All Chapters of PENDEKAR MACAN TUTUL: Chapter 31 - Chapter 40
47 Chapters
PART 31
Kawasan perburuan yang dimaksud adalah padang luas di mana Panji Jagat pernah berburu kijang buat dihidangkan kepada rombongannya Ki Arya Bendut beberapa bulan yang lalu. Yang berangkat berburu hari itu di samping Panji Jagat dan Ki Arya Dhanu adalah Pangeran Prabaswara dan sejumlah prajurit terbaik kerajaan. Sedangkan Pangeran Wiraraja tak ikut. Menurut Ki Arya Dhanu bahwa para prajurit pengawal yang ikut itu merupakan para pendekar yang pernah punya nama besar di jagat persilatan. Pangeran Prabaswara tahu persis tujuan sang kangmasnya, Pangeran Wiraraja. Dengan acara mengadakan acara berburu mereka dengan mudah mengamati dan menilai langsung secara seksama siapakah sesungguhnya pemuda yang sedang mereka curigai yang bernama Panji jagat itu. Tentu pemuda itu akan berburu hewan liar dengan cara di luar nalar manusia awam. Jika itu terbukti, maka kecurigaan mereka menjadi sangat kuat. “Dimas harus awasi dia di sana. Cara berburu pemuda kampung biasa denga
Read more
PART 32
Ketika matahari sudah condong ke barat dan sengatan teriknya sudah mulai berkurang dan hewan-hewan liar telah keluar untuk mencari makan, Panji Jagat berdiri sembari merentangkan kedua tangannya ke samping sembari memejamkan kedua matanya. Saat itu ia seolah-olah sedang memastikan bahwa arah hembusan angin telah bergerak ke satu arah, sudah tidak lagi tak tentu arah lagi. Kemudian ia membuka matanya dan berkata, “Sebaiknya kita bergerak ke selatan dulu, mengikuti jalan kereta kuda ini. Dari sana Gusti Pangeran dan semuanya bisa menyaksikan hamba berburu.” “Baiklah kalau begitu,” sahut Pangeran Prabaswari sembari bangkit dari duduknya. Para prajurit pengawal langsung menyiapkan kudanya. Kuda yang ditunggangi oleh Ki Arya Dhanu berjalan lebih dulu di depan baru disusul oleh kuda Pangeran Prabaswara, Panji Jagat dan para prajurit pengawal. Mereka berjalan mengikuti jalan kereta yang setengah melingkar. Ketika sampai pada sisi bebukitan kecil, Panji Jagat ber
Read more
PART 33
Salah seorang penasihat kerajaan bernama Rakryan Anubhawa menyampaikan peringatan terhadap Prabu Natanala agar dilakukan penjagaan yang berlapis di dalam kota raja serta dalam lingkungan istana. “Firasat hamba, pembunuhan berantai ini bukan dilakukan oleh orang sembarangan, tetapi oleh orang yang benar-benar berilmu sangat tinggi. Tampaknya sasaran utama pembunuhan itu adalah diarahkan kepada Gusti Prabu sendiri.” Nyaris terangkat pantat Prabu Natanala dari singgasananya mendengar ucapan Rakryan Anubhawa itu. Ia tak mampu menutupi kekagetannya. “Mengapa kaubisa menyimpulkan demikian, Rakryan Anubhawa? Bukankah pihak bhayangkara kerajaan belum berani menyimpulkan apa-apa atas persitiwa ini?” tanya Prabu Natanala. “Benar sekali, Gusti Prabu. Ini hanya pendapat pribadi hamba. Pengamatan hamba, rangkaian pembunuhan ini sebuah pembunuhan yang sangat terencana secara baik, sehingga pihak penyidik kerajaan belum mampu mengungkat satu pun dari rangkaian pemb
Read more
PART 34
