All Chapters of Legenda Raja Pendekar: Chapter 21 - Chapter 30
463 Chapters
JILID 21 | HANCUR
Tanah Partai Naga Emas yang tadinya selalu ramai dengan latihan ilmu serta kegiatan bercocok tanam dan aktifitas lain, hari itu tampak porak poranda. Di sana sini mayat bergelimpangan. Tak ada sisa makhluk hidup. Kerbau, sapi, ayam, babi dan semua binatang ternak, mati Yang ada hanya burung pemakan bangkai, terbang melayang dan hinggap di sana-sini. Bau busuk mayat manusia dan bangkai binatang tercium di mana-mana.Yu Jin, adik seperguruan Sun Zuolin menerobos masuk pekarangan. Dia mendengar berita hancurnya Partai Naga Emas serta kekalahan pasukan Dinasti Giok Timur dalam perang Luoyang. Dia bergegas menuju Partai Naga Emas. Dia tiba di Partai Naga Emas tiga hari setelah serangan yang membumihanguskan perguruannya. Dia melihat berkeliling. Amarahnya meluap kesedihannya memuncak.”Hancur, semua hancur, tidak ada sisa,” desisnya.Dia berlari ke sana kemari, berteriak memanggil orang. Suasana sepi, lengang, hanya terdengar gema suaranya memantul. Tak ada orang yang menjawab panggilannya
Read more
JILID 22 | SI SYAIR MAUT
Duapuluh lima tahun kemudian.Di suatu malam... Setelah perang Luoyang yang menelan banyak korban jiwa itu. Bulan purnama menerangi hutan di pinggir desa Xi’an. Tampak sebuah bangunan tua di antara pepohonan jati. Reruntuhan rumah tua itu hampir tidak beratap. Hanya satu sisi dinding yang terbuat dari batu hitam yang masih utuh. Dinding lainnya sudah tidak utuh. Daun pintu sudah tak ada, rusak dan lapuk termakan rayap.Di ruangan dalam yang terbuka dan luas mirip bangsal beberapa orang sedang istirahat. Rumah tua itu sering dijadikan tempat menginap perantau yang kemalaman di jalan. Suasana sunyi dan sepi. Hanya terdengar suara jangkrik dan kodok sahut-sahutan. Gerimis membuat malam makin dingin.Terdengar suara orang mendendangkan syair. Suaranya sinis dan dingin. Suaranya tidak keras namun terdengar jelas oleh semua orang di rumah besar. Suara jangkrik dan kodok mendadak senyap ditelan suara yang membawa suasana magis.Akulah sang pengembaraMelenggang ke Barat, Meluruk ke Timur,Me
Read more
JILID 23 | PERINTAH PERGURUAN
Jiu Long kembali ke tempat duduknya. Tetapi langkahnya terhenti karena pada saat bersamaan terdengar kembali Syair Penakluk Langit dilantunkan. Suara penyanyinya sama, tetap jernih dan bening. Dari suaranya sulit diduga, dia itu perempuan atau lelaki.Akulah sang pengembaraMelenggang ke Barat, Meluruk ke Timur,Merangsak ke Utara, Merantau ke Selatan,Kan kuremas matahari di telapak tangankuKan kupecahkan wajah rembulanTak ada lawan, Tak ada tandingan,Ilmu dari segala ilmu...!"Semua orang di ruangan saling pandang. Tidak ada suara lain kecuali kumandang syair itu. Suaranya mendengung dan bergema di segala penjuru Sesaat kemudian suara lenyap.Belum juga orang-orang itu hilang rasa tegangnya, syair berkumandang lagi. Begitu seterusnya sampai empat kali beruntun. Semua orang tegang. Pendekar wanita separuh baya yang dikenal sebagai Chuan Mei bangkit. Ia tampak kesal. ”Rupanya satu saja tak cukup bagi si syair Maut, malam ini ia menginginkan lima nyawa. Benar-benar kurangajar, apa d
Read more
JILID 24 | SENJATA MAUT
