Lahat ng Kabanata ng Aster [Indonesia Ver.]: Kabanata 41 - Kabanata 50
103 Kabanata
Pertunangan
Alta masih berkutat dengan pikirannya tentang Green, sejak Green memutuskan untuk berpisah, Alta merasa tak bisa memikirkan hal lain. Kepala dan hatinya hanya tertuju pada Green, pada janjinya terhadap Melan dan Sera, dan pada penyeselan yang tak berkesudahan. Mau bagaimana lagi, semua sudah terjadi. Pada akhirnya, sepintar apa pun menyimpan kebohongan akan ketahuan juga. Itulah yang terjadi saat ini, Alta tak diberi waktu untuk mempersiapkan semuanya. Bagi Alta, semua yang terjadi terlalu tiba-tiba, Alta belum siap kehilangan Green, dan tidak akan pernah siap meskipun ada Reina di sisinya.Sambil memandang laut dan deburan ombak, Alta menekuk lututnya, pandangannya lurus ke depan. Saat tengah berkutat dengan pikirannya, tiba-tiba seorang wanita duduk di samping Alta. “Lo Alta, kan?” tanya Sindi yang melihat Alta tengah duduk sendiri sambil menatap laut.Sindi yang sedang berjalan-jalan bersama adiknya melihat Alta, ia memutuskan untuk menghampiri Alta yang
Magbasa pa
Maksud Lo?
Green sudah kembali berada di kamarnya, kepala Green berdenyut, bukan karena migrain atau sakit lainnya, melainkan masalah hidup yang seolah terus bermunculan yang membuat kepalanya serasa mau pecah. Kondisi hatinya saja belum pulih, lukanya saja belum kering, kini masalah baru kembali muncul. Ucapan Kalila yang memintanya bertunangan dengan Langit terngiang-ngiang di kepala.“Mau ya sayang tunangan sama Langit?”Pertanyaan itu terus berputar di kepala Green. Ingin sekali Green menjawab kalau dia tak mau, dia juga tidak mencintai Langit, tapi lagi-lagi sorot memohon yang terpancar dari mata Kalila membuat Green tak tega mengecewakan ibu dari seorang laki-laki yang sama sekali tak dicintainya. Alhasil, Green hanya menjawab kalau dia butuh waktu untuk memikirkannya terlebih dahulu, Kalila setuju dan mau menunggu. Lalu bagaimana dengan Langit? Langit tak jadi mengatakan yang sebenarnya, sandiwara mereka sudah terlalu dalam masuk dalam hati Kalila. Buk
Magbasa pa
Posesif
Daren yang hendak pulang selepas meminjam buku di perpustakaan kampus mendapati Reina tengah duduk sendirian di taman. Mulanya Daren tak peduli, ia terus melenggang menuju motornya. Tapi matanya tak bisa diajak berkompromi, tanpa sengaja Daren mengamati Reina, wajah wanita itu sembab seperti habis menangis. Daren menghampiri Reina, niatnya untuk meledek wanita selingkuhan sahabatnya itu. “Ngapa lo duduk di sini sendiran?” tanya Daren dengan nada songong. “Bukan urusan lo!” bentak Reina galak. Daren tergelak, kemudian duduk di samping Reina tanpa meminta persetujuan wanita itu lebih dulu. “Dicampakkin, kan, lo sama Alta? Bego sih, mau aja jadi selingkuhan!” Tangan Reina terkepal, rasanya ingin sekali ia menonjok dan menyumpal mulut Daren agar tak banyak bicara, kepalanya sudah cukup berdenyut karena kelakuan Alta, sekarang ditambah lagi ucapan Daren yang sangat kurang ajar menurutnya. Melihat Reina mengepalkan tangannya, Daren membuka suara lag
Magbasa pa
Setuju
