimana kalau Heni tahu Brian pernah bertahun-tahun lamanya jatuh hati pada Karina? Bisa-bisa Heni membatalkan rencana pernikahan mereka!“Huh!” Brian menghembuskan napas berat, ia lantas turun dan mengejar langkah Heni masuk ke dalam bangunan itu.Baru beberapa langkah Brian menapakkan kaki, ponsel dalam sakunya berdering. Dengan wajah masam, Brian segera merogoh ponsel itu. Ia sangat berharap bahwa itu bukan panggilan dari rumah sakit, dan benar saja! Bukan dari rumah sakit, tetapi dari mamanya. Apa bedanya ini?“Halo ... kenapa,
Read more
BAB 64
“Sumpah, orang tuanya loyal banget, Rin.”Pagi itu, Heni sudah nangkring di rumah Karina, tentu saja setelah suami dari sahabatnya itu pergi ke rumah sakit. Kalau tidak? Mana berani Heni pagi-pagi begini sudah mengapeli istri orang? Karina yang nampak tengah menyantap salad buah yang Heni bawakan kontan mengangguk sambil mengacungkan sendok.“Bener, emang dari dulu om Ridwan sama tante Astrid ini loyal banget kalo sama bang Brian, maklum dia kan anak terakhir. Sama kayak kamu.” Jelas Karina lalu kembali menyuapkan buah berlumur saus mayonaise yang dipadu dengan susu kental manis ke dalam mulutnya.“Tapi duit jutaan loh, Rin. Kayak cuma recehan itu asal ngasih aja.”Karina menghela napas panjang, ia meletakkan sendok lalu menipuk lengan Heni dengan gemas.“Ya gimana nggak receh kalau dua-duanya spesialis, anak-anak udah mandiri semua. Kecil lah kalo cuma duit segitu, Hen! Gaji spesialis berapa coba? Belum jasa sama insentifnya, itung aja sendiri.” Gumam Karina bersunggut-sunggut.Heni
Read more
BAB 65
Senyum Heni tidak bisa dia tahan lagi ketika pintu kayu berwarna cokelat gelap itu di buka oleh pak Rusman. Dia adalah salah seorang dari developer yang hari ini khusus mengantarkan Heni dan Brian survey rumah dua lantai yang kebetulan sekali mendadak pemesannya yang terdahulu mendadak membatalkan rencanan pembelian rumah tersebut.Hawa sejuk langsung menyapa Heni, jendela kaca di beberapa bagian menyinari ruangan yang masih kosong melompong itu. Sebuah rumah penuh cahaya yang hangat dan sesuai dengan impian Heni. Mata Heni menyapu ke seluruh penjuru ruangan, kakinya melangkah menyusuri lantai bawah yang hanya terdiri dari dapur, kamar mandi dan ruang tamu serta ruang keluarga.“Untuk kamarnya ada dua kamar di lantai atas plus satu kamar mandi lagi, Mbak. Semua sudah ready siap pakai. Entah kenapa dulu mendadak dibatalkan pemesan, padahal dia sendiri sudah cukup banyak keluar uang untuk ini-itu.” Jelas pak Rusman yang bisa melihat betapa calon client-nya ini bergitu tertarik dengan ru
Read more
BAB 66
“Eh ... ini udah sebar seragam bridesmaid, nih?”Hampir saja Karina melonjak gembira ketika mendapati paper bag di tangan Heni ternyata berisi kain berwarna cokelat muda, salah satu warna favorit Heni.“Iya lah, kalo mepet, ntar ribet kamu yang cari penjahit. Jadi udah aku sebar aja dari sekarang.” Heni tersenyum, pendangan dan fokusnya kini beralih pada Arjuna yang entah kenapa makin lama wajahnya begitu mirip dengan sang bapak.Anak lelaki loh ini! Katanya anak lelaki cenderung akan mirip ke ibu, kenapa Arjuna plek ketiplek wajah bapaknya begini? Ah ... mau bertanya pun Heni takut, bisa-bisa Karina ngamuk kalau dia permasalahkan wajah Arjuna yang makin mirip bapaknya. Pasalnya Karina selalu dengan lantang meng-klaim bahwa wajah Arjuna begitu mirip dengan dirinya. Ini yang dimaksud mirip dari mana sih? Nggak ada miripnya sama sekali dengan Karina!“Iya bener sih, pengalaman kamu dulu seragam bridesmaid kamu masih belum seratus persen jadi,kan?” gumam Karina yang menatap lekat-lekat k
Read more
BAB 67
