Semua Bab Setahun Tanpa Sentuhanmu: Bab 161 - Bab 170
214 Bab
161. Berdamai dengan Masa Lalu
Happy Reading*****"Eh, Mbak Risma," kata si Ibu tetangga yang julid tadi. "Nggak ada masalah, sih. Cuma agak gimana, gitu. Kenapa nggak adopsi anak sepupu atau saudara yang lain. Kan jelas nasab dan juga watak keluarganya. Kalau anak dari orang lain, rasanya akan berbeda. Apa nggak malu atau takut kalau terjadi sesuatu nantinya."Mulut si tetangga mulai terasa pedas seperti seblak level 15 saja. Pelan, tetapi sarat cemoohan dan penghinaan. Risma makin membulatkan mata. Jelas-jelas dia meremehkan Bu Hamdiyah dan keluarganya saat ini. "Ibu itu kayaknya kurang ngaji. Kenapa mesti menghina dan meremehkan orang lain. Satu hal lagi. Pernah dengar ceramah ustaz-ustaz yang mengatakan kita harus menyantuni anak-anak yatim?" tanya Risma serius. Rofikoh mencolek lengan sang menantu dan menggelengkan kepalanya agar tak melanjutkan kata-kata pedasnya. "Ya, pernah, Mbak. Terus, apa hubungannya dengan pertanyaan saya tadi?" katanya bingung. Namun, Risma tak menggubris kode yang dilempar oleh s
Baca selengkapnya
Berdamai dengan Masa Lalu 2
Happy Reading*****"Risma?" ucap perempuan itu terkejut."Iya aku," jawab Risma. Dia menatap iba pada perempuan di depannya. Tidak disangka, hampir lima bulan tidak bertemu. Keadaannya sungguh sangat menyedihkan. "Ngapain kamu di sini?""Aku ... aku," katanya gugup, "Ris, tolong maafkan aku. Sungguh aku menyesal dengan semua yang terjadi. Sumpah, aku nyesel banget. Apalagi setelah kejadian itu, aku kehilangan Davian. Usaha yang baru aku rintis juga nggak jalan. Kalau waktu bisa diputar aku nggak akan pernah main-main dengan kehidupanku."Risma masih diam, dia mengamati Indadari dari atas sampai ke bawah. Sungguh berbanding terbalik dengan keadaan perempuan itu beberapa bulan lalu. Tubuhnya jauh lebih kurus. Kantung mata terlihat jelas. Bahkan mata dan hidungnya masih merah karena menangis. "Aku sudah memaafkanmu. Untuk apa aku menyimpan dendam. Toh, anakku nggak bakalan bisa hidup lagi. Tenang saja, In. Aku nggak bakalan bayang-bayangin hidupmu dengan segala kesalahan yang sudah kam
Baca selengkapnya
163. Pertunangan Davian
Happy Reading*****Sepeninggal Davian, Riswan masih terdiam. Berpikir keras mengapa istrinya bisa dengan mudah memaafkan semua kesalahan Indadari. Dia sendiri saja, sampai saat ini masih sangat jengkel dengan perbuatan perempuan itu. "Yang, kamu beneran sudah maafin Indadari. Dia jahat sama kamu, lho," kata Riswan saat mereka berbaring di kamar. Risma sudah menidurkan Fattah dalam boks bayinya. Tinggal mereka berdua di ranjang itu. Risma memiringkan tubuhnya, menghadap sang suami. "Jika Allah saja Maha Pemaaf, mengapa kita sebagai hamba-Nya nggak bisa melakukan itu. Aku yakin Indadari sudah menyesali segala perbuatannya. Mas nggak lihat perubahan fisiknya saat ini?"Riswan menggeleng pelan. "Memang kenapa sama Indadari, Yang?""Dia terlihat jauh lebih kurus. Raut wajahnya menggambarkan bagaimana suasana hatinya yang rapuh, banyak beban pikiran. Satu hal lagi, dia terlihat sangat frustasi. Semoga saja dengan kata maaf dariku kemarin menjadi sebab berkurangnya sedikit beban yang dim
Baca selengkapnya
164. Pertunangan Davian