Spontan Pangeran Prabaswara menoleh kepada Panji Jagat. “Apa? Apa benar kamu bisa mengobati ibuku?” “Oh ... eh, mudah-mudahan, Gusti Pangeran. Hamba sangat tak tega melihat ibudanya Gusti Pangeran seperti itu.” “Jika Panji mampu menyembuhkan ibuku, maka aku akan mengangkatmu sebagai saudara angkatku!” ucap Pangeran Prabaswara dengan ekspresi sungguh-sungguh. “Tapi hamba pun tak berani menjamin ibu Gusti Pangeran akan sembuh, namun jika diberi kesempatan, ada baiknya hamba perlu mencobanya,” sahut Panji Jagat merendah. “Baiklah, Panji, aku akan memberimu kesempatan. Ingat ucapanku barusan, jika kaumampu menyembuhkan ibuku maka aku akan mengangkatmu sebagai saudara angkatku.” Panji Jagat terdiam sesaat dan menatap wajah Pangeran Prabaswara. Ada ekspresi sungguh-sungguh di raut wajah sang adik. Namun dalam hatinya berkata: Aku tak akan pernah menjadi kakak angkatmu, Praba, karena aku adalah kakak kandungmu. “Bagaimana?” “Ah ... baiklah
Read more
PART 35
Mahluk buruk rupa itu membawanya ke sebuah tempat di depan sebuah tebing gunung batu yang sangat tinggi dan curam. “Tempat apa ini!” bentak Panji Jagat geram karena merasa dibohongi dan mencengkerang belakang leher mahluk itu. “Sabar, Tuan Pendekar, biarkan saja melakukan sesuatu dulu.” Panji Jagat melepaskan cengkeramannya. Mahluk itu menatapnya sekilas dengan wajah gugup, sebelum merapalkan sebuah mantra. Tiba-tiba dinding batu di hadapan mereka bergeser ke samping. Ternyata itu sebuah pintu gua yang sangat luas. Tanpa membuang-buang waktu, Pendekar Macan Tutul, langsung melangkah dan memasuki ruangan gua itu. Begitu ia telah berada di dalam, pintu gua batu itu bergeser kembali dan menutp mulut gua rapat-rapat. Tak ada rasa takut sedikit pun di wajag Panji Jagat. Justru ia dibuat terkagum-kagum oleh ruangan gua yang bergitu luas dan dihiasi oleh berbagai ribuan batu permata yang berwarna warni yang memancarkan berbagai warna cahaya. Cahaya-cahaya itula
Read more
PART 36
“Baiklah, Kebo Ireng, aku akan membebaskanmu dengan sebuah syarat,” kata Panji Jagat. “Apakah syarat itu?” tanya Kebo Ireng. “Sini, mendekatlah di hadapanku.” Wajah si raja sihir itu terlihat sedikit ragu untuk mendekat, karena ia mengira pemuda sakti itu akan memusnahkannya. “Ke sini, Kebo Ireng. Jika aku mau menghancurkanmu aku tak perlu menyuruhmu untuk mendekatiku. Dalam jarak jauh pun aku bisa melakukannya.” Mendengar ucapan Panji Jagat itu, Kebo Ireng langsung mengikuti perintah itu dan duduk bersila di hadapannya. Belum begitu mapan Kebo Ireng dengan duduk bersilanya, Panji Jagat langsung memukul dadanya itu dengan menggunakan tapak tangan kanannya. Spontan mahluk dari jenis manusia itu langsung menjerit kepanasan. Gua terasa bergetar oleh suaranya. Namun sesaat kemudian rasa panas itu tiba-tiba berhenti dan hilang yang membuatnya juga berhenti berteriak. “Apa yang baru kamu lakukan terhadapku, Bocah Sakti?” tanya Kebo Ireng dengan waj
Read more
PART 37
Sengatan tawon api yang sangat beracun itu telah melumpuhkan saraf otaknya dan mengacaukan aliran darah ke bagian itu tersumbat yang menyebabkan pembuluh darahnya pecah. Lalu tak menunggu waktu lama, sang putra mahkota itu kejang-kejang cukup lama sebelum meregang nyawa. Dan dahsyatnya, wajah jenazah putra mahkota seketika berwarna biru. Melihat kondisi anaknya yang tewas dengan cara yang sangat mudah dan mengenaskan seperti itu, sontak membuat Prabu Nata dan permaisuri langsung menangis meraung-rauh karena tak mampu menahan duka lara yang teramat dalam di hatinya. Belahan jiwa dan pewaris mereka s satu-satunya telah tewas tanpa bisa ditolong sedikit pun. Pada saat Prabu Nata dan permaisurinya terus menangisi jenazah anaknya sembari tak lepas menatap wajah sang buah hati, warna membiru terus bergerak ke bagian bawah tubuh anaknya. Dan tiba-tiba dari sudut mata jenazah sang putra melesat keluar seekor tawon berwarna merah menyala dengan suaranya yang mendengung khas