Brian menatap nanar tubuh mungil yang kemudian ditutup kain putih itu. Darah dari organ vitalnya masih mengalir. Kulit tubuh dan wajahnya memucat. Membuat Brian ikut memucat dengan mata memerah. Oleh para perawat, brankar itu didorong ke keluar melalui pintu belakang IGD, hendak di hantarkan ke dokter lain yang lebih berwenang mengurusi tubuh mungil tidak berdaya itu.Beberapa polisi nampak mengekor di belakang brankar, bersamaan dengan sesosok wanita paruh baya yang sejak Brian datang memeriksa kondisi bocah 9 tahun itu, dia tidak berhenti histeris. Wanita itu adalah ibu kandung dari gadis 9 tahun yang beberapa saat yang lalu masih bernapas dan menatap nanar ke mata Brian. Sebuah tatapan penuh kehancuran dan kesakitan.“Eeh ... ehh ... Dokter!”Suara itu riuh bersamaan dengan merosotnya tubuh Brian ke lantai. Security IGD pun sampai berlari guna membantu Brian berdiri.“Dok, Dokter baik-baik saja?” sebuah pertanyaan bersahutan menyapa telinga Brian, tetapi sungguh, Brian tidak mampu
Read more
BAB 68
Heni tersenyum, ia berada di kamar Brian sekarang. Sebuah keputusan nekat yang diambil setelah Brian masih belum sembuh rasa syoknya dari kehilangan pasien kecil yang begitu mengenaskan tadi. Heni ikut melihat bagaimana kondisinya, tidak salah kalau Brian sampai begitu syok. Bagaimanapun dokter juga manusia, kan? Terkadang terlihat 'tega' karena menyayat kulit, membedah dan mengeluarkan isi perut bahkan otak, jantung dan organ lain, tetapi pada hakikatnya, dokter juga manusia. Bisa lelah, bisa sedih, bisa kecewa dan segala macam perasaan yang dapat manusia lain rasakan. Kini setelah kejadian tadi, Brian macam anak kecil yang begitu takut ditinggalkan oleh ibunya. Ia meringkuk dalam pelukan Heni. Matanya berhenti menitikkan air mata karena kini kelopak mata itu terpejam begitu lelap dalam pelukan Heni. Kini malah Heni yang tidak bisa terpejam, ia teringat gadis sembilan tahun tadi. "Nggak salah kamu sampai kayak gini, Yang. Nggak bisa bayangin kalo aku ada di posisi dia." gumam Heni
Read more
BAB 69
“Mas, ayo!” Karina menarik tangan Yudha dengan tergesa, Arjuna nampak anteng dalam gendongan Yudha sementara Karina sendiri, ada sebuah bucket mawar besar di salah satu tangannya.Ya ... hari ini, akirnya Heni diambil sumpah dokter setelah lulus dan menyelesaikan masa kepaniteraan kliniknya. Berbeda dengan Karina yang lebih memilih menunda koas demi buah hati tercintanya, Heni akhirnya lulus, setelah ini dia masih harus mengemban tugas ke pelosok sebelum akhirnya bisa buka praktek mandiri.Hmm ... masih akan ada lagi tahap pendidikan yang harus mereka lalui jika ingin menyandang gelar spesialis. Hal yang membuat menjadi seperti mereka tidaklah mudah. Penuh perjuangan, waktu dan tentu saja UANG!“Eh, pelan-pelan, Sayang!”Tentu Yudha panik, jagoan kecilnya ada dalam gendongan dan Karina memaksa Yudha setengah berlari seperti ini? Yang benar saja!Karina tidak mengindahkan, sampai akhirnya langkah Karina terhenti dan dia berteriak histeris.“AAAA ... AKHIRNYA JADI DOKTER JUGA, BUK!” te
Read more
BAB 70
Benda itu berwarna merah, sedikit lebih kecil dari ukuran biasanya. Dengan perlahan, Heni mencabutnya dari salah satu tangkai bunga mawar pemberian Karina. Cerdas sekali emak-emak satu itu menyelipkan benda ini di salah satu tangkai sampai hampir tidak terlihat? Kalau saja tadi Karina tidak berpesan pada Heni untuk mencari benda itu, pasti Heni tidak akan pernah menyangka ada flashdisk di dalam bucket bunga ini.“Dapat!” gumam Heni ketika flashdisk itu sudah pindah ke tangannya.Tawa Heni hampir pecah ketika ingat apa saja isi benda yang kini ada di tangannya ini.“Apa ini?”Heni terkejut luar biasa ketika tangan Brian dengan gesit meraih flashdisk dalam genggamannya. Nampak lelaki itu memperhatikan benda itu dengan alis berkerut.“Mas! Kembalikan!”Heni melompat, hendak meraih kembali flashdisk itu dari tangan Brian. Namun sayang, Brian yang lebih tinggi darinya itu malah makin menaikkan tangannya, membuat Heni gagal meraih flashdisk laknat pemberian Karina meskipun sudah melompat-l
Read more
PREV
1
...
56789
...
17
DMCA.com Protection Status