Cerita Yu Jin terhenti. Saat itu terdengar jeritan dua orang saling susul. Suaranya mendirikan bulu roma. Saat berikut, dua sosok bayangan menyerbu masuk, mendatangkan angin kencang. Tian Shan dan Chuan Mei bergerak hebat, hampir berbarengan ”Kena kamu siluman!” teriak Chuan Mei. Makian itu disusul teriak girang Chuan Mei karena pedangnya mengenai sasaran tubuh manusia. Pukulan melingkar Tian Shan yang berisi tenaga dalam dahsyat mengena telak dada lawan yang lain. Darah muncrat ke mana-mana. Dua musuh itu sudah dipecundangi, begitu mudahnya. Semua mata melotot memandang dua sosok mayat yang tergeletak di ruangan. Ternyata mereka dua orangtua pedagang kecil tadi. Luka menganga di dada tepat bagian jantung. Darah membasahi seluruh tubuhnya. Mereka dibunuh dengan keji kemudian mayatnya dilempar ke dalam, itu yang membuat Chuan Mei dan Tian Shan kecele. ”Bangsat kejam!” Dua murid Chuan Mei membuang muka, tak tahan melihat mayat mengerikan itu. Apalagi dua orangtua itu bukan dari kalan
Read more
JILID 25 | SALING BAHU MEMBAHU
Semua saling pandang. Seperti tak pernah ada sesuatu yang terjadi karena berlangsung begitu cepat. Semua sependapat ilmu iblis itu teramat tinggi. Tanpa memperlihatkan diri ia sanggup mencabut nyawa dua pendekar di depan mata delapan pendekar lainnya. Tian Shan memandang Yu Jin dan Chuan Mei. Teror bor maut itu masih terbayang Suaranya seakan masih mencicit di telinga Chuan Mei membanting kaki, saking kesal. ”Gila, sungguh pembunuh licik dan keji” Tak bisa kuasai dirinya lagi, pendekar Pedang Naga Perkasa itu berteriak, ”Bangsat licik, keluar kau, hadapi aku.” Suara Chuan Mei bagai guntur di tengah malam sunyi. Gema suara itu dipantulkan ke sana kemari. Suatu pameran tenaga dalam dari seorang pendekar kelas satu Suasana kembali sunyi. Seorang lelaki muda tampan dan tampaknya serombongan dengan Chuan Mei, berkata sambil memberi hormat kepada para pendekar. ”Sebaiknya kita jangan terpancing, serangan iblis itu akan datang lagi. Sudah empat nyawa melayang, masih ada satu lagi yang di
Read more
JILID 26 | SITUASI KRITIS
Jiu Long mengerahkan segenap tenaga dalamnya. Ia tahu situasi kritis mengancam hidupnya. Yu Jin dan Tian Shan terkesiap. Kalau mereka saja terdesak mundur oleh tenaga dalam lawan, bagaimana lagi nasib Jiu Long. Tanpa pikir lagi keduanya menerjang lawan sambil mengirim pukulan jarak jauh. Saat itu syair Maut sudah sampai di depan Jiu Long. Ia mengibas dengan tangan kiri, tangan kanan mencengkeram batuk kepala. Tenaga kibaran itu sangat besar membuat tubuh Jiu Long serasa kaku. Saat berikutnya kepalanya terasa dingin. Jiu Long tahu jiwanya berada di ujung tanduk, namun ia tidak gentar. Ia bergerak dengan dua jurus susulan Naga Meliuk dan Naga Terbang Menyusup. Saat itu Jiu Long berpikir sederhana, jika ia harus terluka atau bahkan binasa, maka lawannya pun harus mengalami kerugian besar. Pukulan dan tendangannya mengarah pelipis dan selangkangan lawan. Pada saat itu dua pukulan Yu Jin dan Tian Shan ikut mengancam punggung syair Maut. Terdengar suara lawan ”iiihhh!” syair Maut terkeju
Read more
JILID 27 | TIDAK ADA LAWAN
Mendadak terdengar suara mencicit saling susul. Dua bor menyerbu masuk. Semua terkejut. Jiu Long sehabis bentrok tenaga dan surut empat langkah dengan dada sesak sempat melihat bor itu mengancam Mei Lan. Tanpa sadar Jiu Long melesat ke arah gadis itu memotong jalan bor maut. Yu Jin dan Tian Shan ikut meluruk ke arah sama, begitu juga Chuan Mei Tiga pendekar kawakan ini bergerak pesat menolong Mei Lan. Tetapi syair Maut lebih cepat lagi. Saat itu juga terdengar suara mencicit lainnya, dua bor lain menyerang pesat.Terdengar jeritan maut. Mei Lin yang sendirian dan tidak dilindungi menjadi korban. Dadanya bersimbah darah. Tewas mengerikan. Saat itu juga suasana sepi dan lengang. Fajar mulai menyingsing.Semua terpana. Pertarungan berlangsung singkat. Serba cepat dan telah menebar detik-detik kematian yang mengancam semua pendekar. Hanya nasib baik saja yang meloloskan mereka dari kematian. Rupanya sambil melayang pergi, menuju kegelapan malam, syair Maut menyerang dengan senjata bor mau