Read more
PART 38
Panji Jagat alias Pangeran Sandaka bukan menjawab pertanyaan Prabu Nala, melainkan mengeluargan gerungan panjang sebagai cetusan amarahnya. Lalu tiba-tiba tubuhnya melesat ke depan. Dengan gerakannya yang sangat cepat ia langsung berikan beberapa totokan di beberapa bagian tubuh Prabu Nala, sehingga manusia yang sangat licik itu langsung lemas dan tak mampu menggerakkan tubuhnya. Laki-laki itu tak ubahnya sebagai seorang yang menderita kelumpuhan. Hanya matanya yang masih bergerak liar dan mulutnya yang sekali-sekali membentak dan mengacam. “Heh manusia licik dan rendah!” bentak Panji Jagat, “Kamu bertanya siapa aku, baiklah, aku akan menjawabnya. Ini aku katakan agar kamu tidak mati penasaran. Dengarkan baik-baik. Aku adalah Pangeran Sandaka, putra dari Prabu Kertadana Adijaya yang telah kamu bunuh secara licik. Pangeran Prabaswari ini adalah adikku, dan Biung Dewi yang kamu rasukkan penyakit ke dalam tubuhnya melalui jasa seorang tukang sihirmu, adalah biungku! Dulu k
Read more
PART 39
Di bawah kepemimpinan Prabu Kertabhumi Adijaya alias Pangeran Sandaka alias Panji Jagat, dalam waktu beberapa tahun saja Kerajaan Gundala mampu menapak ke arah puncak masa keajayaannya. Kemakmuran, ketentraman, serta keadilan benar-benar telah dirasakan oleh segenap rakyat. Pertanian dan peternakan tumbuh dengan pesat, begitu pun di dunia perdagangan. Untuk urusan antar kerajaan, Kerajaan Gundala melakukan hubungan dengan berbagai kerajaan, sehingga hubungan perdagangan antar negeri pun berjalan lancar. Ketika usia kepemimpinannya memasuki tahun kelima, Prabu Kertabhumi Adijaya kedatangan seseorang yang sangat dikenang dan dirindukannya. Ia adalah sang guru, Ki Raksa Jagat. Beliau tidak datang sendiri, melainkan ditemani oleh dua orang muridnya, yaitu Karta dan Golong, adik seperguruannya sendiri. Kehadiran sang guru dan kedua adik seperguruannya itu membuat sang prabu sangat senang. Pelukan erat penuh kerinduan terjadi di antara keempatnya. “Maafkan Ananda,
Read more
PART 40
Panji Jagat atau Prabu Kertabhumi Adijaya terbangun saat dirasakan wajahnya ditimpa oleh sinar matahari. Ternyata matahari memang sudah naik ke sepertiga bola langit di arah terbitnya. “Ya Tuhan, lelap sekali tidurku,” gumamnya sembari bangun dan menghalangi sinar matahari yang masuk ke matanya dengan tangannya. Pandangannya diarahkan ke arah bawah, ke hamparan persawahan yang cukup luas. Tampaknya persawahan itu belum lama dipanen, sehingga yang terlihat adalah batang-batang padi yang tak berbulir lagi. Selanjutnya pandangan mata Panji Jagat alias Prabu Kertabhumi diarahkan ke sebuah pondok di tengah persawahan yang tadi malam dilihatnya ada nyala apinya. Ia melihat dari pondok itu mengepulkan asap dan terlihat seorang laki-laki dan seorang wanita melakukan kegiatan di sekitar pondok. Mungkin keduanya adalah suami istri. Lalu sesaat kemudian terlihat seorang laki-laki muda. Mungkin ia adalah anak laki-laki dari sepasang suami istri itu. Panji Jagat menebarka
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status