 “Bi Ruri.., Pak Ardi, Mang Ujang..,” teriak Cherry memanggil seluruh pekerja di rumah Langit.“Ya, Non,” jawab Bi Ruri lebih dulu. Mang Ujang dan Pak Ardi menyusul di belakangnya, mereka berjalan dengan langkah tergopoh-gopoh. “Ada apa, Non? Ada tikus, kah? Ada kecoa, kah?” Pak Ardi heboh sendiri, sementara Mang Ujang menatap Cherry dengan tatapan meminta penjelasan.“Kalian semua, tolong denger ini baik-baik.” Cherry memberikan instruksi pada seluruh manusia yang berada di hadapannya. “Saya mau keluar. Kalau Kak Langit nanya, bilang aja saya lagi kerja kelompok, mungkin pulangnya agak maleman.”Pak Ardi dan Bi Ruri mengangguk-anggukan kepala, tanda bahwa mereka paham. Sementara Mang Ujang masih diam, ia melihat penampilan Cherry yang sedikit terbuka dan terbilang seksi itu dengan tatapan penuh curiga. “Non, maaf kalau Mang Ujang lancang, emang sebenernya Non Che
Magbasa pa
Penasaran
“Oke, saya setuju.”Langit tersenyum lebar. “Pilihan yang bagus, Green,” tutur Langit sambil memberikan bolpoint pada Green.Tanpa berlama-lama, Green membubuhkan tanda tangan di atas materai yang tertera namanya kemudian mengembalikan bolpoint itu pada Langit. “Ya mau gimana, saya emang butuh kerjaan. Lagipula saya sangat yakin, saya yang akan jadi pemenangnya,” ujar Green dengan rasa percaya diri yang tinggi.“Baiklah, kita lihat nanti ya.” Langit merasa tertantang dengan pernyataan Green barusan, semangatnya untuk menaklukan seorang Green semakin menggebu-gebu.Green mengangguk pelan. “Jadi, kapan saya bisa mulai kerja?’“Senin, nanti malam saya akan kasih detail pekerjaan yang harus kamu kerjakan.”Jika waktu itu Langit hanya menjelaskan garis besarnya, maka nanti malam ia akan berikan detailnya. Green kembali mengangguk, setidaknya satu masalah Green telah teratasi.
Magbasa pa
Maaf
 Tepat pukul 19.00 wib, Langit dan Green tiba di gang sempit menuju rumah Green. Sedari tadi Green tak henti tersenyum, ia sangat bahagia bisa bertemu dan bermain dengan Rubi dan kawan-kawan. Mereka membuat Green sedikit lupa pada kesedihan dan patah hatinya. Hal itu disadari Langit, Langit yakin saat ini suasana hati Green sudah lebih baik bahkan sangat baik.“Ekhem, seneng banget kayaknya.” Suara deheman itu menyadarkan Green bahwa saat ini ia masih berada di mobil Langit.“Eh, udah sampe, ya?” Green hendak melepas safety beltnya, namun Langit lebih dulu melakukan itu.“Gak usah berlebihan, saya bisa sendiri!” Bukannya mengucapkan terima kasih, Green malah berbicara dengan nada ketus pada Langit.“Iya, iya, yang apa-apa bisa sendiri, giliran galau tetep aja butuh saya,” sindir Langit.Green yang tahu Langit menyindirnya menatap tajam Langit. “
Magbasa pa
Sabar
Perdebatan malam itu membuat Langit dan Cherry terlibat perang dingin. Terlihat Dari meja makan yang sepi, baik Cherry maupun Langit tak ada yang duduk di sana. Sudah sejak sepuluh menit yang lalu Bi Ruri menyiapkan sarapan dan memberitahukan kepada dua majikannya, bahwa sarapan sudah siap. Namun, keduanya seolah tak mendengar. Langit memilih berolahraga, lari di sekitar komplek kemudian lanjut bersepeda. Sementara Cherry, wanita itu belum keluar kamar sejak semalam.Ditempat yang berbeda, Green tengah memfokuskan pandangan pada layar monitornya. Ia sedang membaca email dari Langit berkaitan dengan detail pekerjaan selama menjadi asisten pribadi laki-laki itu. Tertulis beberapa poin di sana, salah satunya Green harus ikut setiap roadshow yang dilakukan Langit. Yang lainnya, jangan ditanya. Masih sangat banyak, belum lagi Langit juga meminta Green mengurusi media sosial yang digunakan laki-laki itu untuk menunjang pekerjaan. Green baru tahu bahwa Langit juga sering me