Read more
JILID 28 | SYAIRNYA BERBEDA
”Hebat ilmu pendekar itu, kami berdua terdesak hebat Nyawa kami sudah di ujung rambut. Mendadak datang pendekar penolong itu. Keduanya kemudian terlibat tarung, sungguh perkelahian pendekar kelas utama. Sebelum dan sesudahnya aku tak pernah melihat ada pertarungan tingkat tinggi seperti itu lagi. Tidak sampai limapuluh jurus penolong itu sudah menghajar pendekar Takadagawe muntah darah. Pendekar penolong kemudian seperti terbang melayang pergi membawa serta Kaisar lolos dari kepungan lawan. Dia berlalu sambil mendendangkan Syair Penakluk Langit itu.””Syairnya sama, guru ?””Syairnya sama persis. Hanya ada satu bait awal yang dinyanyikan pendekar penolong tetapi yang tidak dilantunkan si syair Maut tadi malam. Syair itu sangat terkenal pada masa itu. Tetapi belakangan, setelah duapuluh lima tahun berlalu, orang mulai lupa. Lengkapnya begini,“Aku datang dari balik kabut hitamAku mengarungi samudera darahAkulah sang pengembaraMelenggang ke Barat, Meluruk ke Timur,Merangsak ke Utara
Read more
JILID 29 | SEPUH SUN JIAN
Yu Jin mendengar dengan serius, keningnya berkerut. Orangtua ini tampak berfikir keras. Tiba-tiba dia bangkit dari duduk melangkah, tangan dan kakinya memainkan jurus.”Gerak menepuk dua tangan lalu satu tangan mencengkeram ke depan itu pasti gerak awal jurus Naga Memburu Mangsa. Tangan kiri menggaruk belakang kepala dan tangan kanan ditekuk dan diputar mengarah bumi itu jurus Naga Turun ke Bumi. Pinggang digoyang, tangan kiri mendorong pukulan lawan, tangan kanan menyusup ke depan mengelus dada lawan, itu gerakan akhir dari Naga Memburu Mangsa. Itu peragaan jurus biasa ilmu Naga Emas, tetapi karena digelar dengan tenaga dalam yang tinggi luar biasa, maka jurus menjadi sangat ampuh. Siapa lagi jikalau bukan Sepuh Sun Jian, satu-satunya orang yang bisa menggelar Naga Emas sehebat itu”Jiu Long tak bisa menyembunyikan keinginan tahunya. ”Siapa beliau, siapa Sepuh Sun Jian?”Yu Jin tak menjawab. Ia berdiri seperti patung, pandangan menerawang jauh. Tian Shan menarik lengan muridnya. ”Jiu
Read more
JILID 30 | Hutang Nyawa Bayar Nyawa
Kejadian itu berputar kembali di depan mata Tian Shan. Ia melihat Zsu Tsu, ibu Jiu Long, bersama suaminya Jiu Biao bertarung bahu membahu. Satu hal yang tidak akan pernah ia ceritakan kepada Jiu Long bahkan kepada siapa pun, percintaannya dan perselingkuhannya dengan Zsu Tsu. Ia mencintai wanita cantik itu saat masih gadis belia dan tak pernah luntur sampai ajal menjauhkan kekasihnya dari dekapannya. Dia melihat panah nancap di pundak kekasihnya. Dia melihat tongkat yang nancap di dada kekasihnya, dada yang sering dibelai dan dikecupnya. Dia mendengar kembali seruan kekasihnya. ”Tian Shan pergi cepat selamatkan anakku. Cepat pergi, ingat janjimu.” Kemudian seruan yang kedua, ”Pergi Kak Tian Shan, pergilah, tak ada gunanya bertahan, kita sudah kalah.”Ketika dia melesat pergi dia masih menoleh ke belakang. Dia melihat Zhang Ma menghantam kepala Jiu Biao. Sekali lagi dia menoleh dan melihat tinju Zhang Ma menghantam dada Zsu Tsu. Dia berlari sambil menangis. Dia menangis sepanjang tahun
Read more
PREV
123456
...
47
DMCA.com Protection Status