Happy Reading*****Risma mengedikkan kedua bahunya, dia mengambil Fattah yang berada dalam pangkuan sang suami. Lalu, berkata, "Biasa aja keles. Kalian ini lebay banget. Mungkin Davian sudah menganggap Indadari sebagai salah satu sahabatnya kayak kita-kita ini.""Gila saja, Davian. Apa nggak tahu sakitnya datang ke acara kayak gini bagi seorang mantan," seloroh Zikri. Tak berapa lama acara di mulai dengan pembukaan salam dari MC. Sosok Davian belum muncul juga. Calon tunangan lelaki itu sudah siap di meja paling depan. Diapit kedua orang tuanya. Risma menengok kanan kiri, mencari sosok sahabatnya. Namun, tak juga ditemukan. Beberapa menit kemudian, calon tunangan Davian terlihat berdiri dan meninggalkan kedua orang tuanya. Entah mengapa, hati Risma seperti merasakan sesuatu yang tak beres tengah terjadi. Dia mengikuti langkah perempuan yang akan menjadi calon istri sahabatnya, setelah berpamitan pada sang suami. Perempuan dengan kebaya brokat modern itu berjalan ke arah toilet. N
Baca selengkapnya
165. Kekacauan
Happy Reading*****Ayah Sari mendelik ketika melihat Davian berlutut di depan perempuan yang duduk di sebelah Risma. Semua mata tertuju pada kedua orang berbeda jenis itu. Risma sendiri bahkan tak menyangka jika sahabatnya akan mengambil keputusan besar memilih Indadari. Masih berlutut dengan mengambil sebuah kotak dalam saku celananya. Davian berkata kembali, "Indadari, maukah kau menikah denganku? Melanjutkan kisah kita. Merangkai kembali apa yang pernah kita impikan." Lelaki itu tak menggubris perkataan Ayah Sari. Dia tetap berlutut serta memajukan kotak cincin pada Indadari. Terkejut dengan permintaan sang mantan, Indadari melirik Risma. Menyapukan pandangan pada semua tamu yang hadir. "Mas, apa kamu nggak salah? Ini pertunanganmu dengan perempuan itu?" Indadari menunjuk ke arah Sari. "Nggak salah. Aku telah memantapkan hati untuk membina rumah tangga bersamamu. Menyempurnakan separuhku," kata Davian mantap. "Jangan mempermainkan sebuah kesepakatan, Dav!" Lelaki paruh baya
Baca selengkapnya
166. Fattah Sakit
Happy Reading*****Pulang dari acara pertunangan Davian. Riswan makin dibuat kepo mengapa ponsel Risma dipegang sahabatnya dan kalimat terima kasih yang terlontar. Sementara Risma sudah tertidur pulas di mobil bersama Fattah dalam gendongannya."Ish, bikin nggak tenang kalau kayak gini. Mati penasaran lama-lama. Yang bangun dong," panggil Riswan. Dia sudah sampai di depan pagar rumahnya. Risma melenguh, bola matanya bergerak, tetapi belum terbuka. Setelah suaminya menggoyangkan lengannya kembali, barulah di membuka mata. "Sudah sampai, Mas?""Sudah. Turun, nggih. Kasihan Fattah. Kalian kayak yang lelah banget. Selama perjalanan tidur terus.""Karena Capek, Mas." Risma membuka pintu mobil dan turun. Segera membuka pintu gerbang agar suaminya masuk. Hari-hari Risma dan Riswan semakin membahagiakan saja. Walau terkadang lelaki itu masih mengalami mual dan keinginan-keinginan nyelenah yang harus segera dituruti. Namun, semua masih dalam batas normal. Kandungan Risma sudah menginjak t
Baca selengkapnya
167. Tumbuh Gigi
Happy Reading*****Kurang dari setengah jam, Harun sampai di pelataran klinik. Membantu ibunya menggendong Fattah, lelaki itu ikut panik karena si kecil tak mau berhenti menangis."Sus, tolong periksa ponakan saya," kata Harun. Di depan loket pendaftaran."Mari, Pak." Suster itu menggiring Harun ke sebuah ruangan, lalu dia meninggalkannya untuk memanggil dokter. Tergopoh Hamdiyah mengikuti Harun yang sudah lebih dulu masuk ke ruangan pemeriksaan. "Gimana, Mas?" tanya Hamdiyah pada si sulung. "Masih dipanggilkan dokter. Semoga Fattah nggak kenapa-kenapa. Mas, inget waktu adik panasnya tinggi terus kejang-kejang, Bu. Semoga Fattah nggak akan mengalami seperti yang terjadi pada ayahnya." Harun mengusap peluh yang membanjiri wajahnya. Kentara sekali jika lelaki itu panik dan takut. "Jangan sampai, Mas. Ibu takut juga. Kenapa kamu malah inget kejadian itu?""Masalahnya persis dengan keadaan Fattah saat ini, Bu. Rewel terus panasnya tinggi.""Berdoa saja. Semoga nggak kejadian seperti