Magbasa pa
Menjaga dan Memastikan
Maju, mundur lagi, maju, mundur lagi, begitu seterusnya. Cherry tengah berada di depan ruang kerja Langit, mau tak mau ia harus berbicara dengan lelaki itu karena sedari tadi Revan terus mengganggunya. Laki-laki yang minggu lalu meminta tolong pada Cherry agar membantunya berbicara pada Langit karena tak ingin mengulang mata kuliah yang diampu oleh sang kakak. Tangan Cherry terangkat untuk mengetuk pintu, namun ia ragu. Akhirnya Cherry putar arah, ia belum mau berbicara dengan Langit. Belum sempat langkahnya menjauh, ponselnya lagi-lagi bergetar, menampilkan nama Revan di layar.“Lo bawel banget sih jadi cowok!” maki Cherry setelah panggilan terhubung.“Cher, ini aku.” Suara lembut Zein terdengar dari balik telepon. Cherry mengecek ponselnya. “Bener kok nomor Revan,” gumamnya dalam hati.“Revan nyamperin aku ke rumah, dia minta tolong supaya─”“Nanti aku telepon lagi ya sayang.”
Magbasa pa
Langit dan Keira (1)
 5 tahun lalu “Masuk dulu yuk, Sky,” ajak Keira saat Langit mengantarnya pulang.“Di rumah ada siapa?” tanya Langit sambil membuka safety belt Keira.“Ada adik aku aja, Mama Papa masih di luar negeri, sibuk sama kerjaan,” jawab Keira tiba-tiba murung.Selama menjalin hubungan dengan Keira, Langit memang belum pernah bertemu langsung dengan kedua orang tua Keira. Bahkan, saat acara pertunangan kedua orang tua Keira hanya menyaksikannya lewat panggilan video, mereka tak bisa pulang lagi-lagi karena alasan pekerjaan.“Hei, jangan sedih dong, kan ada aku. Aku janji bakal selalu temenin kamu.” Langit menatap dalam bola mata Keira, ia selalu tak tega jika melihat Keiranya sedih.Keira tersenyum tipis. “Makasih ya, Sky, makasih karena kamu udah berusaha selalu ada.”“Iya sayang, aku akan usahakan
Magbasa pa
Langit dan Keira (2)
Keira yang sejak pagi sudah di cecar berbagai media untuk dimintai keterangan tampak kelelahan. Ia menandaskan botol air mineral yang diberikan sang manajer. “Thanks,” ujarnya setelah menghabiskan hampir separuh.“Lo lain kali hati-hati, Kei, karir lo bisa hancur gara-gara ini, sekarang aja udah hampir semua brand ngecancel lo, mereka gak mau pake model yang terlibat skandal!” Bukannya menenangkan, lelak itu malah ikut-ikutan mencecar Keira. Keira memijit pangkal hidungnya perlahan, ia tak habis pikir mengapa foto lama itu bisa muncul ke permukaan.“Ini pasti ada yang mau ngancurin karir gue!” tekan Keira.“Iya, lo bego habisnya, main lo kurang cantik. Sekarang lo tinggal berdoa aja, semoga tunangan lo itu gak ikutan ngecancel lo!”Keira melotot ke arah sang manajer. Ia hendak berdiri namun tangannya ditahan. “Lo mau ke mana? Di luar itu orang lagi pada nungguin
Magbasa pa
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status