Baca selengkapnya
168. Repot
Happy Reading*****Menyerahkan kunci rumah pada sang pemilik asli, Riswan tersenyum dan berdoa dalam hati. Semoga keputusannya tak salah. Harun benar-benar berubah menjadi pribadi yang lebih baik. "Terima kasih, Mas. Sudah percaya pada Harun. Ibu yakin sekarang dia sudah menyadari semua kesalahannya. Selama tinggal bersama di Surabaya kemarin, dia cukup membuktikan bahwa sudah berubah. Setiap perkataannya nggak pernah dengan nada tinggi, kalimatnya juga tertata dengan sopan. Kehilangan dan dikhianati oleh istrinya sudah membuka mata dan hati untuk kembali pada jalan kebenaran," terang Hamdiyah disertai uraian air mata. "Semoga dia istikamah di jalan ini, Bu. Nggak kembali pada kebiasaan dan perangainya yang dulu," tambah Risma. "Amin," jawab Riswan, "Mas, taruh dia di toko saja, ya, Yang. Di sana kan nggak ada cowok. Setiap kali ada delivery atau angkat-angkat barang berat pasti anak-anak mengeluh dan hal itu menyebabkan terganggunya pekerjaan mereka.""Terserah Mas saja. Aku ngik
Baca selengkapnya
169. Pewaris
Happy Reading*****Dalam perjalanan menuju rumah sakit bersalin. Riswan makin bingung saja. Pasalnya, Fattah juga ikut menangis. Sepertinya si kecil juga ikut panik pas tahu mamanya kesakitan. Fokus Riswan terpecah, antara menenangkan Fattah, menyetir dan memberikan semangat pada sang istri. Di pangkuannya, Fattah masih terus menangis. Sementara panggilannya pada Rofikoh belum juga dijawab. "Apa sebaiknya Mas telpon Ibu saja, ya, Yang?"Di sebelahnya, Risma memejamkan mata dengan tubuh bersandar pada kursi. Tangan kanannya mengelus perut dan sesekali mendesis kesakitan. "Telpon saja. Mas, pasti kerepotan juga kalau seperti ini. Fattah makin rewel." Suaranya sungguh lemah. "Iya. Kamu tenang dulu, Nak. Ayah bingung kalau kamu nangis terus. Lihat mamamu! Fattah nggak kasihan?" Riswan menekan kontak mertuanya. Dering pertama saja, sudah langsung terangkat. Setelah menceritakan perihal Risma, lelaki itu kembali fokus pada kemudi dan juga istrinya. "Sstt, aduh," rengek Risma. "Ya Allah
Baca selengkapnya
170. Kesayangan
Happy Reading*****Sekitar dua jam kemudian, Risma sudah membuka mata. Sudah dipindah juga ke ruang perawatan. Di sampingnya terbaring ada boks bayi. Seorang bayi munggil menggemaskan berjenis kelamin laki-laki, tengah tertidur dengan antengnya. Cup...Satu kecupan mendarat pada kening perempuan itu dari sang suami."Kamu hebat, Sayang," ucap Riswan, "terima kasih sudah memberiku kebahagiaan ini. Terima kasih atas perjuanganmu melahirkan putra kita. Pokoknya, kata terima kasih saja nggak akan pernah cukup untuk mengungkapkan seberapa banyak rasa itu untukmu.""Apaan, sih, Mas. Aku nggak melakukan hal sehebat itu sampai begitu banyak kata terima kasih yang Mas ucapkan. Apa yang aku lakukan sudah selayaknya yang perempuan lain lakukan. Bukankah sudah kodrat seorang perempuan. Menikah, melahirkan dan merawat anak-anak." Risma tersenyum setelah berkata. Sungguh dia sangat terharu dengan perkataan suaminya. Terbayang kejadian tiga tahun lalu, saat dirinya masih baru menjadi istri Riswan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1516171819
...
22
DMCA.com Protection Status